Pergantian Kapolri

Listyo Sigit Masih Aman, Istana dan DPR Kompak Bantah Isu Surpres Pergantian Kapolri

Listyo Sigit masih aman, istana dan DPR kompak bantah isu surpres pergantian Kapolri.

|
TribunKaltim.co
LISTYO SIGIT AMAN - Foto grafis halaman 1 koran Tribun Kaltim edisi hari ini, Senin (15/9/2025). Pihak Istana dan DPR RI kompak membantah isu yang menyebut Presiden Prabowo Subianto mengirim Surat Perintah Presiden (Surpres) ke DPR terkait pergantian Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menegaskan, Presiden Prabowo belum mengirimkan Surpres pergantian Kapolri ke DPR RI. (TribunKaltim.co) 

TRIBUNKALTIM.CO  - Pihak Istana dan DPR RI kompak membantah isu yang menyebut Presiden Prabowo Subianto mengirim Surat Perintah Presiden (Surpres) ke DPR terkait pergantian Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menegaskan, Presiden Prabowo belum mengirimkan Surpres pergantian Kapolri ke DPR RI.

"Berkenaan dengan Surpres pergantian Kapolri ke DPR bahwa itu tidak benar," kata Prasetyo, dalam keterangannya kepada wartawan, Sabtu (13/9/2025).

Hal senada disampaikan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad yang menegaskan, belum ada surat dari Presiden Prabowo mengenai pergantian Kapolri. "Belum ada," ujar Dasco singkat, Sabtu (13/9/2025).

Baca juga: Istana Tegaskan Pergantian Kapolri Hoaks, Haidar Alwi: Isu Harus Dihentikan

Respons Kapolri

Sebagaimana diketahui, isu pergantian Kapolri mulai beredar setelah unjuk rasa yang menuntut pembubaran DPR RI membesar pada 28 Agustus lalu.

Pada hari itu, mobil lapis baja atau kendaraan taktis (rantis) Brimob Polri melindas pengemudi ojek online (ojol), Affan Kurniawan, hingga akhirnya meninggal dunia. 

Protes membesar dan amarah mengarah ke Polri hingga beredar isu Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo akan mengundurkan diri atau dicopot. Kapolri pun merespons soal desakan agar dirinya mundur yang mencuat usai insiden tewasnya pengemudi ojek online (ojol), Affan Kurniawan. 

Saat menggelar konferensi pers di daerah Hambalang, Bogor, Jawa Barat, Kapolri menyebut bahwa dirinya adalah prajurit sehingga siap menjalankan perintah dari Presiden. 

Namun, Listyo Sigit juga menyebut bahwa pergantian Kapolri adalah hak prerogatif dari Presien Prabowo Subianto.

“Terkait dengan isu yang menyangkut dengan Kapolri itu hak prerogatif presiden. Kita prajurit kapan aja siap,” kata Kapolri saat ditanya soal desakan mundur, dikutip dari tayangan Kompas TV, Sabtu (30/8).

Baca juga: Klarifikasi Istana soal Pergantian Kapolri Dinilai Penting untuk Redam Spekulasi

Reformasi Kepolisian

Desakan agar Presiden Prabowo Subianto melakukan reformasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) kian menguat. Sejumlah tokoh lintas agama dan masyarakat sipil yang tergabung dalam Gerakan Nurani Bangsa (GNB) menyampaikan langsung aspirasi itu kepada Presiden di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (11/9).

Mereka menilai, Polri perlu segera direformasi, baik dalam struktur, budaya organisasi, maupun perilaku  anggotanya, agar dapat kembali memperoleh kepercayaan publik.

Tokoh-tokoh yang hadir dalam rombongan GNB antara lain istri Presiden ke-4 RI, Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, teolog sekaligus filsuf Romo Franz Magnis-Suseno SJ, cendekiawan Muslim Prof. M. Quraish Shihab dan kiai kharismatik KH Ahmad Mustofa Bisri.

Turut serta pula filsuf sekaligus astronom Karlina Rohima Supelli, Ketua Umum PGI Pendeta Jacky Manuputty, mantan Ketua Umum PGI Pendeta Gomar Gultom, Romo A. Setyo Wibowo SJ, mantan pimpinan KPK Erry Riyana Hardjapamekas, Laode Moh. Syarif, Makarim Wibisono, Komaruddin Hidayat, hingga budayawan Slamet  Rahardjo.

Desakan reformasi Polri Pembentukan tim reformasi Polri menjadi tuntutan utama yang disampaikan GNB kepada Presiden Prabowo. 

Usulan ini disebut mendapat sambutan baik dari Presiden Prabowo.

"Tadi juga disampaikan oleh Gerakan Nurani Bangsa perlunya evaluasi dan reformasi kepolisian, yang disambut juga oleh Pak Presiden, (yang) akan segera membentuk tim atau komisi reformasi kepolisian.

Saya kira ini juga atas tuntutan dari masyarakat yang cukup banyak," kata Pendeta Gomar Gultom usai GNB bertemu dengan Presiden Prabowo, Kamis (11/9) malam.

Baca juga: Ada yang Cuma 9 Hari, Daftar Kapolri dengan Masa Jabatan Terlama dan Tersingkat Sepanjang Sejarah RI

Salah satu tokoh dari GNB, Allisa Wahid menekankan pentingnya pembenahan secara utuh institusi Polri agar kekerasan oleh aparat tidak terulang lagi. 

“Kami mengusulkan pembenahan utuh, terutama kebijakannya agar tidak ada ruang tindakan kekerasan eksesif yang dilakukan kepada rakyat” kata Alissa.

Menurutnya, peristiwa Agustus 2025 yang diwarnai kekerasan kemarin menjadi poin refleksi GNB sehingga mendesak reformasi Polri.

“Kejadian Affan bukan yang pertama kali, dan bukan hanya pada saat unjuk rasa saja,” kata Alissa.

Diketahui, pengemudi ojek online, Affan Kurniawan (21) meninggal dunia usai dilindas kendaraan taktis (rantis) Brimob di Jakarta pada 28 Agustus 2025 malam.

Tokoh GNB lainnya, Lukman Hakim Saifuddin menyebut Presiden Prabowo menyambut tuntutan mereka dengan janji soal supremasi sipil dan reformasi Polri.

Terkait dengan langkah reformasi Polri, dia menyerahkan sepenuhnya kepada Prabowo. 

“Kita serahkan kepada Presiden untuk secepatnya menempuh langkah-langkah konstruktif (soal reformasi Polri),” kata Lukman.

Gayung bersambut Menteri (Menag) Agama Nasaruddin Umar mengatakan bahwa aspirasi mengenai reformasi Polri yang disampaikan GNB itu telah dirumuskan konsepnya oleh Presiden Prabowo.

"Ini gayung bersambut ya, apa yang ada dalam (Gerakan) Nurani Bangsa itu juga dalam nurani saya, kata Bapak Presiden. Jadi, harapan-harapan yang diminta oleh teman-teman itu juga malah sudah dalam konsepnya Bapak Presiden,” kata Nasaruddin.

Reformasi Polri, kata Nasaruddin, memang akan dilakukan Presiden Prabowo. 

"Jadi, istilahnya tadi itu gayung bersambut ya, apa yang dirumuskan teman-teman ini justru itu yang sudah akan dilakukan oleh Bapak Presiden, terutama menyangkut masalah reformasi dalam bidang kepolisian," ujar Menag lagi.

Catatan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menilai reformasi Polri memang mendesak dilakukan,  terutama terkait praktik represif aparat dalam menghadapi masyarakat.

“Tindakan represif ini bagian kebudayaan atau tidak? Kalau itu masih dipandang sebagai budaya, harus kita bereskan,” kata Komisioner Kompolnas Choirul Anam, Sabtu (13/9/2025).

Anam menilai, perubahan harus dimulai dari kurikulum pendidikan kepolisian dengan mempertebal materi soal hak asasi manusia. 

“Salah satunya adalah bagaimana membentuk kepolisian yang jauh lebih civilized. Oleh karenanya, bisa dicek di level kurikulum pendidikan, pentingnya mempertebal soal isu-isu hak asasi manusia dalam pendidikan di level kepolisian,” ujarnya.

Baca juga: 4 Komjen Diisukan Masuk Bursa Calon Kapolri, Pengamat:Tak Sekadar Ganti tapi Harus Reformasi Polri

Senada, Komisioner Kompolnas Gufron mengingatkan bahwa reformasi Polri tak bisa dilepaskan dari penguatan pengawasan internal maupun eksternal.

“Kritik masyarakat menyoroti masih kuatnya budaya kekerasan, penanganan unjuk rasa yang kerap dianggap represif, layanan publik yang belum optimal, hingga perilaku sebagian anggota yang menyalahi kode etik profesi,” kata Gufron.

Gufron menekankan, SOP Polri, termasuk dalam penanganan unjuk rasa, perlu diperbarui.

“Dalam pandangan masyarakat, implementasi kerap dianggap represif, perlu evaluasi, dan koreksi. Apakah problemnya di instrumen, kapasitas anggota, atau dalam penerapannya,” ujarnya.

