TRIBUNKALTIM.CO - Keberanian Megawati Soekarnoputri diharapkan dapat mengilhami keputusan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sidang sengketa gugatan Pilpres 2024.
Hal ini diungkapkan Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun, yang memberikan respons atas isi tulisan yang dituangkan Megawati Soekarnoputri.
Refly Harun menilai, isi pesan yang dituliskan Megawati Soekarnoputri dinilai dapat memberikan petunjuk, maupun penerangan, terutama kepada Hakim MK untuk membuat keputusan yang seadil-adilnya.
Bahkan, menurut Refly, keputusan Hakim MK yang membatalkan kemenangan Prabowo-Gibran, dinilai dapat menentukan arah demokrasi Indonesia di masa depan.
Baca juga: Sejarah 27 Februari: Badan Penyehatan Perbankan Nasional Dibubarkan Megawati Soekarnoputri
Baca juga: Megawati Tugaskan Puan Ketemu Prabowo Lebih Dulu, TKN sebut PDIP Bakal Diajak Gabung Pemerintah
Menurut Refly, sesungguhnya yang dibutuhkan delapan hakim MK saat ini bukan lagi bukti, melainkan keberanian untuk memulai babak baru, bahwa siapa pun yang berlaku curang pada pilpres, akan mendapatkan hukuman yang dari kacamata demokrasi, wajib dijatuhkan, seperti mendiskualifikasi pasangan capres-cawapres nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Diskualifikasi ini menjadi bagian dari petitum permohonan paslon nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan paslon nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Diketahui, Megawati menulis opini berjudul “Kenegarawanan Hakim Mahkamah Konstitusi” di Harian Kompas edisi, Senin (8/4/2024).
“Mudah-mudahan, apa yang disampaikan Megawati memberikan penerangan bagi kita semua utamanya kepada hakim MK, bahwa inilah saatnya kita harus berani menunjukkan bahwa kita tidak takut ketika harus membela kebenaran walaupun kebenaran itu berusaha dihalangi dengan senjata,” kata Refly dalam keterangannya, Selasa (9/4/2024).
“Mudah-mudahan tulisan Megawati memberikan ilham bagi hakim MK untuk memutus. Sebenarnya yang dibutuhkan bukan lagi bukti tetapi keberanian untuk menentukan arah demokrasi Indonesia,” sambungnya.
Dia berharap semakin banyak tokoh masyarakat yang menyampaikan amicus curiae, sebagai sahabat pengadilan untuk memberikan dorongan dukungan keberanian kepada hakim MK agar memutus perkara sebaik-baiknya, sebenar-benarnya, serta sesuai apa yang berkembang di masyarakat dan di ruang pengadilan.
Sebab, terlalu mudah untuk menunjukkan bagaimana cawe-cawe Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memenangkan Prabowo-GIbran.
“Tapi masalahnya adalah apakah hakim MK punya keberanian untuk mendiskualifikasi paslon nomor 02 atau setidak-tidaknya mendiskualifikasi Gibran Rakabuming Raka,” kata Refly.
Baca juga: Tulisan Terbaru Megawati Singgung Jokowi, Pilpres 2024, Kenegarawanan Hakim MK, Bahlil Pasang Badan
Sebelumnya dikutip dari Kompas.id, Megawati menuliskan rakyat Indonesia sedang menunggu dan akan mencatatkan dalam sejarah bangsa, apakah hakim Mahkamah Konstitusi dapat mengambil keputusan sengketa pemilu presiden dan wakil presiden sesuai dengan hati nurani dan sikap kenegarawanan, ataukah membiarkan praktik elektoral penuh dugaan penyalahgunaan kekuasaan (”abuse of power”) dalam sejarah demokrasi Indonesia?
Menurut Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Prof. Hamid Awaluddin, di dalam artikel itu Megawati terlihat sangat berharap supaya MK bisa melihat dugaan kecurangan dalam Pilpres 2024 dari sisi lain.
"Saya melihat secara positif bahwa dia mengharapkan Mahkamah Konstitusi itu dalam memutuskan perkara yang disengketakan sekarang ini, hasil Pemilu, tidak hanya berkutat pada angka-angka statistik. Berapa jumlah TPS yang tidak menyelenggarakan secara baik, tapi dia ingin melihat prosesnya," kata Hamid dikutip dari program Kompas Petang dari kanal YouTube Kompas TV, Selasa (9/4/2024).
Hamid juga mengutip kata-kata soal voting behaviour atau tingkah laku pemilih yang ditentukan oleh social expenditure atau alokasi bantuan buat masyarakat dari pemerintah yang disampaikan Megawati dalam artikel opini.
"Dalam konteks ini secara spesifik beliau memberi contoh adalah bantuan sosial yang bisa mempengaruhi pilihan seseorang," ujar Hamid.
Hamid juga menilai artikel itu memperlihatkan ada sesuatu yang menggelitik hati nurani dan pemikiran Megawati.
"Tidak ada kekuatan yang bisa menghalangi fajar menyingsing di ufuk timur" dalam artikel opini Megawati dianggap merupakan pernyataan tidak ada satu pihak pun yang bisa menyembunyikan kebenaran.
"Maknanya adalah kebenaran itu akan terkuak. Jangan paksakan menyembunyikan kebenaran karena kebenaran yang diidentifikasi sebagai fajar itu tetap akan muncul. Hukum alam adalah fajar menyingsing di ufuk timur," ucap Hamid.
Baca juga: Terima Tantangan Kubu Prabowo-Gibran, Megawati Turun Gunung, Siap Hadir di Sidang MK
Sebelumnya diberitakan, Megawati menyinggung sejumlah hal terkait politik melalui artikel opini yang diterbitkan Harian Kompas.
Dalam atribusi pada artikel, Megawati menyebut dirinya sebagai "seorang Warga Negara Indonesia."
Menurut Megawati, hakim Mahkamah Konstitusi mesti bersikap negarawan karena bertanggung jawab terhadap terciptanya keadilan substantif dan menempatkan kepentingan bangsa dan negara sebagai hal yang paling utama.
Megawati menyatakan, keadilan dalam perspektif ideologis harus dijabarkan ke dalam supremasi hukum.
Budaya hukum, tertib hukum, institusionalisasi lembaga penegak hukum, dan keteladanan aparat penegak hukum menjadi satu kesatuan supremasi hukum.
"Sumpah presiden dan hakim Mahkamah Konstitusi menjadi bagian dari supremasi hukum. Namun, bagi hakim Mahkamah Konstitusi, sumpah dan tanggung jawabnya lebih mendalam dari sumpah presiden," lanjut Megawati.
Dalam tulisan opini itu Megawati juga menyampaikan presiden adalah pihak yang wajib bertanggung jawab mempraktikkan etika dalam bernegara.
"Presiden memegang kekuasaan atas negara dan pemerintahan yang sangat besar. Karena itulah penguasa eksekutif tertinggi tersebut dituntut standar dan tanggung jawab etikanya agar kewibawaan negara hukum tercipta," ucap Megawati.
Baca juga: Projo Sindir Balik Hasto Usai Sekjen PDIP sebut Jokowi Ingin Ambil Kursi Ketua Umum dari Megawati
Megawati juga menyatakan Presiden berdiri di atas semua golongan dan bertanggung jawab atas keselamatan seluruh bangsa dan negara.
"Segala kesan yang menunjukkan bahwa presiden memperjuangkan kepentingan sendiri atau keluarganya adalah fatal. Sebab presiden adalah milik semua rakyat Indonesia," ucap Megawati.
Megawati mengatakan, pengerahan aparatur negara dalam Pemilu buat kepentingan pihak tertentu terjadi sejak 1971.
Praktik itu, kata Megawati, berlangsung sampai 2024 yang menurutnya puncak evolusi kecurangan.
"Pilpres 2024 merupakan puncak evolusi hingga bisa dikategorikan sebagai kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM)," ujar Megawati.
Megawati menyampaikan, dugaan kecurangan pada Pemilu 2024 juga diwarnai dengan motif nepotisme yang mendorong penyalahgunaan kekuasaan Presiden.
"Nepotisme ini berbeda dengan zaman Presiden Soeharto sekalipun karena dilaksanakan melalui sistem pemilu ketika Presiden masih menjabat dan ada kepentingan subyektif bagi kerabatnya," kata Megawati.
Megawati juga mengingatkan supaya para Hakim Konstitusi yang menangani sengketa hasil Pilpres 2024 selalu menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan.
Baca juga: Hasto Ngotot Ingin Jokowi Dihadirkan di MK, Bongkar Sisi Gelap Kekuasaan, Bandingkan dengan Megawati
"Oleh karena itulah, belajar dari putusan Perkara Nomor 90 di Mahkamah Konstitusi yang sangat kontroversial, saya mendorong dengan segala hormat kepada hakim Mahkamah Konstitusi agar sadar dan insaf untuk tidak mengulangi hal tersebut," papar Megawati.
Berikut isi tulisan Megawati Soekarnoputri:
Di tengah penantian lahirnya keadilan sejati di Mahkamah Konstitusi, perhatian saya tertuju pada sebuah patung Dewi Keadilan.
Patung itu ditaruh di samping meja ruang rapat kediaman saya agar mengingatkan pentingnya keadilan hakiki tanpa balutan kepentingan lain, kecuali keadilan itu sendiri.
Patung Dewi Keadilan yang saya beli ketika berada di Amerika Serikat itu mengandung beberapa pesan kuat.
Pertama, mata Dewi Keadilan tertutup kain. Mata tertutup menghadirkan ”keadaan gelap” agar tak tersilaukan oleh apa yang dilihat mata.
Dengan mata tertutup itu, terjadi dialog dengan hati nuraninya dalam memutuskan perkara dengan tidak membedakan siapa yang berbuat.
Kedua, timbangan keadilan sebagai cermin keadilan substantif.
Ketiga, pedang yang diturunkan ke bawah menegaskan bahwa hukum bukanlah alat membunuh, tetapi didasarkan pada norma, etika, kesadaran hukum, dan tertib hukum serta keteladanan para aparat penegak hukum.
Alangkah indahnya Dewi Keadilan!
Bagi bangsa Indonesia, pentingnya keadilan dalam seluruh kehidupan bernegara tecermin dalam Pancasila.
Sebab Pancasila lahir sebagai jawaban atas praktik hidup eksploitatif akibat kolonialisme dan imperialisme.
Pancasila merupakan falsafah pembebasan yang terlahir dari dialog kritis antara Bung Karno dan Pak Marhaen.
Dari situlah gagasan keadilan itu ditempatkan secara ideologis.
Keadilan dalam perspektif ideologis harus dijabarkan ke dalam supremasi hukum.
Budaya hukum, tertib hukum, institusionalisasi lembaga penegak hukum, dan keteladanan aparat penegak hukum menjadi satu kesatuan supremasi hukum.
Sumpah presiden dan hakim Mahkamah Konstitusi menjadi bagian dari supremasi hukum.
Namun, bagi hakim Mahkamah Konstitusi, sumpah dan tanggung jawabnya lebih mendalam dari sumpah presiden.
Karena itulah persyaratan menjadi hakim Mahkamah Konstitusi juga lebih berat, yakni tidak hanya menjalankan seluruh peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya sesuai Undang-Undang Dasar, tetapi juga ditambahkan syarat lainnya, yakni memiliki sikap kenegarawanan.
Dengan sikap kenegarawanan tersebut, hakim Mahkamah Konstitusi bertanggung jawab terhadap terciptanya keadilan substantif dan menempatkan kepentingan bangsa dan negara sebagai hal yang paling utama.
Dengan tanggung jawab ini, keputusan hakim Mahkamah Konstitusi atas sengketa pemilu presiden dan wakil presiden (pilpres) sangat ditunggu rakyat Indonesia, apakah keadilan substantif dapat benar-benar ditegakkan, atau sebaliknya semakin terseret ke dalam pusaran tarik-menarik kepentingan kekuasaan politik? (*)
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Kaltim dan Google News Tribun Kaltim untuk pembaruan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Megawati Dinilai Kirim Pesan Harapan supaya MK Selisik Proses Pilpres 2024"