Permasalahan kedua, isu mengenai hakim membicarakan substansi berkaitan dengan materi perkara yang sedang diperiksa.
"Ketiga, ada hakim yang menulis dissenting opinion (perbedaan pendapat dalam putusan), tapi bukan mengenai substansi," ujarnya.
"Jadi dissenting opinion itu kan perbedaan pendapat tentang substansi, tapi di dalamnya juga ada keluh-kesah yang menggambarkan ada masalah dalam mekanisme pengambilan keputusan. Padahal itu adalah (urusan) internal," lanjut Jimly.
Permasalahan keempat, isu mengenai adanya hakim yang berbicara masalah internal MK di publik.
Menurut Jimly, hal itu tak boleh karena dapat menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap institusi MK.
Kelima, pelanggaran prosedur, registrasi dan persidangan yang diduga atas perintah ketua hakim.
Baca juga: Update Sidang MKMK soal Putusan MK Batas Usia Capres Cawapres, Ada Dugaan Kebohongan Anwar Usman
Keenam, pembentukan MKMK yang dianggap lambat, padahal sudah diperintahkan oleh UU.
"Dewan etik Pak Bintan dulu mantan Dewan Etik, tapi setelah dua tahun terakhir ya sudah nggak ada, mati suri. Jadi nggak dibikin-bikin," tuturnya.
Ketujuh, soal manajemen dan mekanisme pengambilan keputusan.
Kedelapan, MK dijadikan alat politik, memberi kesempatan kekuatan dari luar menginterfensi ke dalam dengan nada kesengajaan.
Kesembilan, isu mengenai adanya pemberitaan di media yang sangat rinci.
Menurut Jimly, hal ini menjadi masalah internal MK. (*)
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul Sehari Jelang Putusan MKMK, Anwar Usman Terjepit, Jimly Asshiddiqie Anggap Bersalah: Tinggal Diputus