TRIBUNKALTIM.CO - Isu beras oplosan kembali mencuat ke publik, namun Menteri Perdagangan Budi Santoso menyatakan persoalan ini sudah selesai.
Ia menegaskan bahwa masalah beras campuran yang dijual dengan label dan harga premium tersebut kini telah tertangani.
Hal ini disampaikan setelah Satgas Pangan Polri menetapkan tiga tersangka baru dalam kasus pengoplosan beras.
Baca juga: Beras Oplosan Diduga Picu Kelangkaan, Ombudsman Desak Pemerintah Gelontorkan Cadangan Beras Bulog
Meski demikian, dampak dari kasus ini masih terasa di lapangan. Penjualan beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) mengalami penurunan signifikan, bahkan omzet pedagang merosot hingga 50 persen.
Ombudsman RI menyebut, banyak pedagang yang mengeluh akibat turunnya permintaan dan harga yang ikut naik.
Kondisi ini juga berdampak pada sektor tenaga kerja. Sebanyak 80 persen pekerja bongkar muat di PIBC tidak bekerja karena minimnya aktivitas jual beli.
Hal ini menjadi perhatian serius, karena selain konsumen, para pelaku usaha dan pekerja juga ikut terdampak.
Beras oplosan adalah beras yang dicampur dari berbagai jenis atau kualitas, namun dijual dengan label dan harga yang tidak sesuai dengan mutu sebenarnya.
Baca juga: Kasus Beras Oplosan Diduga Picu Kelangkaan Stok di Balikpapan
Praktik ini menjadi sorotan nasional karena merugikan konsumen dan menimbulkan keresahan di pasar beras.
Menurut Budi, sudah tidak ada masalah terkait dengan beras oplosan lagi.
Pekan lalu, Satuan Tugas Pangan Polri yang berada di bawah Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri telah menetapkan tiga tersangka baru dalam kasus pengoplosan beras premium.
"Sudah enggak ada masalah, sudah tertangani dengan baik," kata Budi ketika ditemui di Balai Kartini, Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Selasa (12/8/2025).
Setelah memberi jawaban yang singkat itu, Budi langsung meninggalkan awak media dengan mobilnya yang berwarna hitam.
Sebelumnya, Anggota Ombudsman Republik Indonesia Yeka Hendra Fatika melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), Jakarta Timur, Senin (11/8/2025).
Sidak itu dilakukan untuk memantau kondisi perdagangan beras di tengah polemik beras ‘oplosan’ yang belakangan ramai diperbincangkan.
Baca juga: 200 Paket Beras Murah untuk Ringankan Beban Warga Mahakam Ulu
Dari hasil tinjauan lapangan, Ombudsman RI menemukan adanya penurunan signifikan omzet pedagang beras di PIBC.
Yeka mengungkapkan, sejumlah pedagang mengeluhkan penurunan penjualan antara 20–50 persen sejak isu beras oplosan mencuat di publik.
“Dari keterangan pedagang, misalnya mereka biasanya menjual 15-20 ton beras perhari, namun saat ini hanya 6-10 ton beras perhari,” kata Yeka dalam keterangan tertulis.
Senada, berdasarkan data Pengelola Pasar Induk Beras Cipinang, perbandingan in-out beras di PIBC antara periode 1-10 Juli 2025 dan 1-10 Agustus 2025 terjadi penurunan beras yang masuk 22,97 persen dan yang keluar 20,84 persen.
Dari sisi harga, Ombudsman RI menemukan terjadi kenaikan harga beras di PIBC.
Harga jual termurah Rp 13.150 per kg dan harga termahal Rp 14.760 per kg. Rata-rata kenaikan harga beras sebesar Rp 200 pada 2 minggu terakhir.
Dampak dari penurunan penjualan juga dirasakan oleh tenaga kerja di sektor bongkar
muat.
Berdasarkan data Koperasi Jasa Pekerja Bongkar Muat PIBC, dari sekitar 1.200
anggota, sebanyak 80 persen tidak bekerja karena menurunnya volume pembelian
beras di pasar induk tersebut.
“Situasi ini memerlukan perhatian serius pemerintah. Perlindungan terhadap
konsumen harus berjalan beriringan dengan perlindungan terhadap keberlangsungan
pelaku usaha dan pekerja,” ujar Yeka.
Ombudsman RI akan menindaklanjuti temuan ini dengan melakukan koordinasi bersama kementerian dan lembaga terkait, guna mencari solusi agar pasar kembali bergairah, sekaligus memastikan perdagangan beras tetap transparan dan sesuai ketentuan.
Berus Belum Banyak Tersedia di Ritel Modern
Beberapa pengusaha ritel modern belum berani untuk kembali menjual beras di tengah kasus beras oplosan.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Solihin mengatakan, para pengusaha ritel masih takut karena ketika awal-awal kasus beras oplosan ini ramai, beberapa dari mereka ada yang sampai dipanggil polisi.
"(Beras) belum tersedia semuanya (di ritel modern, red)," katanya kepada Tribunnews, dikutip Selasa (12/8/2025).
Solihin menjelaskan, sebenarnya saat kasus beras oplosan ini mencuat, dari Badan Pangan Nasional dan Satgas Pangan Polri tetap mengimbau para pengusaha ritel memajang produk beras yang mereka miliki.
Namun, para pengusaha ritel itu malah dipanggil oleh polisi ke kantor Kepolisian Resor (Polres) untuk dimintai keterangan.
"Peritel kita, anggota kita (dari Aprindo) dipanggilin ke polres-polres untuk diminta keterangan sampai harus membawa persyaratan A sampai R," ujar Solihin.
Baca juga: Beras Premium Langka di Balikpapan, Distributor Minta HET Ditinjau Ulang, Harga Gabah Naik
Kemudian, di daerah tertentu, ia menyebut pengusaha ritel ada yang diminta oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk menurunkan produk beras terindikasi oplosan dari pajangan.
Bahkan, ada pemerintah daerah (pemda) yang langsung turun tangan meminta pengusaha ritel itu tidak menjual produk beras yang terindikasi hasil oplosan.
Solihin mengakui bahwa sebagai pengusaha ritel, ia tidak memiliki kemampuan mengetahui kualitas dan mutu dari beras tersebut karena yang mereka terima sudah datang dalam bentuk kemasan.
"Peritel meminta jaminan dari saya sebagai anggota Aprindo. Kalau saya pajang ada masalah enggak nih? Dipanggil lagi sama polisi gitu lho. Itu yang membuat ketakutan peritel, sehingga ada peritel yang memajang maupun yang belum memajang (beras)," ucap Solihin. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Mendag Budi Santoso Klaim Persoalan Beras Oplosan di Masyarakat Sudah Selesai.