Berita Nasional Terkini

Jokowi Sudah Perjuangkan RUU Perampasan Aset di Eranya, Beber Kendala yang Bikin Mandek

Jokowi mengungkap bahwa selama masa pemerintahannya, ia telah mendorong pembahasan RUU ini sebanyak tiga kali.

Tangkap Layar YouTube Tribunnews (TribunSolo.com/ Andreas Chris)
RUU PERAMPASAN ASET - Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi). Jokowi dukung pembahasan RUU Perampasan Aset, sebut saat di eranya sudah dorong DPR untuk bahas sebanyak 3 kali.Tangkap Layar YouTube Tribunnews (TribunSolo.com/ Andreas Chris) 

TRIBUNKALTIM.CO - Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo, kembali menegaskan dukungannya terhadap pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset yang saat ini tengah menjadi sorotan publik dan parlemen.

Dalam sebuah acara yang digelar di Solo, Jawa Tengah, pada Jumat (12/9/2025), Jokowi menyampaikan bahwa RUU tersebut sangat penting sebagai instrumen hukum dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.

“Saya mendukung penuh dibahasnya kembali RUU Perampasan Aset. Karena ini penting sekali dalam rangka pemberantasan korupsi. Sangat penting,” ujar Jokowi di hadapan peserta acara.

Pernyataan tersebut menjadi penegasan bahwa isu perampasan aset bukanlah hal baru dalam agenda reformasi hukum dan tata kelola pemerintahan.

Baca juga: Jokowi Ungkap Beda Mazhab Ekonomi Purbaya dan Sri Mulyani, Puji Gebrakan Menkeu Baru

Bahkan, Jokowi mengungkap bahwa selama masa pemerintahannya, ia telah mendorong pembahasan RUU ini sebanyak tiga kali.

RUU Perampasan Aset

RUU Perampasan Aset adalah rancangan undang-undang yang bertujuan menyediakan mekanisme hukum untuk merampas aset yang berasal dari tindak pidana, bahkan tanpa harus menunggu pelaku dijatuhi hukuman terlebih dahulu.

RUU Perampasan Aset pertama kali diusulkan oleh pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada tahun 2012.

Usulan ini merupakan tindak lanjut dari kajian yang dilakukan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sejak tahun 2008.

Kajian tersebut menyoroti perlunya mekanisme hukum yang memungkinkan negara untuk menyita aset hasil tindak pidana, terutama korupsi, tanpa harus menunggu putusan pidana yang berkekuatan hukum tetap.

Dalam sistem hukum Indonesia saat ini, penyitaan aset pelaku kejahatan hanya bisa dilakukan setelah ada vonis pengadilan.

Hal ini sering kali menjadi hambatan dalam pemulihan kerugian negara, terutama jika proses hukum berlangsung lama atau pelaku melarikan diri.

RUU Perampasan Aset bertujuan untuk memperkenalkan konsep “non-conviction based asset forfeiture” atau perampasan aset tanpa putusan pidana, yang telah diterapkan di berbagai negara sebagai bagian dari strategi antikorupsi.

Jokowi menyebut bahwa pada Juni 2023, pemerintah telah mengirimkan surat presiden (surpres) kepada DPR untuk mempercepat pembahasan RUU tersebut.

Namun, hingga akhir masa jabatan DPR periode 2019–2024, tepatnya pada rapat paripurna terakhir tanggal 30 September 2024, RUU ini belum pernah masuk dalam agenda pembahasan resmi.

“Seingat saya sudah tiga kali kami mendorong agar RUU Perampasan Aset pada saat itu segera dibahas di DPR. Dan di tahun 2023 bulan Juni kita juga mengirimkan surat ke DPR untuk segera RUU Perampasan Aset itu dibahas di DPR. Tapi memang fraksi-fraksi di sana belum menindaklanjutinya saat itu,” jelas Jokowi.
 
Kendala di DPR

Menurut Jokowi, salah satu hambatan utama dalam pembahasan RUU Perampasan Aset adalah belum adanya kesepakatan di antara fraksi-fraksi partai politik di DPR.

Ia menyebut bahwa keputusan untuk membahas suatu RUU sering kali bergantung pada arahan dari ketua-ketua partai.

“(Kendalanya) ya fraksi-fraksi mungkin belum ada kesepakatan. Dan kesempatan itu biasanya atas perintah ketua-ketua partai,” ungkapnya.

Pernyataan ini mengindikasikan bahwa proses legislasi di Indonesia tidak hanya bergantung pada urgensi substansi hukum, tetapi juga pada dinamika politik internal partai.

