Hari Kebaya Nasional 2025

Arti dan Jenis Kebaya, Ada yang Diakui UNESCO Jadi Warisan Budaya Takbenda Dunia 5 Negara

Arti kebaya dan jenisnya. Ada yang diakui UNESCO jadi Warisan Budaya Takbenda Dunia di 5 Negara

Editor: Amalia Husnul A
Grafis TribunKaltim.co via Canva
JENIS KEBAYA - Ilustrasi wanita mengenakan kebaya. Simak arti kebaya dan jenisnya. Ada yang diakui UNESCO jadi Warisan Budaya Takbenda Dunia di 5 Negara. (Grafis TribunKaltim.co via Canva) 

TRIBUNKALTIM.CO - Tanggal 24 Juli ditetapkan sebagai Hari Kebaya Nasional berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 19 Tahun 2023.

Secara resmi, kebaya diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda Dunia oleh UNESCO pada tanggal 4 Desember 2024.

Indonesia mendaftarkan kebaya melalui joint nomination bersama dengan empat negara tetangga, yaitu Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, dan Thailand.

Namun dari beberapa jenis kebaya, baru dua jenis kebaya yang diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya Takbenda Dunia.

Baca juga: 25 Template CapCut Hari Kebaya Nasional 2025, Rayakan Pakai Twibbon Video dan Bagikan ke Medsos

Miranti Serad Ginanjar, Pemimpin Editorial buku Kebaya, Keanggunan yang Diwariskan mengatakan hanya Kebaya Labuh dari Kepulauan Riau dan Kebaya Kerancang dari Jakarta yang telah dinobatkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Dunia oleh UNESCO.

“Sayangnya, yang masih masuk WBTB Nasional itu baru Kebaya Labuh dan Kebaya Kerancang Jakarta. Ini yang bersama-sama Malaysia dan negara lainnya untuk didaftarkan jenis kebaya tersebut,” tutur Miranti dalam Diskusi Timnas Kebaya dan Penyusun Buku Kebaya Keanggunan yang Diwariskan di Menara Penta, Jakarta Pusat, Senin (9/12/2024) lalu. 

Awal Mula Kebaya Jadi Warisan Takbenda UNESCO di 5 Negara

Ia menjelaskan, mulanya Indonesia ingin mendaftarkan kebaya melalui single nomination UNESCO.

Namun, masih ada banyak jenis kebaya Indonesia yang belum mendapatkan pengakuan sebagai Warisan Budaya Takbenda Nasional.

Untuk bisa diakui sebagai warisan budaya dunia, harus mendaftarkan sebagai warisan budaya nasional terlebih dahulu.

“Awalnya memang maunya kan single nomination, tapi karena waktu juga terbatas dan Kebaya Kartini serta Kutubaru bahkan belum didaftarkan ke WBTB Nasional,” jelasnya. Ketua Tim Nasional Kebaya Indonesia, Lana T Koentjoro, menambahkan, banyak masyarakat Indonesia yang menginginkan pengakuan kebaya melalui single nomination.

Namun, dengan keterbatasan waktu dan empat negara lainnya sudah siap mengajukan, Timnas Kebaya Indonesia enggan melewatkan kesempatan emas tersebut.

Sebab, masih banyak negara lainnya yang mengantre untuk mendaftarkan kebaya melalui joint nomination tersebut.

“Empat negara lain sudah siap untuk mengajukan bersama-sama. Sementara itu, ada juga suara-suara yang menginginkan single nomination.

Tetapi ada 10 atau 11 negara lainnya yang antre untuk mendaftarkan kebaya juga,” kata Lana.

Ia berharap, dengan diakuinya kebaya sebagai warisan budaya dunia dapat meningkatkan minat perempuan, khususnya anak muda, untuk konsisten menggunakan kebaya saat berkegiatan.

“Bisa lihat kekayaan negara kita, misalnya di Bali yang setiap harinya sudah menjadi tradisi untuk berkebaya, kemudian di daerah-daerah seluruh Indonesia lainnya juga masih banyak yang begitu,” ungkap Lana seperti dikutip TribunKaltim.co dari kompas.com.

