TRIBUNKALTIM.CO - Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo membeberkan sejumlah alasan persamuhan Presiden Joko Widodo dengan sejumlah jenderal purnawirawan TNI di Istana Merdeka, Jakarta.
Hal ini diungkapkan Gatot Nurmantyo saat wawancara khusus dengan reporter TV One.
Dijelaskan Gatot Nurmantyo pertemuan tersebut berkaitan dengan adanya purnawirawan TNI yang terjerat kasus makar.
Ia lantas menjelaskan kata makar bagi seorang TNI maupun mantan TNI.
"Jadi para purnawirawan hadir menemui Pak Jokowi itu pertama kali adalah (karena) beberapa purnawirawan yang ditetapkan menjadi tersangka kasus makar," ujar Gatot.
"Bagi orang umum mungkin biasa, tapi makar itu adalah tindakan yang bisa menyebabkan sebagian wilayah Indonesia hilang ke tangan musuh bisa makar, pemerintah tak bisa melaksanakan tugasnya sesuai Undang-Undang itu juga dikatakan makar," jelas Gatot Nurmantyo.
"Kayak dibilang maling itu enggak akan ke presiden, tapi saat dibilang makar, saya sebagai contohnya sebagai ksatria, habis sudah, habis semua itu perjuangan semua habis," sebutnya.
Diungkapkannya lagi, itu yang menyebabkan pertemuan sejumlah jenderal purnawirawan TNI kepada Jokowi.
Sedangkan perihal keadaan Indonesia terkini, Gatot Nurmantyo turut menjelaskan.
"Yang kedua sebenarnya bangsa Indonesia ini aman, yang mudik aman, bahkan lalu lintas lebih sedikit yang kecelakaan," tambah Gatot Nurmantyo
Menurut Gatot Nurmantyo, ada sejumlah kubu yang sengaja karena memiliki kepentingan.
"Tetapi yang membuat negara ini akan kiamat kan hanya kelompok-kelompok tertentu untuk kepentingan politik."
"Ayo kita membuat jangan mendramatisir, seolah-olah mau apa gitu, dibuatlah bahasa yang menyejukkan."
Ia meminta agar pemerintah terbuka dan menyuguhkan fakta kepada masyarakat.
"Kalau seperti inikan seakan melihat apa yang terjadi," urainya.
Sedangkan, soal cara Kopassus itu disampaikan Gatot Nurmantyo pada bagian lain wawancara.
Yang mulanya, Gatot Nurmantyo menyinggung soal penyelundupan senjata.
Tepatnya, soal Mayjen (Purn) Soenarko yang ikut terseret kasus penyelundupan senjata yang diduga digunakan untuk kerusuhan 21-22 Mei.
Mengomentari hal itu, mantan Panglima TNI (purn) Gatot Nurmantyo angkat bicara saat menjadi narasumber di acara Kabar Petang, Selasa (11/6/2019) malam.
Gatot Nurmantyo mengatakan ada dua instansi pemerintahan yang turut ikut andil dalam kasus tersebut.
Mulanya, ia menanggapi soal adanya kerusuhan 21-22 Mei yang dikaitkan dengan dalang kerusuhan dan orang yang ikut menyelundupkan senjata.
"Judul dari media semuanya adalah mencari dalang kerusuhan 21-22 Mei kemudian ditutup pernyataan dari Pak Iqbal bahwa Polri tidak menggunakan peluru tajam," ucap Gatot Nurmantyo.
Namun, menurutnya seolah-olah ada keterkaitan antara penyelundupan senjata dengan aksi 21-22 Mei.
"Jadi ini yang beberapa masalah yang ditonjolkan adalah yang pertama kali adalah tentang penyelundupan senjata oleh S tadi," lanjut Gatot Nurmantyo.
"Saya perlu menyampaikan bahwa yang disampaikan ini adalah baru hasil penyidikan kepolisian Republik Indonesia yaitu pernyataan dari saksi, barang bukti yang didapatkan baru senjata, dan IT."
"Baru pernyataan dari hasil penyidikan. Kemudian dikaitkan dengan dalang kerusuhan apa kaitannya?."
Ia lalu menerangkan kenapa banyak purnawirawan yang memiliki senjata.
"Ini yang harus saya jelaskan bahwa dalam konteks ini satu hal hampir semua Prajurit Koppassus dan Taipur yang melaksanakan Operasi Sandi Yudha hampir dikatakan 50 persen dia punya senjata itu tapi entah di mana sekarang karena memang salah satu tugas Operasi Sandi Yudha itu adalah melakaksanakan operasi di belakang garis lawan bukan di depan," kata Gatot Nurmantyo.
"Tempat sarangnya musuh dia beroperasi, kemudian dia melipatgandakan dan melangsungkan perlawanan dari garis dalam, jadi bayangkan dia berangkat 3 orang ke sana dengan terpisah-pisah nanti bertemu di tempat musuh kemudian dia merekrut orang-orang yang jadi musuhnya itu," ujarnya.
"Dia mempersenjatai entah dari mana senjatanya ia melakukan perlawanan dari belakang, itulah Operasi Sandi Yudha."
Gatot Nurmantyo berharap dalam kasus senjata tersebut, ada saksi ahli yang bisa dipercaya bukan hanya saksi saja.
"Maka perlu ada saksi ahli, semoga saja saksi ahlinya ini adalah orang-orang yang memang benar-benar murni laki-laki, sekarang kan banyak laki-laki yang agak keperempuanan gitu kira-kira," kata Gatot sambil tertawa.
"Pasti yang mengirimkan ini adalah masuk satgas BAIS (Badan Intelijen Strategi) atau BIN pasti itu," kata Gatot Nurmantyo.
Empat pejabat negara berpangkat jenderal sempat menjadi target pembunuhan. Tapi muncul pertanyaan besar, mengapa Panglima TNI tidak menjadi sasaran pembunuhan?
Empat tokoh jenderal yang menjadi target pembunuhan yakni Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Wiranto; Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan; Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan; dan Staf Khusus Presiden Bidang Intelijen dan Keamanan Gories Mere.
Adanya empat tokoh jenderal yang dijadikan target pembunuhan lantas membuat publik bertanya-tanya alasannya.
Dan mengapa Panglima TNI tidak masuk dalam daftar tersebut?
Pengamat Intelijen dan Militer, Connie Rahakundini Bakrie, mencoba menganalisis hal tersebut.
Hal tersebut diungkapkan Connie Rahakundini Bakrie saat menjadi narasumber di acara Rosi Kompas TV yang dilansir TribunJakarta.com pada Jumat (14/6/2019).
Awalnya Rosiana Silalahi selaku pembawa acara menanyakan mengenai alasan di balik empat jenderal yang dijadikan target pembunuhan.
"Tapi banyak orang bertanya, apa motif dipilihnya empat jenderal ini karena dianggap nanggung. Kenapa enggak sekalian panglima tertinggi TNI?" tanya Rosiana Silalahi.
Connie Rahakundini menjelaskan, masyarakat tak bisa hanya melihat permasalahan ini mengenai kepemilikan senjata ilegal ataupun rencana pembunuhan.
"Kita enggak bisa melihat masalah Kivlan Zen seolah-olah hanya masalah pembunuhan, senjata atau uang Rp 150 Juta," kata Connie.
"Tapi kita harus melihat Kivlan Zen merupakan bagian dari kelompok mana," ucap Connie Rahakundini Bakrie.
Selain itu, Connie Rahakundini Bakrie menilai masyarakat juga harus melihat adanya kedekatan yang terjalin diantara empat jenderal tersebut dengan Jokowi.
"Pak Jokowi itu sangat dekat dengan empat sosok jenderal tersebut," ucapnya.
"Jika ada yang menanyakan mengapa bukan Panglima TNI yang jadi targetnya? Hal tersebut akan lebih susah karena pengawasannya lebih ketat, begitu juga dengan Presiden," tutur Connie Rahakundini Bakrie.
Baca juga:
Persekongkolan Kivlan Zen dan Habil Marati dalam Rencana Pembunuhan 4 Pejabat Bermula dari Sini
Sang Anak Ungkap AF hanya Gadai Senjata, Inilah Profil Para Eksekutor yang Mau Bunuh 4 Jenderal
Panglima TNI dan Institusinya Dihina di Medsos, Panglima Hadi Tjahjanto Beri Respons Tak Terduga
Connie Rahakundini Bakrie mengungkapkan analisisnya mengapa empat jenderal menjadi target pembunuhan karena mereka merupakan pilar penguatnya Presiden Jokowi.
"Mereka itu pilar-pilar penguatnya Presiden Jokowi. Kita juga tahu kok Presiden selalu berhubungan dengan mereka terlebih yang berkaitan dengan urgent," papar Connie Rahakundini Bakrie.
Meski demikian, Connie Rahakundini Bakrie tak mengetahui alasan di balik Yunarto Wijaya yang turut menjadi target pembunuhan.
"Yang saya enggak bisa jawab kenapa Direktur Charta Politica Yunarto Wijaya turut menjadi target," beber Connie Rahakundini Bakrie.
Connie Rahakundini Bakrie menegaskan, empat jenderal tersebut merupakan orang terdekat Presiden Jokowi dan merupakan pilar-pilar dalam melaksanakan tugas negara.
"Ini hubungannya dalam Pilpres maka kaitannya seperti itu, menurut saya," aku Connie Rahakundini Bakrie.
Simak videonya:
Habil Marati jadi Donatur Rencana Pembunuhan 4 Jenderal
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) akhirnya angkat bicara terkait nasib satu di antara kadernya, Habil Marati alias HM.
Diketahui, polisi telah menetapkan politikus PPP, Habil Marati (HM) sebagai tersangka terkait kasus dugaan perencanaan pembunuhan 4 tokoh nasional.
Menurut keterangan polisi beberapa waktu lalu, Habil Marati berperan sebagai donatur di balik kasus dugaan rencana pembunuhan tersebut.
Sekretaris Jenderal PPP, Arsul Sani mempersilakan polisi mengusut tuntas keterlibatan Habil Marati.
Arsul Sani juga menegaskan, apabila kader PPP terjerat perkara pidana maka akan diberhentikan.
"Kalau seseorang itu katakanlah ditersangkakan atau dijatuhi hukuman dengan pidana ancaman penjara 5 tahun atau lebih itu bisa diberhentikan dari partai PPP," katanya saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/6/2019).
Baca juga: Habil Marati Ternyata Jebolan Sekolah Agama, Kini Tersangka Donatur Rencana Pembunuhan 4 Pejabat
Lebih lanjut, Arsul mengatakan, pihaknya juga telah menghubungi Habil Marati namun telepon tidak pernah tersambung.
Arsul pun berharap tak ada keistimewaan yang diberikan kepada PPP sebagai satu partai pendukung pemerintah.
"Nggak usah juga nggak enak karena misalnya anggota koalisi pemerintahan, ndak."
"Kan harus sama kedudukannya di hadapan hukum," ujarnya.
Kepolisian menangkap Habil Matari pada 29 Mei 2019 di rumahnya pada kawasan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
"Tersangka ke delapan yang kami amankan adalah saudara HM (Habil Marati)," ungkap Wadir Reskrimum Polda Metro Jaya AKBP Ade Ary Syam Indradi saat konferensi pers di Media Center Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Selasa (11/6/2019).
Ade mengatakan, HM berperan memberikan sejumlah uang untuk membeli senjata kepada tersangka lain yaitu Mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Mayjen (Purn) Kivlan Zen.
Senjata tersebut diduga akan digunakan dalam melancarkan aksi rencana pembunuhan terhadap empat pejabat negara dan satu pimpinan lembaga survei.
Yaitu Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman (Menko Maritim) Luhut Binsar Panjaitan, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan, Staf Khusus Presiden Bidang Intelijen dan Keamanan Gories Mere, dan Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya.
"Memberikan uang sebesar Rp 150 juta kepada tersangka KZ untuk pembelian senjata api," kata Ade.
Baca juga: Yunarto Wijaya Sudah Memaafkan Kivlan Zen yang Diduga Berniat Membunuhnya, Tak Ada Dendam
Peran HM lainnya adalah memberikan uang sebesar Rp 60 juta kepada tersangka lain sebagai biaya operasional pembelian senjata.
Sementara itu, melansir dari pemberitaan hasil investigasi Majalah Tempo edisi (9/6/2019) Habil Marati, politisi PPP diduga memberikan dana bagi calon eksekutor untuk membunuh empat pejabat negara.
Sebelumnya, enam pelaku eksekutor telah berhasil diamankan dan dimintai keterangan.
Barang bukti sebanyak empat senjata api rakitan dan ilegal juga berhasil diamankan oleh pihak kepolisian.
Dari hasil pengembangan, senpi tersebut juga akan digunakan membunuh 4 tokoh nasional dan seorang pemimpin lembaga survei.
Setelah adanya pemeriksaan, ternyata dibalik para tersangka tersebut ada sosok yang memasok dananya yaitu Habil Marati. (*)
Artikel ini telah tayang di tribun-medan.com dengan judul Mengapa Panglima TNI tak Masuk Target Pembunuhan? Berikut Penjelasan Pengamat Intelijen dan Militer, https://medan.tribunnews.com/2019/06/15/mengapa-panglima-tni-tak-masuk-target-pembunuhan-berikut-penjelasan-pengamat-intelijen-dan-militer?page=all dan Tribunjatim.com dengan judul Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo Bongkar Cara Kopassus Habisi Sarang Musuh, Cuma Butuh 3 Personel
Subscribe official YouTube Channel
Baca juga:
LINK LIVE STREAMING & Jadwal MotoGP Catalunya 2019 Akhir Pekan Ini, Rossi Nggak Pede dengan Motornya
VIDEO YouTube Babinkamtibmas Polres Purworejo, Ganjar Pranowo: Dramanya Menarik, Wagu Helm'e
5 Fakta Kasus Video Panas Pelajar SMK Bulukumba Viral, Pemeran Wanita: Janganko Kasi Nyala Blitz
Viral, Pria Desa Ini Beri Mobil dan Motor Untuk Seserahan ke Pengantin Wanita, Berikut Kisahnya
Seleksi Calon Pimpinan KPK, Kapolri Tito Karnavian Sebut 8 Anggota Polisi Siap Mendaftar