Dugaan politik uang yang mereka angkat di seharusnya diselesaikan di Bawaslu, bukan di MK.
Termasuk pada dalil borong partai, kemudian klaim 02 terkait dugaan pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang tentunya memerlukan bukti konkret.
Baca juga: Gugatan Isran-Hadi terkait Hasil Pilkada Kaltim 2024, Jadwal Sidang MK, Kesiapan KPU dan Bawaslu
Serta adanya intervensi penyelenggara serta pihak aparatur pemerintahan yang “bermain” dalam Pilkada 2024, yang hal ini juga mesti butuh pembuktian.
Jaidun tak ingin banyak menanggapi, karena hal itu telah menyangkut pada persoalan yang jadi pokok perkara dan pembuktian yang semestinya dibahas ketika sidang dismissal/pendahuluan telah terlewati.
“Sebelum tahap pembuktian, sidang dismissal/pendahuluan, baru masuk ke pokok perkara, jadi saya tidak ingin bicara bukti.
Kalau sudah lewat dismissal, baru kita bicara pokok perkara. Kita fokus dulu pada sidang pendahuluan (dismissal),” tegasnya.
Pihak 02 yang beranggapan dalam Pasal 158 UU Pilkada mengatur ambang batas perbedaan suara yang bisa diajukan sebagai perselisihan hasil di MK.
Ambang batas ditetapkan berdasarkan jumlah penduduk di wilayah yang bersangkutan, baik untuk tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Untuk provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan dua juta jiwa, ambang batas perbedaan suara yang dapat diajukan sebagai perselisihan adalah maksimal 2 persen dari total suara sah hasil penghitungan suara.
Jaidun pun tak ingin banyak menanggapi terkait hal ini, menurut pihaknya, hal tersebut sah saja menjadi sudut pandang kubu 02
Baca juga: Isran-Hadi Gugat Hasil Pilkada Kaltim 2024, Tahapan dan Jadwal Penanganan Perselisihan Pilkada di MK
Ia juga berharap MK tidak terpaku pada soal hitung-hitungan angka, tetapi juga menilai seluruh proses pilkada apakah sesuai atau bertentangan dengan UUD 1945.
Penyelenggaraan Pilkada harus dilakukan secara demokratis.
Dalilnya terkait kecurangan yang berpengaruh signifikan pada hasil Pilkada, maka pembatasan Pasal 158 UU Pilkada semestinya bisa diterobos.
Permohonan yang diajukan masih berkaitan kecurangan/pelanggaran yang bersifat atau berpotensi merusak tegaknya pemilu yang luber dan jurdil sesuai amanat Pasal 18 ayat (4) UUD 1945.
Pihaknya juga optimis bahwa permohonan sengketa hasil Pilkada Kaltim 2024 bisa diterima oleh MK dan dilanjutkan pada tahap sidang pembuktian nantinya.