Selain itu, Lana dan Miranti berharap agar ke depannya pemerintah memfasilitasi dokumentasi untuk mendaftarkan kebaya jenis lainnya sebagai Warisan Budaya Takbenda Nasional.

Sehingga, komunitas pun bisa lebih mudah mendaftarkan kebaya khas Indonesia lainnya agar dapat diakui oleh dunia.

Sejarah dan Arti Kebaya 

Menurut buku “Menelusuri Jejak Kebaya” karya Sitawati Ken Utami (2023) terbitan PT Penerbit IPB Press, kata kebaya berasal dari kata Abaya (Arab).

Ada pula yang menulis dari kata Kebyak atau Mbayak (Jawa).

Namun yang menjadi catatan penting adalah kebaya merupakan busana penanda masuknya Islam di Nusantara. Waktu itu perempuan masih banyak yang memakai kemben atau telanjang dada.

Seiring masuknya Islam oleh walisongo, maka busana perempuan menjadi lebih tertutup dengan pemakaian selendang atau kain penutup pundak.

Model ini yang sekarang sering dikenal sebagai kebaya Kutubaru.

Jenis-jenis Kebaya

Ketua Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI) Bogor, Sitawati Ken Utami mengungkap bahwa kebaya memiliki jenis yang beragam.

Tentunya setiap jenisnya memiliki ciri khasnya masing-masing.

1. Kebaya Kutubaru  

Kebaya kutubaru menjadi salah satu jenis kebaya yang paling populer dan mudah ditemukan di pasaran.  

Kebaya Kutubaru pertama kali muncul di akhir abad ke-18 dengan ciri khasnya yang menghubungkan lipatan kiri dan kanan kebaya dengan bef atau kain kotak tambahan di bagian dada.  

KEBAYA KUTUBARU - Ketua PBI Bogor, Sita menjelaskan Kebaya Kutubaru identik dengan bef di bagian dada. (KOMPAS.com/DEVI PATTRICIA)
KEBAYA KUTUBARU - Ketua PBI Bogor, Sita menjelaskan Kebaya Kutubaru identik dengan bef di bagian dada. (KOMPAS.com/DEVI PATTRICIA) (KOMPAS.com/DEVI PATTRICIA)

Sita menjelaskan bahwa kebaya kutubaru dulunya identik dengan bentuk leher yang kotak tanpa adanya tambahan bordir atau hiasan lainnya.

“Kebetulan ibu saya penjahit dan kotak yang ada di kebaya ini itu namanya bef.

Bagian bef ini yang identik dengan Kebaya Kutubaru,” ujar Sita dalam acara Remaja Berkebaya dan Berkain Nusantara di Jakarta Selatan, Sabtu (20/7/2024) seperti dikutip TribunKaltim.co dari kompas.com.

2. Kebaya Kartini

Sesuai dengan namanya, Kebaya Kartini ini konon katanya terinspirasi oleh sosok Raden Ajeng Kartini.  

Sita menjelaskan bahwa pada waktu itu, R.A. Kartini belajar mengaji di rumahnya dan diminta untuk berpakaian lebih tertutup dan tidak mengekspos dada.

KEBAYA KARTINI - Kebaya Kartini buat lebih tertutup dengan menyatukan lipatan sisi kiri dan kanan. (KOMPAS.com/Devi Pattricia)
KEBAYA KARTINI - Kebaya Kartini buat lebih tertutup dengan menyatukan lipatan sisi kiri dan kanan. (KOMPAS.com/Devi Pattricia) (KOMPAS.com/DEVI PATTRICIA)

Alhasil kedua lipatan di sisi kanan dan kiri disatukan dan tidak memiliki bef lagi. Kebaya tersebut memberikan kesan yang lebih sopan dan tertutup, khususnya di bagian dada.

“R.A. Kartini itu belajar mengaji di rumahnya, orang tuanya yang mengundang guru ngaji.

