Berita Samarinda Terkini

Disdikbud Samarinda Sebut Tes Psikologi di SMP tak Prioritas dan Seragam tak Boleh Dipaksakan

Walikota Samarinda Andi Harun meminta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud)  untuk menelusuri pungutan sebesar Rp 150 ribu i salah satu SMP

TRIBUNKALTIM.CO/SINTYA ALFATIKA SARI
PUNGUTAN -  Kepala Kadisdikbud Kota Samarinda, Asli Nuryadin, saat melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke SMPN 8 di Samarinda untuk menindaklanjuti laporan orang tua siswa terkait biaya seragam dan tes psikologi. (TRIBUNKALTIM.CO/SINTYA ALFATIKA SARI) 

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA — Walikota Samarinda Andi Harun meminta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud)  untuk menelusuri pungutan sebesar Rp150 ribu untuk tes psikologi yang muncul dalam daftar perlengkapan sekolah di salah satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) di wilayah Samarinda Seberang 

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Samarinda,Asli Nuryadin menjelaskan bahwa pelaksanaan tes psikologi di tingkat SMP tak memiliki urgensi yang signifikan bagi siswa yang sudah resmi menjadi bagian dari institusi sekolah.

Dalam kondisi tertentu misalnya untuk mendeteksi kebutuhan khusus siswa secara spesifik tes semacam itu dapat dipertimbangkan.

Namun, bukan untuk dijadikan prosedur umum atau syarat awal sekolah.

Baca juga: Disdikbud Samarinda Sebut Sisa Kuota SPMB Hanya Diisi Siswa yang Pernah Mendaftar

“Esensinya tidak penting. Tapi kalau dianggap perlu, iya juga. Tapi saya kira belum. Psikolog kan biasanya kalau kita masuk ke jenjang yang berikutnya atau perguruan tinggi. Tapi kalau di level SMP, saya kira peminatan itu tidak perlu. Kecuali misalnya ada anak-anak kita yang berkebutuhan khusus, tapi tidak semua,” ujar Asli.

Asli mengkritisi logika di balik pelaksanaan tes psikologi. Ia menyampaikan, jika memang benar-benar ingin melakukan asesmen menyeluruh, maka tes narkoba justru lebih relevan.

Namun, ia mengakui bahwa pelaksanaan tes semacam itu memerlukan anggaran besar yang belum bisa dipenuhi pemerintah saat ini. Karena itu, ia kembali menegaskan bahwa pelaksanaan tes psikologi di tingkat SMP tidaklah prioritas dan tidak dianjurkan.

“Sebenarnya kalau mau betul sekalian saja tes narkoba. Tapi kan biayanya cukup mahal. Kita belum mampu mengakomodir semua seperti itu. Tidak kita anjurkan. Sama dengan tes psikologi,” tegasnya.

Lebih jauh, Asli juga menyoroti praktik pembelian seragam sekolah melalui koperasi yang jika ditotal berjumlah Rp 1,3 juta.

Ia menjelaskan bahwa koperasi sekolah memiliki legitimasi hukum dan memang berfungsi sebagai penyedia berbagai kebutuhan siswa, namun tidak boleh ada unsur paksaan dalam proses transaksi. Kebebasan orang tua dan siswa dalam menentukan pilihan tetap harus dihormati sepenuhnya.

“Saya kira namanya koperasi itu kan biasanya ada regulasinya juga, legal. Tapi koperasi itu juga penting, sebenarnya mirip saja seperti toko yang lain. Berarti tentu dia kan punya daftar harga. Tapi sekali lagi, murid yang mau beli di situ silahkan, tidak mau beli di situ juga silahkan. Yang jelas, jangan dikondisikan. Jangan dipaksa,” tegas Asli.

Ia pun menekankan agar pihak sekolah tidak menolak atau memberikan sanksi kepada siswa yang belum memiliki seragam lengkap. 

Dalam berbagai forum pertemuan dengan sekolah-sekolah sebelumnya, Asli mengaku telah mewanti-wanti secara eksplisit agar siswa kelas 7 yang masih mengenakan seragam SD-nya tetap diizinkan mengikuti kegiatan belajar mengajar tanpa tekanan atau diskriminasi.

Baca juga: Disdikbud Samarinda Sebut Kontribusi Gratispol untuk SD-SMP Bukan Seragam, Tapi Insentif Guru

“Itu tidak boleh ditolak, tidak boleh diberi sanksi. Jadi suasana itu mengalir saja seperti biasa,” lanjutnya.

Masih dalam konteks pengeluaran siswa di awal tahun ajaran, Asli juga menyinggung persoalan buku Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) yang sebelumnya menjadi salah satu sumber polemik di lingkungan sekolah. 

Ia menyatakan bahwa Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda saat ini telah mengambil alih tanggung jawab pengadaan buku tersebut, sehingga tidak semestinya lagi menjadi beban bagi orang tua siswa.

“Kemarin multitafsir masalah buku LKPD. Tapi buku sudah di-take over Pemkot. Jadi, istilahnya janganlah membuat sesuatu kegaduhan atau sesuatu yang tidak ada esensinya,” pungkasnya. (*)

 

 

 

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved