Dugaan Korupsi di Kemendikbud

Alasan Nadiem Makarim Masih Berstatus Saksi, Meski Beri Perintah Pengadaan Chromebook via Zoom

Alasan Nadiem Makarim masih berstatus saksi, meski Mantan Mendikbudristek beri perintah pengadaan Chromebook via Zoom

Editor: Amalia Husnul A
Tribunnews.com/Irwan Rismawan
KORUPSI LAPTOP CHROMEBOOK - Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) 2019-2024, Nadiem Makarim usai menjalani pemeriksaan di Jampidsus, Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Selasa (15/7/2025). Alasan Nadiem Makarim masih berstatus saksi, meski Mantan Mendikbudristek beri perintah pengadaan Chromebook via Zoom. (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN) 

TRIBUNKALTIM.CO - Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan 4 tersangka dalam kasus pengadaan Chromebook, namun nama Nadiem Makarim tidak termasuk dalam daftar 4 orang tersebut. 

Hingga saat ini, Nadiem Makarim mantan Mendikbudristek masih berstatus saksi dalam kasus pengadaan Chromebook yang disidik Kejagung.

Dalam konferensi pers, Kejagung mengungkap peran Nadiem Makarim yang memberi perintah pengadaan Chromebook via Zoom.

Lalu apa alasan Nadiem Makarim masih berstatus saksi meski diketahui mantan Mendikbudristek ini memberikan perintah pengadaan Chromebook.

Baca juga: Kejagung Tetapkan 4 Tersangka Kasus Laptop Chromebook Kemendikbudristek, Eks Stafsus Nadiem Dikejar

Kejaksaan Agung mengatakan, eks Mendikbudristek Nadiem Makarim belum ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook di Kemendikbudristek tahun 2019-2022 karena belum ada barang bukti yang mencukupi untuk menjeratnya.

“Menetapkan sebagai tersangka itu minimal dua alat bukti.

Kami masih kembangkan bukti-bukti yang lain,” ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Dirdik Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar saat konferensi pers di Lobi Gedung Bundar Jampidsus Kejagung, Jakarta, Selasa (15/7/2025).

Qohar menjelaskan, berdasarkan pengakuan dari empat orang yang menjadi tersangka, Nadiem Makarim memerintahkan pelaksanaan pengadaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di lingkungan Kemendikbudristek pada tahun 2020-2022.

Perintah ini Nadiem Makarim sampaikan dalam zoom meeting pada tanggal 6 Mei 2020 lalu.

Dalam rapat itu, Nadiem Makarim telah memberikan arahan agar pengadaan dilakukan untuk laptop berbasis sistem operasi Chrome alias Chromebook.

Padahal, pada waktu rapat ini dilakukan, proses lelang barang dan jasa belum dilakukan.

Meskipun sudah ada keterangan tersangka, penyidik masih memerlukan bukti lain.

“Namun, kami juga perlu alat bukti yang lain. Alat bukti dokumen, alat bukti petunjuk, alat bukti keterangan ahli untuk Nadiem Makarim,” lanjutnya.

Dalam perjalanannya, Kemendikbudristek melakukan pengadaan atau pembelian barang hingga 1,2 juta laptop berbasis Chromebook.

Pengadaan laptop ini menelan anggaran hingga Rp 9,3 triliun yang dananya diambil dari APBN dan dana alokasi khusus (DAK) daerah.

Namun, berdasarkan perhitungan dari ahli, pengadaan ini menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 1,98 triliun.

Kerugian ini dikarenakan laptop yang sudah dibeli justru tidak dapat digunakan secara maksimal oleh pelajar, terutama mereka yang tinggal di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).

“(Laptop) tidak dapat menggunakan secara optimal karena Chrome OS (Operating System) sulit digunakan khususnya bagi guru dan siswa pelajar,” kata Qohar seperti dikutip TribunKaltim.co dari kompas.com.

Agar bisa digunakan secara optimal, laptop Chromebook harus tersambung dengan internet.

Diketahui, sinyal internet di Indonesia belum merata di seluruh daerah.

Ulah para tersangka juga menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 1,98 triliun. 

Para tersangka disangkakan dengan Pasal 2 dan Pasal 3 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kejaksaan Agung telah menetapkan empat orang tersangka dalam kasus ini, yakni:

  • Eks Stafsus Mendikbudristek era Nadiem Makarim periode 2020-2024, Jurist Tan;
  • Eks Konsultan Teknologi di lingkungan Kemendikbudristek, Ibrahim Arief;
  • Direktur Jenderal PAUD Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek tahun 2020-2021, Mulyatsyah; dan
  • Direktur Sekolah Dasar, Direktorat Jenderal Pendidikan Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek tahun 2020-2021, Sri Wahyuningsih.

“Terhadap 4 orang tersebut, malam hari ini penyidik telah memiliki barang bukti yang cukup untuk menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka,” kata Qohar.

