TRIBUNKALTIM.CO - Hasanuddin Masud resmi dilantik sebagai Ketua DPRD Kaltim dalam agenda Rapat Paripurna ke-36 DPRD Kaltim di Ruang Sidang Ballroom Hotel Mercure, Samarinda, pada Senin (12/9/2022).
Agenda paripurna itu adalah Pengucapan Sumpah/Janji Peresmian Pengangkatan Pengganti Ketua DPRD Provinsi Kaltim sisa masa jabatan 2019-2024.
Hasanuddin Masud menggeser posisi Makmur HAPK melalui proses pergantian antar waktu (PAW) yang ditetapkan oleh DPP Partai Golkar.
Polemik membayangi pelantikan Ketua DPRD Kaltim yang ditandai dengan perlawanan Makmur HAPK dan dimenangkan oleh Pengadilan Negeri Samarinda.
Namun Hasanuddin Masud meyakinkan bahwa pelatikan dirinya sah dan internal Golkar Kaltim baik-baik saja.
“Kontroversi tidak ya, mungkin dari media saja. Kalau internal kami sih fine aja semua regulasi dilakukan tahapannya sudah benar. Cuma memang ada tentu kalau ada yang suka ada yang tidak suka dengan perubahan-perubahan yang ada di internal,” ungkap Hasanuddin Masud dalam talkshow Tribun Kaltim Series dengan tema "Hasanuddin Menyalin Sejarah", di Youtube Tribun Kaltim Official, 27 September 2022.
Baca juga: EKSKLUSIF - Soal Pelantikan Ketua DPRD Kaltim, Makmur HAPK: Bukan Saya Selalu Ingin jadi Ketua
Baca juga: EKSKLUSIF - Makmur HAPK Buka-bukaan saat Diminta jadi Ketua DPRD Kaltim oleh DPP Partai Golkar
Pelantikan Hasanuddin Masud berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Dalam Negeri (Mendagri) bernomor 161.64-5129 Tahun 2022 tentang peresmian pengangkatan pengganti Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Masud.
SK ini dikeluarkan setelah SK Mendagri Nomor 161.64-5128 Tahun 2022 diterbitkan tentang peresmian pemberhentian Ketua DPRD Kaltim, Makmur HAPK.
Lalu bagaimana kemudian Hasanuddin Mas'ud menyikapi ‘suara-suara’ sumbang di luar Golkar, simak petikan wawancara ekslusif Tribun Kaltim dengan Hasanuudin Masud berikut ini.
Setelah resmi dilantik sebagai Ketua DPRD Kaltim apa yang bapak lakukan?
Banyak program yang sudah disiapkan, paling utama melanjutkan kebijakan-kebijakan dari ketua kita yang terdahulu (Makmur HAPK). Berikutnya kita melakukan evaluasi supaya ke depannya lebih baik.
Bagaimana hubungan kita dengan eksekutif, karena memang hubungan eksekutif dan legislatif harus langgeng demi untuk masyarakat Kaltim ke depan.
Berarti akan melanjutkan kebijakan dari Pak Makmur ?
Ya, tepat sekali seperti itu.
Ada nggak kebijakan-kebijakan khusus yang dikeluarkan?
Kebijakan khusus tidak. Kita tentu sebagai manifestasi, referensiasi dari hampir 3 juta penduduk Kaltim, sama ya, mendahulukan semua kepentingan 10 kabupaten kota.
Saya kira selama ini sudah bagus cuma tinggal mendorong saja supaya ada akselerasi agar lebih cepat lebih tepat, mudah-mudahan hubungannya bisa lebih baiklah.
Apa Pak di awal-awal masa jabatan Bapak ini?
Ya saya pikir seperti biasa ya. Tugas-tugas biasa kita tugas-tugas legislatif .Terus sekarang sudah masuk ke pembahasan APBD murni lalu perubahan sudah kita lewati dan ini kita semua 55 orang anggota dewan bekerja sama terutama untuk memperjuangkan Dapil masing-masing dan tentu untuk semua rakyat Kaltim.
Pelantikan Ketua DPRD Kaltim, kabarnya masih menyisakan kontroversi. Bagaimana menyikapi hal tersebut?
Kontroversi tidak ya, mungkin dari media saja. Kalau internal kami (Partai Golkar) sih fine aja. Semua regulasi dilakukan tahapannya sudah benar.
Cuma memang ada tentu kalau ada yang suka ada yang tidak suka dengan perubahan-perubahan yang ada di internal.
Perubahan Ketua DPRD ini kan (kebijakan) internal dari partai Golkar selaku pemenang pemilu 2019, ya dinamika politik saya kira seperti itu.
Bagaimana Bapak menyikapi?
Kalau di internal saya kan tidak ada masalah, proses pergantian di internal Golkar itu memang ada.
Di tatib internal, dua setengah tahun kita bisa regulasi dilakukan rolling atau refreshing, kalau istilah kami apa namanya, penggantian antar waktu ya tetapi sebagai anggota Fraksi Golkar.
Nah termasuk juga evaluasi kepemimpinan ketua, jadi semua sama. Jadi saya pikir itu natural dan biasa saja, karena memang internal kami selalu melakukan evaluasi.
Kalau disebutkan dua setengah tahun tapi sebenarnya boleh setiap waktu saja bisa dilakukan kalau itu dianggap urgent ya untuk dilakukan. Itu di tatib Golkar ada, di internal partai.
Berarti sudah sesuai dengan mekanisme pergantian ini?
Iya, saya kira harusnya begitu. Jadi saya cerita sedikit. Pergantian ini tentu melalui mekanisme yang sudah ada di internal.
Jadi di kita, 12 anggota dewan itu sudah tentu melakukan persetujuan, kemudian kita ajukan ke DPP.
Diajukanlah 3 nama atau 4 dari kami kemarin, kebetulan dari tiga nama ini akhirnya setelah dilakukan matriks di DPP, keluarlah satu nama untuk diajukan.
Nah kebetulan waktu itu ada tiga dan termasuk salah satunya saya dan menurut matriks DPP yang seharusnya ke depan untuk melakukan rolling.
Maka PAW (pergantian antar waktu) ketua DPR bukan sebagai anggota DPR, AKD (alat kelengkapan dewan), setelah itu keluar ditandatangani oleh Ketua DPP dan sekretaris Pak Airlangga (Ketum Golkar) dan pak Lodewijk (Lodewijk Freidrich Paulus yang menjabat sebagai Wakil Ketua DPR RI periode 2021-2024) itu disampaikan ke DPD 1 Kaltim.
Nah waktu sampai ke DPD 1 ini, ada gejolak. Tentu dalam hal ini mungkin dari pihak beberapa teman yang diganti ini, anggaplah ketua kita, orang tua kita ayahanda pak Makmur ini merasa tidak paslah, tidak sreglah.
Sehingga beliau melakukan keberatan ke mahkamah partai. Di Mahkamah partai itu dikirim ke Jakarta itu digodok hampir 4 bulan tepatnya 6 bulan.
Setelah dilakukan penggodogan ternyata hasil dari dewan partai dewan kehormatan partai DPP tetap bahwa memang ini sesuai dengan mekanisme.
Sehingga pelaksanaan itu bisa dilakukan, setelah itu ada surat dari dewan kehormatan menyampaikan ke DPP dan dilanjutkan ke DPRD Kaltim. Barulah anggota dewan bisa melakukan Paripurna.
Bahwa memang ini ada penggantian langsung dari DPP sesuai dengan SK dari DPP dan Mahkamah partai.
Dan itu kesepakatan kami, bahkan kita jadwalkan setelah ada putusan dari dewan kehormatan partai baru boleh dilakukan pengumuman penggantian.
Dan itu sudah dilakukan di satu tahun yang lalu, kurang lebih bulan September 2021.
Ini saya cerita ya, cerita sedikit, karena ini mekanisme dan biar masyarakat juga tahu.
Setelah itu (pergantian) diumumkan, ternyata ada perlawanan. Sehingga jadi polemik. Jadi harusnya sudah selesai di internal.
Karena Ayahanda kita (Makmur) ini keberatan, itu dimasukkan ke PMH (perbuatan melawan hukum), dimasukkan ke PN (Pengadilan Negeri).
Keberatannya apa, perbuatan melakukan tuntutan perdata, nah ini sudah lepas ya, ini harusnya kan skemanya perselisihan di internal partai, itu pasalnya 33-32 nanti coba dilihat lagi.
Yang saya kira kalau ada sengketa partai, di sini kita partai ini karena ada (laporan) perbuatan melawan hukum oleh pihak Pak Makmur, yang dalam hal ini saya anggap orang tua kita, pihak Kementerian tidak berani mengeluarkan SK.
Walaupun ini secara internal sudah sah, karena ada gugatan perbuatan melawan hukum sehingga dari Kemendagri meminta ada dari fatwa Mahkamah Agung.
Sebenarnya ini suatu tindakan kehati-hatian dari pihak Kementerian Dalam Negeri, jangan sampai nanti timbul masalah hukum.
Alhamdulillah sebelum Mahkamah Agung mengeluarkan fatwa kita juga sudah minta ke Mahkamah Konstitusi untuk melihat ini.
Karena ini kan semacam kasus prudensi juga karena ini akan terjadi di daerah-daerah lain selain daripada Kaltim.
Karena perlu diketahui di Kalimantan Utara ini juga terjadi pergantian Ketua DPRD, harus diketahui dan ternyata pergantian itu cukup di DPP saja dan terjadi pergantian dan tidak ada masalah.
Tapi karena ini ada gugatan PMH-nya, maka ada fatwa dari Mahkamah Agung keluar.
Sebelum fatwa Mahkamah Agung itu, ada juga fatwa dari Mahkamah Konstitusi bahwa secara hukum pergantian ini sudah sah.
Untuk penyelesaian masalah di internal partai sesuai dengan pasal 33-32 itu.
Sehingga kalau nanti pihak Pak Makmur ingin melanjutkan tuntutan untuk perdatanya, silakan saja dilanjutkan.
Tapi untuk penggantian di DPR itu sah menurut hukum sesuai dengan persengketaan partai yang sudah dikeluarkan SK-nya oleh Kemendagri, sehingga ini clear.
Ini dua konstruksi hukum yang berbeda. Tuntutan perdata perbuatan melanggar hukum yang ketua lama itu mengajukan tuntutan berapa miliar, saya juga lupa, dan itu dimenangkan di tingkat Pengadilan Negeri.
Nanti ada PT, nanti dari PT kalau naik lagi ke MA. Bahkan ada nanti PK, jadi itu masih berjenjang.
Tapi jenjang hukum untuk perdata yang diminta oleh ketua, mungkin pak ketua, mungkin merasa ada kerugian secara materiil, sehingga penggantian ini dianggap dia harus (ajukan) ke PN. Silakan aja.
Tetapi kalau sengketa internal partai, penggantian itu sudah clear dengan SK Menteri dan itu tidak akan mungkin dikeluarkan oleh Menteri kalau ada hal-hal yang dianggap tidak sesuai dengan hukum atau melanggar aturan hukum.
Artinya keputusan PN Samarinda kemarin bisa dikesampingkan?
Iya dikesampingkan, dalam hal perbedaan konstruksi hukumnya yang satu perdata yang dituntut, yang satu ini sengketa internal partai untuk penggantian ketua DPRD.
Jadi ini berbeda bangunan hukumnya, tapi mungkin ini ditarik-tarik sehingga seolah-olah itu ada kaitan. (Tribun Kaltim/Fatimah Annazwa-Bagian 1)