Padahal, menurut Jokowi, pembahasan RUU Perampasan Aset sangat penting untuk menjawab harapan publik terhadap penegakan hukum yang lebih tegas dan efisien.

“Ya saya kira sangat bagus kalau RUU Perampasan Aset segera dibahas dan itu juga menjawab keinginan luas publik untuk segera diselesaikan RUU Perampasan Aset,” tandasnya.
 
RUU Perampasan Aset Masuk Prolegnas Prioritas 2025

Presiden Prabowo Subianto meminta Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset dikebut untuk diselesaikan dan menjadi Undang-undang.

Setelah tertunda selama bertahun-tahun, Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset akhirnya masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.

Prolegnas adalah instrumen perencanaan jangka menengah dan jangka panjang untuk pembentukan undang-undang (UU) di Indonesia.

Prolegnas ini mencakup daftar RUU yang akan dibahas oleh DPR dan pemerintah dalam kurun waktu 5 tahun.

Sedangkan Prolegnas Prioritas adalah bagian dari Prolegnas yang berisi daftar RUU yang diprioritaskan untuk diselesaikan dalam satu tahun anggaran tertentu.

Baca juga: Prabowo Janjikan RUU Perampasan Aset Disahkan, Pegiat Antikorupsi: Jangan Berhenti di Omon-omon

Keputusan ini dicapai dalam Rapat Evaluasi Prolegnas yang digelar oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR bersama pemerintah pada Selasa, (9/9/2025).

Ketua Baleg DPR, Bob Hasan, menjelaskan bahwa RUU Perampasan Aset adalah salah satu dari tiga RUU yang diusulkan masuk Prolegnas Prioritas 2025.

Dua RUU lainnya adalah RUU tentang Kamar Dagang dan Industri (Kadin) serta RUU tentang Kawasan Industri.

"Jadi, perampasan aset tidak ada lagi perdebatan di pemerintah atau apa, tapi di DPR, dan itu masuk ke 2025," tegas Bob Hasan.

Dukungan Penuh dari Pemerintah

Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas menyatakan bahwa pemerintah menyambut baik keputusan DPR.

"Pemerintah setuju apa yang menjadi usul inisiatif DPR terkait tiga RUU tadi untuk masuk dalam evaluasi Prolegnas 2025," kata Supratman.

Ia bahkan menyampaikan apresiasi kepada DPR karena telah memenuhi janji untuk mengambil alih draf penyusunan RUU tersebut.

Sebelumnya, RUU ini sudah diajukan oleh pemerintah pada era Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) di tahun 2023, namun pembahasannya di DPR belum juga terlaksana.

Menko Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menjelaskan bahwa Surat Presiden (Surpres) RUU ini sudah diajukan sejak lama.

"Dan dalam surat presiden juga sudah menunjuk pada waktu itu Menteri Menko Polhukam Pak Mahfud dan Menteri Pak Yasonna Laoly Menkumham pada waktu itu, untuk mewakili presiden membahas RUU ini. Hanya sampai sekarang RUU itu belum dibahas oleh DPR," jelas Yusril.

Baca juga: Menhum Supratman Beberkan Alasan RUU Perampasan Aset Belum Dibahas Bersama Dewan 

Dikebut Atas Permintaan Presiden Prabowo

Yusril Ihza Mahendra juga mengungkapkan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah meminta agar RUU Perampasan Aset segera dibahas oleh DPR.

Permintaan ini bahkan sudah disampaikan langsung kepada Ketua DPR Puan Maharani.

"Karena itu, Pak Prabowo menegaskan juga kepada Ibu Puan Maharani supaya DPR segera mengambil langkah membahas RUU ini," ujar Yusril.

Menteri Hukum Supratman menambahkan bahwa keputusan DPR untuk memasukkan RUU ini ke dalam Prolegnas Prioritas 2025 merupakan hasil dari konsultasi politik antara Presiden Prabowo dengan pimpinan partai politik.

Ini menjadi sinyal bahwa ada kesamaan pandangan antara eksekutif dan legislatif terkait urgensi RUU ini.

Saat ini, bola pembahasan berada di tangan DPR yang akan menyiapkan draf RUU.

Setelah draf diserahkan, barulah presiden akan mengeluarkan Surat Presiden (Surpres) untuk memulai pembahasan secara resmi. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com 

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jokowi Ungkap 3 Kali Dorong DPR agar Bahas RUU Perampasan Aset Saat Jabat Presiden"

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved