TRIBUNKALTIM.CO - Setelah mendapatkan kritikan hingga kecaman dari masyarakat secara luas soal pernyataan kontroversial dalam sebuah segmen wawancara, Fadli Zon akhirnya angkat bicara melalui pernyataan resmi yang dibagikan oleh akun Instagram Kementerian Kebudayaan (Kemenkebud).
Sebelumnya pada Senin (8/6/2025), Fadli Zon hadir sebagai narasumber dalam program Real Talk yang dipandu oleh Uni Lubis di kanal YouTube IDN Times dan sempat menyinggung bahwa peristiwa pemerkosaan massal tahun 1998 tidak ada buktinya.
Bahkan, ia menyebut bahwa peristiwa tersebut hanya berdasarkan rumor yang beredar dan tidak pernah ada buktinya.
"Nah, ada perkosaan massal. Betul enggak ada perkosaan massal? Kata siapa itu? Itu enggak pernah ada proof-nya (bukti). Itu adalah cerita. Kalau ada, tunjukkan. Ada enggak di dalam buku sejarah itu? Enggak pernah ada," ucap Fadli Zon saat itu.
Dirinya juga mengakui pernah membantah keterangan tim pencari fakta yang pernah memberikan keterangan bahwa adanya pemerkosaan masal pada peristiwa Mei 1998.
Baca juga: Kenapa Sejarawan Ita Fatia Nadia Sebut Fadli Zon Pendusta Soal Pemerkosaan Massal Mei 1998?
"Saya sendiri pernah membantah itu dan mereka tidak bisa buktikan. Maksud saya adalah, sejarah yang kita buat ini adalah sejarah yang bisa mempersatukan bangsa dan tone-nya harus begitu," lanjutnya.
Hal tersebut sontak menuai respons dan kritik dari berbagai kalangan karena dianggap sebagai penyangkalan dan nirempati kepada penyintas yang mengalami kasus pemerkosaan.
Seperti Komnas Perempuan yang kemudian menerbitkan siaran pers bertajuk "Penyangkalan Peristiwa Kekerasan Seksual Mei 1998 adalah Kekerasan Berulang" pada Minggu (15/6/2025).
"Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyampaikan keprihatinan dan mengkritik pernyataan Menteri Kebudayaan yang menyangkal terjadinya kekerasan seksual dalam Tragedi Mei 1998."
"Komnas Perempuan mengingatkan bahwa hasil laporan resmi Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) terkait kerusuhan Mei 1998 mengungkapkan temuan adanya pelanggaran HAM yakni peristiwa 85 kasus kekerasan seksual, termasuk 52 kasus perkosaan."
"Temuan tersebut telah disampaikan langsung kepada Presiden BJ Habibie dan menjadi dasar pengakuan resmi negara terkait fakta kekerasan seksual terhadap perempuan dalam Tragedi Mei 1998, yang ditindaklanjuti dengan pembentukan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) melalui Keppres No. 181 Tahun 1998," seperti dikutip dari siaran pers Komnas Perempuan
Komisioner Komnas Perempuan, Dahlia Madanih menegaskan bahwa penyangkalan ini hanya memperpanjang rasa sakit yang dialami oleh penyintas kasus pemerkosaan pada Mei 1998.
"Penyintas sudah terlalu lama memikul beban dalam diam. Penyangkalan ini bukan hanya menyakitkan, tapi juga memperpanjang impunitas," tegas Dahlia.
Respons Fadli Zon: Ini Menyangkut Kebenaran dan Nama Baik Bangsa
Dalam keterangan tertulis yang diunggah oleh Kemenkebud di Instagram, Fadli Zon pertama-tama menyampaikan apresiasi kepada publik yang semakin peduli pada sejarah. Utamanya pada era transisi reformasi pada Mei 1998.
Ia mengakui bahwa peristiwa 'huru-hara' pada 13-14 Mei 1998 memang menimbulkan sejumlah silang pendapat dan beragam perspektif. Termasuk soal ada atau tidaknya "pemerkosaan massal".