TRIBUNKALTIMCO.CO - Kopral Dua (Kopda) Bazarsah divonis hukuman mati setelah melakukan penembakan terhadap tiga anggota Polsek Negara Batin saat penggerebekan judi sabung ayam di Kabupaten Way Kanan, Lampung, pada 17 Maret 2025 lalu.
Tiga anggota Polsek yang gugur adalah Kapolsek Negara Batin, AKP Anumerta Lusiyanto, dan anak buahnya, yakni Aipda Anumerta Petrus Apriyanto dan Briptu Anumerta Ghalib Surya Ganta gugur.
Saat kejadian, Kopda Bazarsah bertugas sebagai Babinsa di Ramil 427-01/Pakuan Ratu Kesatuan Kodim 0427/WK, Korem 043/Gatam Lampung.
Hukuman mati adalah sanksi pidana yang paling berat, di mana negara mencabut nyawa seorang terpidana sebagai bentuk hukuman atas kejahatan yang dilakukan.
Baca juga: Sosok Kapolsek Negara Batin Iptu Lusiyanto yang Gugur saat Gerebek Sabung Ayam di Way Kanan Lampung
Pelaksanaan hukuman mati di Indonesia dilakukan oleh regu tembak kepolisian sesuai peraturan yang berlaku.
Terpidana mati memiliki hak untuk mengajukan grasi kepada presiden.
Jika grasi ditolak, maka hukuman mati dapat dilaksanakan.
"Memidana terdakwa oleh karena itu dengan pidana pokok pidana mati," kata majelis hakim dalam sidang vonis yang digelar di Pengadilan Militer 1-04 Palembang, Sumatra Selatan, pada Senin (11/8/2025).
Sesaat setelah vonis hukuman mati dibacakan, sejumlah pengunjung sidang langsung menangis dan berpelukan.
Meski divonis hukuman mati, hakim menganggap Kopda Bazarsah tidak melakukan pembunuhan berencana terhadap ketiga korban.
Sehingga, jeratan pasal oleh oditur militer yaitu Pasal 340 KUHP dianggap tidak terbukti.
Selain terkait penembakan, Kopda Bazarsah juga dinyatakan bersalah karena mencuri amunisi untuk senjata ilegal miliknya dari kesatuan serta membuka bisnis judi sabung ayam dan dadu kuncang (koprok).
Dalam vonisnya, hakim turut menyampaikan hal yang memberatkan dan meringankan bagi Kopda Bazarsah.
Adapun hal yang memberatkan yaitu terdakwa telah mengkhianati tugasnya sebagai prajurit TNI, menyalahgunakan izin kepemilikan senjata api dengan menembak tiga polisi hingga tewas, perbuatan telah merusak nama baik TNI karena berujung viral di masyarakat.
"Perbuatan terdakwa bertentangan dengan kepentingan militer yang merusak sinergitas dan soliditas antara institusi TNI dan Polri serta masyarakat," jelas hakim.