Ternyata kebayanya itu diminta untuk lebih tertutup, jadi bagian kiri dan kanannya itu ditangkupkan,” katanya.  

3. Kebaya Encim

Sita menyatakan bahwa perkembangan kebaya tidak lepas kaitannya dengan pengaruh komunitas Tionghoa yang berada di Indonesia.

Hal ini menjadi latar belakang munculnya Kebaya Encim.

KEBAYA ENCIM - Kebaya Encim memiliki ciri khas berwarna cerah dengan bordiran berwarna warni.(KOMPAS.com/Devi Pattricia)
KEBAYA ENCIM - Kebaya Encim memiliki ciri khas berwarna cerah dengan bordiran berwarna warni.(KOMPAS.com/Devi Pattricia) (KOMPAS.com/DEVI PATTRICIA)

Menurutnya, Kebaya Encim menjadi hasil budaya peranakan antara para pribumi dan orang-orang keturunan Tionghoa yang ada di Indonesia.

Encim sendiri memiliki artian Tante.

Sita menambahkan bahwa kebaya Encim identik dengan warna yang cerah dan dihiasi oleh bordiran yang ramai.

Kebaya encim juga dikenal dengan Kebaya Peranakan, Kebaya Nyonya, atau Kebaya Kerancang.

“Mereka sukanya warna-warna yang cerah dengan bordir. Jadi, pengaruh Tionghoa, dan dulu disebutnya pribumi ya.

Nah, kekhasannya adalah ramai bordir-bordir warna-warni seperti ini,” jelas Sita. 

4. Kebaya Noni

Selain itu, Sita mengungkap bahwa kebaya sempat menjadi tren fesyen yang membuat para wanita keturunan Belanda yang ada di Indonesia pada saat itu ingin ikut menggunakan kebaya.

Para noni Belanda gemar menggunakan pakaian berwarna putih dengan renda renda yang ditempelkan di sekeliling kebayanya.

KEBAYA NONI - Kebaya Noni dulunya dipakai perempuan keturunan Belanda dengan ciri khas berwarna putih dengan renda yang mewah.(KOMPAS.com/Devi Pattricia)
KEBAYA NONI - Kebaya Noni dulunya dipakai perempuan keturunan Belanda dengan ciri khas berwarna putih dengan renda yang mewah.(KOMPAS.com/Devi Pattricia) (KOMPAS.com/DEVI PATTRICIA)

Hal ini memberikan kesan yang mewah dan berkelas.  

“Kalau dulu, rendanya itu mewah, bahan dasarnya pun mewah ya. Jadi, orang-orang Belanda kan pasti pengen berkebaya juga, dan kelasnya mereka pengen tinggi lah ya,” tambah Sita.  

5. Kebaya Sunda

Kemudian, perempuan Sunda juga memiliki gaya kebaya yang khas, yaitu dengan tidak menggunakan kerah.  

Sita menyebutkan bahwa kebaya sunda biasanya memiliki bentuk leher segi lima.

Bagian leher tersebut dikenal dengan istilah Surawe.

“Jadi, Kebaya Sunda itu nggak pakai kerah, biasanya bagian lehernya itu berbentuk V, U, atau segi lima.

Tapi sekarang ada yang pakai kerah sedikit di belakang, ada juga yang enggak pakai,” ujarnya.

6. Kebaya Labuh

Kebaya Labuh menjadi salah satu kebaya yang telah diakui sebagai Warisan budaya Tak Benda Indonesia ke UNESCO.  

Sita menyatakan kebaya jenis ini berasal dari Riau dengan bahan songket mengkilap. Kebaya jenis ini identik dengan panjangnya yang menjuntai sampai lutut.  

“Kebaya Labuh ini menjadi Warisan budaya Tak Benda Indonesia, selain Kebaya Encim atau kerancang tadi. 

Ciri khasnya kebaya ini itu panjang, kurang lebih sampai lutut,” tutur Sita. 

(*)

Ikuti berita populer lainnya di saluran berikut: Channel WA, Facebook, X (Twitter), YouTube, Threads, Telegram

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved