Berita Nasional Terkini

Dampak Negatif Koalisi Gemuk Pilpres 2024 di Kabinet Prabowo-Gibran

Penulis: Kun
Editor: Amalia Husnul A
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden dan Wakil Presiden RI Terpilih 2024-2029 - Dampak negatif koalisi gemuk Pilpres 2024 di Kabinet Prabowo-Gibran.

TRIBUNKALTIM.CO - Simak informasi seputar kabinet Prabowo-Gibran terbaru,

Dampak negatif koalisi gemuk Pilpres 2024 di Kabinet Prabowo-Gibran.

Gemuknya koalisi partai politik (parpol) pengusung Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dinilai bakal menghilangkan fungsi checks and balance.

Khususnya dalam politik parlemen dalam hal proses menjalankan pemerintahan Prabowo-Gibran.

Selengkapnya ada dalam artikel ini.

Baca juga: Efek Buruk Koalisi Gemuk Pilpres 2024 di Kabinet Prabowo-Gibran

Baca juga: Perintah Jokowi ke Sri Mulyani Agar Komunikasi dengan Prabowo, 5 Menteri Berpeluang Isi Kabinet Baru

Baca juga: Pengamat Nilai Ganjar Blunder Deklarasi Oposisi ke Pemerintahan Prabowo, Langkahi PDIP dan Megawati

Sebagaimana diketahui parpol yang menjadi lawan Prabowo-Gibran dalam kontestasi Pilpres 2024, NasDem dan PKB misalnya, mulai merapat untuk masuk dalam lingkaran koalisi tak lama setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan Prabowo-Gibran jadi Presiden dan Wakil Presiden terpilih.

Manajer Riset dan Program, The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), Arfianto Purbolaksono menyayangkan hal itu.

Menurutnya partai yang kalah seharusnya dapat konsisten berdiri di luar pemerintahan.

"Jangan sampai hanya untuk bertahan hidup, partai-partai tersebut mengorbankan demokrasi.

Karena menjadi oposisi, bisa jadi tugas mulia agar demokrasi kita lebih sehat lagi kedepannya.

Jangan sampai masyarakat hanya dipertontonkan pragmatisme dalam memperebutkan kekuasaan belaka,” ujar Arfianto dalam keterangannya, Kamis (9/5/2024).

Arfianto mengatakan jika koalisi Pemerintahan Prabowo-Gibran menjadi menggandeng semua pihak, hal ini akan membuat checks and balances sulit dilakukan karena sudah bersatunya koalisi di eksekutif dan di legislatif.

Serta akan mengakibatkan sulitnya pihak yang benar-benar oposisi untuk bekerja karena jumlahnya yang dan tidak cukup kuat untuk mengawasi eksekutif dengan komposisi yang sedemikian besar.

Lanjut Arfianto, demokrasi juga seharusnya tidak hanya diawasi oleh parlemen, namun publik dan pemangku kepentingan lainnya.

Baca juga: Prediksi Susunan Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat: Jangan Sembarangan Dikasih ke Partai

Selain itu, kritik dari oposisi seharusnya dapat menjadi masukkan berharga bagi Pemerintahan Prabowo-Gibran agar dapat merumuskan kebijakan yang baik untuk rakyat.

“Saat ini, kita membutuhkan partai politik yang bukan hanya berorientasi untuk mendapatkan kekuasaan belaka, tetapi juga berjuang dengan ideologi dan segenap sumber daya yang dimilikinya, untuk mendorong kebijakan publik yang lebih baik,” ucap Arfianto.

Di sisi lain, Arfianto juga mendorong perbaikan kualitas partai politik sebagai salah satu pilar demokrasi dan menerapkan demokrasi substansial, bukan hanya prosedural.

Upaya-upaya yang harus dilakukan adalah seperti penguatan kelembagaan parpol agar menjadi institusi demokrasi yang kuat dan berjalan dengan optimal.

Selanjutnya, upaya perbaikan rekrutmen politik yang harus dilakukan dengan menerapkan asas kesetaraan dan gender, serta mempertimbangkan meritokrasi.

Kemudian yang paling penting adalah pemasukan dan penggunaan uang oleh parpol dan calon harus diungkap dan dilaporkan menurut ketentuan yang berlaku, baik yang berasal dari subsidi pemerintah maupun sumbangan.

