Berita Nasional Terkini
Viral Pengeluaran Rp 3 Juta per Orang Disebut Super Kaya, BPS: Bukan Data dari DTSEN
Kali ini, polemik mencuat setelah beredar informasi bahwa seseorang disebut “super kaya” jika pengeluarannya melebihi Rp3 juta per kapita per bulan.
TRIBUNKALTIM.CO - Jagat media sosial X kembali diramaikan oleh perdebatan publik yang menyentuh isu sensitif yaitu soalm klasifikasi kesejahteraan masyarakat.
Kali ini, polemik mencuat setelah beredar informasi bahwa seseorang disebut “super kaya” jika pengeluarannya melebihi Rp3 juta per kapita per bulan.
Klaim tersebut dikaitkan dengan sistem pemeringkatan kesejahteraan dalam Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN).
Banyak warganet merasa heran, karena angka tersebut dianggap terlalu rendah untuk menggambarkan kelompok masyarakat terkaya di Indonesia.
Baca juga: Sosok Hanafi, Viral Pembunuh Rekan Kerja di BPS Haltim, Sempat jadi Pegawai Terbaik Januari 2025
Namun, Badan Pusat Statistik (BPS) segera memberikan klarifikasi resmi.
Menurut BPS, informasi tersebut tidak berasal dari DTSEN dan tidak mencerminkan metode penghitungan kesejahteraan yang digunakan lembaga statistik negara.
Kenapa Isu Ini Bisa Viral?
Isu ini pertama kali mencuat dari unggahan akun-akun populer di platform X (dulu Twitter), yang menyebut bahwa pengeluaran Rp3 juta per orang per bulan sudah masuk kategori “super kaya” dalam sistem DTSEN.
Unggahan tersebut memicu reaksi satir dan kritik dari warganet.
Banyak yang membandingkan angka tersebut dengan realitas hidup di kota besar, di mana biaya sewa, transportasi, dan kebutuhan pokok bisa jauh melampaui angka tersebut.
Salah satu cuitan menyindir, “Kalau Rp3 juta sudah super kaya, berarti teman-teman saya semua konglomerat.”
Ada pula yang menulis, “50 persen buat bayar kontrakan di gang sempit, sisanya buat makan hemat. Ternyata saya sudah super kaya.”
Respons publik yang masif membuat isu ini viral dan memunculkan pertanyaan serius: apakah benar DTSEN menetapkan klasifikasi “super kaya” berdasarkan pengeluaran Rp3 juta?
Badan Pusat Statistik (BPS) adalah lembaga pemerintah nonkementerian yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia.
BPS memiliki mandat untuk menyelenggarakan kegiatan statistik nasional, menyediakan data berkualitas, dan menjadi rujukan utama dalam perencanaan pembangunan.
Fungsi utama BPS meliputi:
Menyusun dan menyajikan statistik dasar nasional
Mengkoordinasikan kegiatan statistik sektoral di kementerian dan lembaga
Melakukan survei dan sensus, seperti Sensus Penduduk, Susenas, dan Sakernas
Menyediakan data untuk evaluasi kebijakan publik
Menjaga integritas dan akurasi data statistik nasional
BPS berperan penting dalam memastikan bahwa kebijakan pemerintah berbasis pada data yang valid, terukur, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Apa Itu DTSEN?
DTSEN atau Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional adalah sistem basis data terpadu yang dibentuk untuk mendukung program pembangunan nasional secara tepat sasaran. DTSEN merupakan hasil integrasi dari tiga sistem data sebelumnya:
DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) milik Kementerian Sosial
Regsosek (Registrasi Sosial Ekonomi) milik Bappenas
P3KE (Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem) milik Kemenko PMK
DTSEN diresmikan melalui Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2025 sebagai upaya menyatukan data sosial ekonomi dari berbagai kementerian dan lembaga. Sistem ini menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai basis identifikasi dan mencakup informasi demografi, pendidikan, pekerjaan, kesehatan, dan pengeluaran rumah tangga.
Tujuan utama DTSEN adalah:
Menyediakan data akurat untuk penyaluran bantuan sosial
Menjadi acuan pemeringkatan kesejahteraan dalam bentuk desil (Desil 1 hingga Desil 10)
Mendukung kebijakan pemberdayaan masyarakat dan pengentasan kemiskinan
Namun, penting dicatat bahwa DTSEN tidak digunakan untuk menetapkan kategori “super kaya” atau “miskin” berdasarkan angka pengeluaran bulanan.
Klarifikasi BPS
Menanggapi polemik yang berkembang, Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menegaskan bahwa informasi tersebut tidak berasal dari BPS.
“DTSEN tidak pernah digunakan untuk mengkategorikan masyarakat menurut pengeluaran per kapita per bulan,” ujar Amalia dalam konferensi pers pada 19 Agustus 2025.
Ia juga menyatakan bahwa BPS tidak pernah mempublikasikan besaran pengeluaran menurut desil.
Jika ada data yang menyebut angka Rp3 juta sebagai batas “super kaya”, maka data tersebut bukan berasal dari BPS maupun DTSEN.
Amalia menjelaskan bahwa penghitungan tingkat kemiskinan di Indonesia dilakukan melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), bukan DTSEN.
Garis kemiskinan dihitung berdasarkan pengeluaran rumah tangga, bukan per kapita. “Orang miskin ditentukan dengan pengeluaran per rumah tangga, bukan per kapita,” tegasnya.
DTSEN dan Data Kemiskinan
DTSEN berfungsi sebagai basis data kependudukan untuk intervensi program pemerintah, bukan sebagai alat pengukuran kemiskinan. Hingga 31 Juli 2025, DTSEN mencatat jumlah penduduk Indonesia sebanyak 286,80 juta jiwa dengan 94,25 juta keluarga.
Untuk penghitungan kemiskinan, BPS tetap menggunakan Susenas yang dilakukan dua kali setahun, pada bulan Maret dan September.
Garis kemiskinan ditentukan berdasarkan kebutuhan minimum makanan dan nonmakanan yang dihitung dalam satuan rupiah per rumah tangga.
Dengan demikian, klaim bahwa pengeluaran Rp3 juta per kapita per bulan sudah masuk kategori “super kaya” adalah tidak berdasar dan tidak sesuai dengan metodologi resmi yang digunakan pemerintah.
Pentingnya Literasi Data
Kasus ini menunjukkan betapa pentingnya literasi data di era digital. Informasi yang tidak lengkap atau salah tafsir bisa memicu kegaduhan dan kesalahpahaman publik.
BPS sebagai lembaga statistik negara terus mengedukasi masyarakat agar memahami cara kerja data, metodologi survei, dan fungsi sistem seperti DTSEN.
DTSEN sendiri merupakan langkah maju dalam reformasi data sosial ekonomi.
Dengan satu basis data yang terintegrasi, pemerintah dapat menyalurkan bantuan sosial secara lebih efisien dan akurat.
Namun, pemanfaatan data harus disertai dengan pemahaman yang benar agar tidak menimbulkan distorsi informasi.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pengeluaran Rp3 Juta Per Bulan Disebut Super Kaya, Warganet: DPR Masuk Kategori Apa?"
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kaltim/foto/bank/originals/20250405_logo-bps.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.