TRIBUNKALTIM.CO - India dan Jepang menjadi negara yang menerapkan program makan siang gratis, jauh sebelum Prabowo Subianto mencetuskan ide tersebut sebagai janjinya jika terpilih sebagai presiden.
Di Indonesia, program makan siang gratis kembali mengemuka setelah paslon nomor urut 02, Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka, menjadikan program tersebut sebagai program andalan pada Pilpres 2024.
Program makan siang gratis pun berpotensi terwujud, mengingat hingga saat ini pasangan Prabowo-Gibran masih unggul dalam real count KPU Pilpres 2024.
Kendati demikian, program makan siang gratis ala Prabowo-Gibran ini menuai pro dan kontra.
Baca juga: Chef Arnold Dikritik Gara-gara Bahas Biaya Makan Siang Gratis, Juri MCI Disebut tak Pernah ke Pasar
Baca juga: Usulan Airlangga Program Makan Siang Gratis Pakai Dana BOS, Ditolak Perhimpunan Guru dan Fraksi PKS
Baca juga: Gus Miftah Sebut Program Makan Siang Gratis Prabowo-Gibran Serupa dengan Amalan Nabi Ibrahim
Bahkan, berbagai pihak menilai program ini akan berdampak terhadap sektor-sektor lainnya jika tetap dilaksanakan.
Lantas, bagaimana penerapan program makan siang gratis di India dan Jepan, berikut ulasannya:
India
India telah menjalankan program makan siang gratis sejak 1925.
Di India, skema makan siang gratis anak sekolah menjamin hasil gizi yang positif dengan menghilangkan kelaparan dan kekurangan gizi.
Tak hanya itu saja, program ini juga membuat anak-anak dari keluarga kurang mampu dapat kembali bersekolah.
Skema makan siang atau mid-day meal scheme adalah program makan siang di India untuk anak-anak sekolah dengan tujuan meningkatkan status gizi.
Program nasional ini menyediakan makan siang gratis bagi anak-anak di sekolah negeri maupun sekolah bantuan pemerintah India.
Program makan siang di India pertama kali dimulai di kota selatan Chennai pada 1925.
Baca juga: Pakai Dana BOS Biayai Program Makan Siang Gratis, Guru Honorer Jadi Korban, Terancam tak Dapat Gaji
"Saya pernah melihat anak-anak melahap makanan panas dalam sekejap," kata Bishow Parajuli, pemimpin Program Pangan Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di India.
"Dampak yang mereka timbulkan terhadap rasa lapar, kewaspadaan, dan potensi pembelajaran mereka tidak dapat dilebih-lebihkan," imbuhnya.
Parajuli menyampaikan, hal yang membedakan program makan siang di India dengan negara-negara lain adalah pengaturannya dalam Undang-Undang Ketahanan Pangan.
"Undang-undang ini mewajibkan anak-anak diberi makan sebagai bagian dari lingkungan sekolah," kata Parajuli.
Berdasarkan undang-undang tersebut, pemerintah India tidak hanya menyisihkan dana untuk program, tetapi juga memastikan dana tersebut digunakan untuk memberi makan anak-anak.
Dengan kata lain, anak-anak akan mendapat makan, keluarga memperoleh bantuan ekonomi, sedangkan pemerintah dapat mencapai hasil positif dalam perkembangan anak.
Pemerintah India kemudian secara resmi meluncurkan Program Nasional Dukungan Gizi untuk Pendidikan Dasar (National Programme of Nutritional Support to Primary Education) pada 15 Agustus 1995.
Kala itu, pemerintah berharap dapat meningkatkan partisipasi, kehadiran, sekaligus tingkat gizi di kalangan anak-anak.
Baca juga: Beda Jokowi dan Para Menteri Soal Polemik Pembahasan Program Makan Siang Gratis Menurut Mahfud MD
Dikutip dari Kementerian Pendidikan India, Mahkamah Konstitusi India pada 2001 memberikan mandat kepada siapa pun perdana menteri dan gubernur untuk menjalankan program ini.
Putusan tersebut mengharuskan setiap anak di setiap sekolah dasar pemerintah dan bantuan pemerintah diberi makan siang dengan kandungan energi minimal 300 kalori dan protein 8-12 gram per hari selama minimal 200 hari.
Pada September 2004, skema kemudian ditambah dengan menyediakan bantuan biaya memasak yang dihitung sebesar 1 rupee India (Rp 189,5) per anak per hari sekolah.
Bantuan tersebut untuk menutupi biaya bahan baku makanan seperti kacang-kacangan, minyak goreng sayur, bumbu, bahan bakar, serta imbalan yang harus dibayarkan kepada pihak yang bertanggung jawab dalam memasak.
Pada Juli 2006, skema makan siang direvisi lebih lanjut, sehingga biaya memasak menjadi 1,80 rupee India (Rp 341,16) per anak per hari sekolah untuk negara bagian di wilayah timur laut.
Sementara itu, biaya memasak menjadi 1,50 rupee India (Rp 284,30) per anak per hari sekolah diberikan khusus negara bagian lain.
Di sisi lain, aturan nilai gizi juga diubah menjadi harus mengandung 450 kalori dan 12 gram protein per sajian makan siang.
Bahkan, pada Oktober 2007, skema makan siang diperluas hingga mencakup anak-anak kelas akhir sekolah dasar.
Baca juga: Anggaran Dana BOS Harus Naik 600 Persen Jika Dialokasikan untuk Makan Siang Gratis
Nama Program Nasional Dukungan Gizi untuk Pendidikan Dasar pun diubah menjadi Program Nasional Makan Tengah Hari di Sekolah (National Programme of Mid Day Meal in Schools) dengan nilai gizi sebesar 700 kalori dan 20 gram protein khusus anak sekolah dasar.
Program pemberian makanan di sekolah-sekolah India tidak hanya bermanfaat bagi penerimanya, tetapi juga keturunannya.
Dikutip dari Kompas.id, Minggu (7/1/2024), data nasional dari 1993 hingga 2016 menunjukkan dampak program mid-day meal ke ratusan ibu serta anak-anaknya.
Indikator utama yang dicek adalah skor tinggi-umur atau height-for-age z-score (HAZ). Semakin tinggi HAZ menandakan pertumbuhan yang lebih baik.
Hasilnya, skor tinggi-umur anak-anak yang lahir dari ibu penerima program makan siang lebih besar dibandingkan dengan anak-anak yang lahir dari ibu yang dulu tidak ikut program ini.
Program makan tengah hari terpantau berkontribusi terhadap 13-32 persen peningkatan HAZ di India dari 2006 hingga 2016.
Oleh karenanya, skema makan siang ini tidak hanya bermanfaat bagi yang menerima makan siang, tetapi juga anak mereka di kemudian hari atau disebut manfaat intergenerasional.
Selain itu, mid-day meal scheme juga memberikan perbaikan signifikan terhadap tingkat stunting dan melek huruf di India.
Baca juga: Jokowi Bantah Bahas Program Makan Siang Gratis, Cuma Minta Program Presiden Terpilih Masuk APBN 2025
Jepang
Program makan siang di sekolah sudah dirintis di Jepang sejak tahun 1889.
Tidak seperti anak-anak sekolah di negara lain yang membawa bekal mandiri dari rumah, murid di Jepang mendapatkan menu makan siang dari sekolah.
Dilansir dari laman Universitas Darma Persada, program ini tercatat pertama dilakukan di Prefektur Yamagata untuk anak-anak keluarga kurang mampu yang duduk di bangku sekolah dasar.
Melihat manfaatnya, pemerintah kemudian memberlakukan School Lunch Program Act, aturan program makan siang pelajar pada 1954.
Jepang memiliki konsep teori pendidikan makanan bernama shokuiku, yang dicanangkan pada 2005.
Pada 2008, dalam pembaharuan School Lunch Program Act, pemerintah secara resmi menetapkan kegiatan kyushoku, yang merupakan bentuk pengaplikasian shokuiku saat jam makan siang.
Tujuan utama kegiatan tersebut adalah mengembangkan kesehatan badan dan pikiran, serta mengaplikasikan ilmu makanan yang sudah diberikan terperinci oleh guru di kelas.
Baca juga: Program Makan Siang Gratis Bakal Masuk APBN, Bank Dunia Beri Sorotan, Singgung Pagu Defisit Fiskal
Menu makan siang di sekolah Jepang tidak terbuat dari bahan-bahan beku atau makanan cepat saji.
Di banyak sekolah, bahan makan siang dibuat dari awal dengan persiapan sederhana dilengkapi manajemen kebersihan dan nutrisi di fasilitas memasak.
Pedoman nutrisi dasar terkait makan siang di sekolah ditetapkan melalui School Lunch Program Act alias Undang-Undang Program Makan Siang Sekolah.
Namun, peraturan tersebut sangat minim dan tidak memiliki pedoman kalori yang akurat untuk anak-anak sekolah.
Sebagai gantinya, tim ahli gizi di banyak sekolah kerap membuat resep dengan mempertimbangkan keseimbangan nutrisi dalam menu makanan.
Tak jarang, sekolah telah menyiapkan menu makan siang untuk jangka waktu satu bulan, seperti yang dipraktikkan di Sekolah Dasar St Dominic’s Institute di Okamoto, Setagaya, Tokyo, Jepang.
Pantauan Kompas.com, Rabu (24/5/2023), tim ahli gizi sekolah kala itu menyiapkan menu utama berupa sepiring nasi kari daging khas Jepang berisi campuran daging, wortel, kentang, bawang bombai, dan kuah coklat kental.
Menu tersebut ditemani salad sayur, camilan crepes stroberi, yoghurt, serta minuman probiotik.
Baca juga: Jokowi Bantah Bahas Program Makan Siang Gratis, Cuma Minta Program Presiden Terpilih Masuk APBN 2025
Bukan hanya hidangan lokal, anak-anak juga diberi kesempatan untuk mencicipi menu makanan internasional.
Berbagai rasa mulai dari asin, manis, asam, dan pedas juga diajarkan pada anak, sehingga mereka memiliki pengalaman kuliner yang beragam.
Ahli gizi di Sekolah Dasar St Dominic's Institute Jepang Namekawa mengutarakan, yang terpenting dalam menyiapkan menu makan siang adalah mengacu pola makan sehat sesuai standar.
"Kami menggunakan takaran kalori yang dianjurkan sesuai kebutuhan anak usia sekolah dasar,” ujar dia.
Selain memperhatikan kebutuhan kalori anak untuk menjaga berat badan dan memenuhi gizi, pihak sekolah juga cermat memperhatikan komposisi nutrisi asupannya.
Setiap menu makan siang harus terdiri atas protein, karbohidrat, lemak, dan serat yang dapat mengakomodasi kebutuhan murid yang harus menimba ilmu dari pagi sampai sore hari.
Penggunaan garam dan gula pun dikontrol agar tidak berlebihan, serta menggunakan bahan makanan bebas atau minim pestisida, sayur dan buah organik, serta tanpa bumbu instan.
"Teknik memasak yang digunakan bisa beragam seperti menumis, memanggang, menggoreng, atau mengukus," ungkapnya.
Baca juga: Jokowi Bantah Bahas Program Makan Siang Gratis, Cuma Minta Program Presiden Terpilih Masuk APBN 2025
Saat ini, diperkirakan hampir semua sekolah dasar dan 90 persen sekolah lanjutan tingkat pertama di Jepang melaksanakan program makan siang di sekolah.
Dikutip dari laman Japan Educational Travel, menu makan siang khusus murid di Negeri Sakura dipatok dengan harga yang relatif murah.
Rata-rata biaya makan siang sekolah bulanan yang dibayarkan oleh orangtua di sekolah dasar adalah 4.343 yen atau sekitar Rp 452.000 (kurs Rp 104 per bulan).
Untuk sekolah menengah pertama negeri, rata-rata biaya makan siang sekitar 4.941 yen atau Rp 514.000 per bulan.
Angka tersebut berdasarkan survei dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Olahraga, Sains, dan Teknologi Jepang pada 2018.
Menyediakan makanan bergizi tinggi di sekolah dengan biaya rendah dinilai memiliki pengaruh yang baik terhadap kesehatan anak-anak.
Pakar gizi dari Kanagawa Institute of Technology Jepang Profesor Naomi Aiba menjelaskan, manfaat shokuiku yang diterapkan sejak dini utamanya untuk membentuk pola makan sehat.
"Jika sudah dibiasakan makan tidak berlebihan, komposisi gizinya lengkap, dan makan teratur seperti yang diajarkan di shokuiku, berat badan bisa terkontrol dan penyakit terkait gaya hidup tidak sehat bisa dicegah," jelas Aiba.
Kondisi tersebut diduga berhubungan erat dengan tingginya harapan hidup dan rendahnya tingkat obesitas di Jepang.
Saat makan siang, siswa belajar etika makan, memakai beragam alat makan, sopan santun, postur makan, serta makan dengan menu sehat.
Siswa pun melayani diri mereka sendiri, dan membersihkan diri usai makan sampai batas waktu tertentu tanpa bantuan petugas kebersihan.
Bagi orang-orang yang dibesarkan di Jepang, perilaku ini merupakan hal yang wajar untuk diterapkan.
Selain menuntaskan rasa lapar, program makan siang di sana juga mendorong kemandirian siswa serta mengembangkan rasa tanggung jawab dan budaya makan sehat. (*)
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Kaltim dan Google News Tribun Kaltim untuk pembaruan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Menilik Program Makan Siang Sekolah di Jepang yang Dirintis sejak 1889"
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Melihat Program Makan Siang Gratis di India, Anggaran, Skema, dan Dampaknya"