Hal ini dilakukan sebagai bagian implementasi transparansi kepada publik.

Baca juga: Peluang Ahmad Dhani dan Raffi Ahmad Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran, Ini Kata Gerindra

Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman menyebut, sejatinya soal pembentukan kabinet itu murni merupakan hak prerogatif dari Prabowo Subianto sebagai Presiden terpilih.

Oleh sebab itu, menurut Habiburokhman, Prabowo pun memiliki hak untuk menambah atau pun mengurangi jumlah kementerian sebagai instrumen pendukung pemerintahannya.

Hal itu disampaikan Habiburokhman saat merespons isu munculnya rencana pembentukan kementerian baru dengan jumlah total 40 kementerian.

"Baik secara substansi, baik konstitusi (pembentukan kementerian) itu ada di Pak Prabowo, sebagai presiden elected."

"Apakah (tim yang) besar efektif, tidak efektif dan lain sebagainya kan tentu pertimbangan beliau," kata Habiburokhman di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (6/5/2024).

Habiburokhman pun mendukung jika Prabowo ingin menambah jumlah kementerian.

Menurutnya, Indonesia merupakan negara yang besar, dan memiliki tujuan dan cita-cita yang besar juga.

Oleh karenanya dengan melibatkan banyak pihak, maka tujuan untuk mewujudkan cita-cita itu akan semakin baik dilakukan.

"Jadi kalau memang ingin melibatkan banyak orang, menurut saya juga nggak ada masalah."

"Justru semakin banyak semakin bagus kalo saya pribadi," kata Habiburokhman.

Habiburokhman pun meminta kepada publik untuk tidak membaca bentuk 'besar' itu identik dengan badan gemuk yang memiliki gaya hidup tidak sehat.

Baginya, postur gemuk di jajaran kabinet lain halnya dengan postur tubuh manusia.

Sehingga, dalam urusan kenegaraan, jumlah pihak yang dilibatkan semakin banyak maka dinilai akan semakin baik.

"Jadi kita gak bicara, kalau gemuk dalam konteks fisik seorang perorang itu kan tidak sehat, tapi dalam konteks negara jumlah yang banyak itu artinya besar, buat saya bagus, negara kita kan negara besar. Tantangan kita besar, target target kita besar," kata Habiburokhman.

"Wajar kalau kita perlu mengumpulkan banyak orang, berkumpul dalam pemerintahan sehingga jadi besar," ujar Habiburokhman.

Diketahui, pada pemerintahan Prabowo-Gibran nanti kabarnya akan ada sebanyak 40 kementerian.

Jika demikian, maka jumlah kementerian para era ini akan mengalami peningkatan dibandingkan jumlah kementerian di pemerintahan sebelumnya.

Dalam kesempatan lain, Habiburokhman menuturkan bahwa penambahan kementerian tidak melanggar peraturan undang-undang. 

Pasalnya, hal ini bisa diubah melalui legislative review atau proses legislasi, maupun lewat judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK). 

Sehingga, penambahan jumlah kementerian tentu bisa dilakukan dengan cara melakukan penyesuaian di undang-undangnya.

"Saya belum tahu apakah akan ada kementerian untuk kabinet Pak Prabowo, tetapi kalau toh ada usulan untuk penambahan kementerian, tentu di undang-undangnya bisa disesuaikan dengan ketentuan konstitusi."

"Tinggal nanti kita lihat situasi seperti apa, kalau diubah bisa lewat legislative review lewat perubahan atau bisa judicial review," kata Habiburokhman, Rabu (8/5/2024). 

Namun kata Habiburokhman, jadi tidaknya menambah kementerian tergantung kebijakan Prabowo.

Ia kembali menegaskan bahwa perubahan ini murni adalah hak Prabowo.

"Yang paham dan tahu betul kepentingan berubah atau tidaknya adalah presiden," pungkas Habiburokhman. (*)

Ikuti berita menarik lainnya di saluran whatsapp dan google news Tribun Kaltim

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Gemuknya Koalisi Prabowo-Gibran Dikhawatirkan Hilangkan Fungsi Check and Balances Parpol di Parlemen

Berita Terkini