TRIBUNKALTIM.CO, TENGGARONG – Harga beras lokal di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) mulai mengalami penurunan.
Seiring mendekatnya musim panen, pedagang di pasar tradisional menyebut pasokan dari petani lokal masih mencukupi dan stok dipastikan aman.
Salah satu pedagang beras di Pasar Mangkurawang, Supriyono, mengungkapkan bahwa mayoritas beras yang ia jual berasal dari petani lokal.
Ia mengaku belum perlu mengambil dari luar daerah karena panen dalam waktu dekat akan segera dilakukan.
Baca juga: 2 Warga Embalut Kukar yang Tenggelam di Sungai Mahakam Ditemukan Meninggal Dunia
“Kalau untuk stok kemungkinan besar masih aman. Karena petani lokal sebentar lagi panen,” ujar Supriyono, pemilik Toko Alfian, saat ditemui di kiosnya, Selasa (5/8/2025).
Supriyono menyebutkan, selama ini dirinya lebih mengandalkan pasokan dari wilayah-wilayah sentra produksi padi di Kukar seperti Muara Kaman dan Rapak Lambur. Ia mengatakan, pasokan terbesar justru datang dari Muara Kaman yang dikenal sebagai salah satu lumbung padi lokal.
“Mayoritas yang saya jual itu dari petani lokal. Hampir semuanya. Kecuali kalau kosong, baru ambil dari luar,” jelasnya.
Ia menyebut harga beras lokal saat ini masih berada di kisaran Rp14.000 hingga Rp15.000 per kilogram, tergantung pada kualitasnya. Menurutnya, harga mulai menurun seiring mendekatnya musim panen.
“Sekarang sudah mulai turun, biasanya jadi Rp14.000. Kalau belum panen, ya biasa Rp15.000,” ucapnya.
Kualitas beras turut menjadi faktor utama dalam penentuan harga. Untuk beras yang lebih bersih dan pulen, harga bisa tetap tinggi.
“Kalau barang bagus, harganya bisa tetap di Rp15.000. Tapi kalau kualitas biasa, bisa lebih murah,” ujarnya.
Meski sesekali mengambil stok dari luar daerah, Supriyono menegaskan sumber pasokannya lebih banyak berasal dari Jawa, bukan dari Sulawesi seperti yang umum dijual di tempat lain.
“Saya nggak terlalu utamakan yang dari luar. Biasanya kalau ambil itu dari Jawa,” ungkapnya.
Dari sisi permintaan, beras lokal dinilai masih sangat diminati oleh masyarakat Kukar. Salah satu alasannya adalah tekstur yang pulen, sesuai dengan selera masyarakat setempat.
“Peminatnya bagus. Karena orang sini lebih suka yang pulen. Kalau beras dari Sulawesi biasanya pera,” tuturnya.