Jika examination dan cross examination bersimpulan sama, beres masalah tapi jika berbeda, hasil cross examination bisa diajukan ke hakim untuk kemudian 'dipertandingkan' dengan hasil examination.
Barulah nanti hakim yang memutuskan, hasil manakah yang terpercaya sebagaimana bentuk pemenuhan azas fairness.
Persoalannya, praktik sedemikian rupa belum lazim di Indoensia, bahkan belum ada.
"Pengujian forensik masih dikuasai oleh polisi, pihak lain tidak memiliki akses setara untuk mengeksaminasi silang apa-apa yang telah disimpulkan polisi," ujarnya.
Diharapkan penyempurnaan fairness terkait examination dan cross examination bisa masuk dalam RUU KUHAP versi baru yang tengah digodok DPR.
Polisi Tak Perlu Ungkap Motif ke Publik
Kepolisian Daerah Metro Jaya telah menggelar konferensi pers terkait dengan kasus kematian diplomat muda Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Arya Daru Pangayunan.
Berdasarkan hasil penyelidikan dan penyidikan, kepolisian menyimpulkan bahwa meninggalnya diplomat muda Kemenlu tersebut tidak melibatkan pihak lain.
Adapun hasil autopsi yang dilakukan oleh tim forensik dari RSCM menunjukkan Arya Daru Pangayunan meninggal karena asfiksia (mati lemas) yang dipicu gangguan pertukaran oksigen di saluran napas bagian atas.
Pihak kepolisian juga tidak mengungkap motif kematian Arya Daru Pangayunan.
Meskipun motifnya tidak diungkap ke publik, mantan Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Pol (Purn) Susno Duadji setuju dengan keputusan pihak kepolisian tersebut.
Susno Duadji menilai motif kematian Arya Daru Pangayunan tak etis untuk disampaikan ke publik.
Baca juga: Penyebab Lebam di Tubuh Diplomat Arya Daru Terungkap, Dokter Forensik: Kekerasan Benda Tumpul
Kematian Arya Daru
Diplomat Kemlu Arya Daru Pangayunan ditemukan tewas di kamar indekosnya di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (8/7/2025) pagi.
Saat ditemukan, korban dalam posisi tergeletak di atas kasur.