Qohar menjelaskan, keempat tersangka ini telah bersekongkol dan melakukan pemufakatan jahat untuk melakukan pengadaan laptop berbasis Chromebook dalam program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek tahun 2020-2022.

Penunjukkan sistem operasi Chrome ini dilakukan sebelum Nadiem Makarim resmi menjabat sebagai menteri. Para tersangka juga mengarahkan tim teknis kajian teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk memilih vendor penyedia laptop yang menggunakan sistem operasi Chrome.

Dibahas sejak Belum Jadi Menteri

Kejagung mengungkapkan bahwa rencana pengadaan program digitalisasi sudah dibahas oleh Nadiem Makarim dan dua orang lainnya sebelum ia resmi menjabat sebagai Mendikbudristek.

Hal ini diketahui dari adanya grup yang dibuat oleh Nadiem bersama dengan Jurist Tan dan Fiona Handayani, yang kemudian menjadi staf khususnya.

“Pada bulan Agustus 2019, bersama-sama dengan NAM, Fiona membentuk grup WhatsApp bernama ‘Mas Menteri Core Team’,” ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Dirdik Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, saat konferensi pers di Lobi Gedung Bundar Jampidsus Kejagung, Jakarta, Selasa (15/7/2025).

Dalam grup WA ini, Nadiem dan dua staf khususnya disebutkan telah membahas soal pengadaan yang akan dilaksanakan saat Nadiem resmi menjabat menteri.

“(Grup WA) yang sudah membahas mengenai rencana pengadaan program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek dan apabila nanti Nadiem Makarim diangkat sebagai Mendikbudristek,” kata Qohar.

Kemudian, dua bulan setelah grup ini dibuat, tepatnya pada 19 Oktober 2019, Nadiem resmi dilantik oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai Mendikbud, yang pada tahun 2021 nomenklaturnya diubah menjadi Mendikbudristek.

Lalu, pada Desember 2019, Jurist Tan mewakili Nadiem melakukan pertemuan dengan Yeti Khim (YK) dari Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK) untuk membahas teknis pengadaan menggunakan sistem operasi Chrome.

Setelah itu, Jurist Tan menghubungi Ibrahim Arief dan Yeti Khim untuk membuat kontrak kerja bagi Ibrahim sebagai pekerja di PSPK.

Ibrahim kemudian resmi menjabat sebagai Konsultan Teknologi di Warung Teknologi pada Kemendikbudristek.

Ibrahim ditugaskan untuk membantu membuat kajian yang mengarahkan pengadaan agar menggunakan berbasis Chromebook.

Saat ini, baik Ibrahim maupun Jurist telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pengadaan ini.

Sementara itu dikutip TribunKaltim.co dari kompas.com, dua tersangka lainnya adalah 

  • Direktur Jenderal PAUD Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek Tahun 2020-2021, Mulyatsyah, dan
  • Direktur Sekolah Dasar, Direktorat Jenderal Pendidikan Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek tahun 2020-2021, Sri Wahyuningsih. 

Baik Mulyatsyah maupun Sri Wahyuningsih merupakan kuasa pengguna anggaran (KPA) dalam proyek pengadaan ini.

Dalam kasus ini, keempat tersangka disebutkan bersekongkol dan melakukan pemufakatan jahat untuk mengarahkan pengadaan program digitalisasi pendidikan agar menggunakan laptop berbasis Chromebook.

Para tersangka disebutkan menerima arahan dari eks Mendikbudristek Nadiem Makarim.

Dalam perjalanannya, Kemendikbudristek melakukan pengadaan atau pembelian barang hingga 1,2 juta laptop berbasis Chromebook.

Pengadaan laptop ini menelan anggaran hingga Rp 9,3 triliun yang dananya diambil dari APBN dan dana alokasi khusus (DAK) daerah.

Namun, berdasarkan perhitungan dari ahli, pengadaan ini menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 1,98 triliun.

Kerugian ini dikarenakan laptop yang sudah dibeli justru tidak dapat digunakan secara maksimal oleh pelajar, terutama mereka yang tinggal di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).

“(Laptop) tidak dapat menggunakan secara optimal karena Chrome OS (Operating System) sulit digunakan khususnya bagi guru dan siswa pelajar,” kata Qohar seperti dikutip TribunKaltim.co dari kompas.com.

Agar bisa digunakan secara optimal, laptop Chromebook harus tersambung dengan internet.

Diketahui, sinyal internet di Indonesia belum merata di seluruh daerah.

Ulah para tersangka juga menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 1,98 triliun. 

Para tersangka disangkakan dengan Pasal 2 dan Pasal 3 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca juga: Kejagung Jemput Paksa Konsultan Kemendikbudristek, Nadiem Makarim sudah 7 Jam Diperiksa

(*)

Ikuti berita populer lainnya di saluran berikut: Channel WA, Facebook, X (Twitter), YouTube, Threads, Telegram

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved