Ibu Kota Negara

Warga Tersingkir dari IKN Nusantara, Uang Ganti Rugi Rumah dan Kebun tak Cukup untuk Beli Lahan

Editor: Amalia Husnul A
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi. Jaringan jalan di KIPP IKN, Kalimantan Timur. Kisah warga tersingkir dari IKN Nusantara. Uang ganti rugi rumah dan kebun tak cukup untuk beli lahan, kini harus pindah dari kampungnya sendiri

TRIBUNKALTIM.CO - Di balik riuh pembangunan IKN Nusantara di Kalimantan Timur (Kaltim) menyeruak kisah pilu warga yang terdampak. 

Sejumlah warga yang rumah dan kebunnya masuk kawasan IKN Nusantara, kini was was dengan nasibnya, apakah mereka masih bisa bertahan di kampungnya sendiri.

Salah satu warga di IKN Nusantara yang rumah dan kebunnya masih lahan IKN Nusantara harus merelakan satu-satunya hak milik untuk Pemerintah, dan ketika uang ganti rugi tak mencukup untuk membeli lahan yang baru, ia pun harus angkat kaki.

Hamidah, warga Sepaku yang berusia 60 tahun ini rumahnya hanya berjarak selang satu rumah dari pintu proyek Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) KIPP IKN.

Ia adalah warga di lingkaran kawasan IKN Nusantara yang harus tersingkir di awal pembangunan Ibu Kota Negara yang baru ini.

Hamidah kehilangan rumah dan kebunnya yang masuk Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) IKN Nusantara.

Rumah kayu berukuran 4x6 meter di Desa Bumi Harapan, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur ini menjadi tempat tinggal bagi Hamidah bersama anak perempuan dan dua cucunya.

Sementara kebun miliknya adalah tempatnya bergantung hidup.

Dan Hamidah harus kehilangan rumah dan kebunnya, sementara uang ganti rugi tak cukup untuk membeli lahan yang baru. 

Hamidah pun harus rela meninggalkan kampungnya.

Siang itu, Minggu (19/3/2023), Hamidah menghadiri undangan nikah keluarga di kampung sebelah.

“Sekalian pamit keluarga, sebentar lagi kami mau pindah dari sini,” ungkap perempuan 60 tahun ini saat ditemui Kompas.com di kediamannya, pada Minggu (19/3/2023) siang.

Baca juga: Meski Ada Proyek IKN Nusantara, Nasib Jembatan Tol Penajam-Balikpapan Tak Jelas

Hamidah tak punya pilihan lain selain meninggalkan kampungnya sendiri. 

Pada Desember tahun lalu, pemerintah sudah membayar ganti rugi kebun.

“Sekarang tunggu (rumah) dibayar kami mau pindah. Di sini sudah enggak punya apa-apa lagi.

Halaman
1234

Berita Terkini