Respons DPR

Dari parlemen, desakan reformasi Polri juga mendapat perhatian.

Anggota Komisi III DPR RI Rudianto Lallo menilai Presiden Prabowo sebagai sosok yang paling mengerti langkah yang dibutuhkan.

“Saya kira presiden lah yang paling mengerti, paling paham apa yang dibutuhkan karena bagaimanapun Polri ini kan, TNI-Polri adalah alat negara ya,” kata Rudi, Jumat (12/9/2025).

Rudi menegaskan, semangat reformasi harus dipahami sebagai upaya memperbaiki semua instrumen negara, bukan hanya kepolisian.

“Kalau reformasi, bukan hanya Polri, tapi semua lembaga tinggi negara, apakah itu legislatif, eksekutif, termasuk yudikatif. Kalau reformasi, saya kira itu dalam rangka koreksi, perbaikan kinerja,” tuturnya.

Sementara itu, Anggota Komisi III DPR dari PKS, Nasir Djamil, meminta Prabowo memimpin langsung reformasi kepolisian.

“Saran saya Presiden Prabowo agar langsung memimpin reformasi kepolisian,” kata Nasir.

Menurut Nasir, reformasi kepolisian sejatinya sudah berjalan sejak era Kapolri Jenderal (Purn) Sutanto hingga Kapolri saat ini, Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Namun, masih ada perilaku aparat yang belum sesuai ekspektasi publik.

“Bahwa masih ada perilaku yang belum sesuai dengan harapan masyarakat, tentu bisa kita pahami,” kata
Nasir.

Ia menambahkan, setiap lima tahun Polri menyusun rencana strategis, yang perlu diawasi Presiden dan jajaran pemerintah.

“Presiden dan pembantu bisa membantu kepolisian dengan cara mengevaluasi dan memfasilitasi agar rencana strategis itu bisa dicapai dan dirasakan oleh masyarakat Indonesia,” kata Nasir. 

Ibarat Asap Hitam

Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi menyebut, isu pergantian Kapolri yang terus dipaksakan ibarat asap hitam yang sengaja ditebarkan untuk menutupi langit jernih kebenaran.

"Padahal Istana dan DPR, dua lembaga negara yang memegang kewenangan sahih telah menutup pintu rapat-rapat bagi rumor murahan ini," kata Haidar Alwi, Minggu (14/9/2025).

Namun entah kenapa, masih ada segelintir pihak yang terus meniupkan api gosip, seolah-olah bangsa ini  hanyalah panggung sandiwara tanpa batas.

"Mereka tahu kabar itu bohong, tapi tetap kembali, berharap publik termakan adegan yang dikemas seperti kebenaran. Inilah yang disebut pengkhianatan terhadap akal sehat, pengkhianatan terhadap stabilitas bangsa," ungkap Haidar Alwi.

"Mari kita jujur: isu semacam ini tidak lahir dari ketidaktahuan, melainkan dari niat buruk. Kapolri dijadikan bahan spekulasi, seolah-olah posisinya bisa digerogoti hanya dengan opini jalanan," sambungnya.

Padahal Polri sedang memikul tanggung jawab besar, menjaga keamanan pascakerusuhan, melindungi rakyat, menegakkan hukum, dan berdiri sebagai garda terdepan negara.

Ia mempertanyakan maksud menyebarkan isu pergantian kapolri di tengah situasi saat ini.

Katanya, yang demikian itu bukan sekadar manuver politik, melainkan serangan terhadap keteguhan institusi negara.

Mereka yang terus memainkan wacana ini sesungguhnya sedang menguji kesabaran bangsa, seakan ingin
melihat apakah rakyat mudah terpecah hanya dengan kabar bohong.

Sikap tegas Istana dan DPR adalah palu terakhir yang mematahkan prinsipnya.

Tidak ada pergantian, tidak ada rencana tersembunyi, tidak ada intrik yang dibisikkan di balik layar.

Semua itu hanyalah bayangan yang diciptakan untuk menakut-nakuti.

"Oleh karena itu, orang yang masih menggoreng isu ini tak ubahnya sedang memelihara hantu, hantu yang menakut-nakuti rakyat, padahal wujudnya tidak pernah ada. Dan ketika bangsa ini ditakut-takuti dengan bayangan, maka kita sejatinya dipaksa tunduk pada ilusi, bukan pada kenyataan," tutur Haidar Alwi.

Menurutnya, bangsa ini sudah kenyang dengan fitnah, sudah muak dengan rumor.

Yang dibutuhkan hari ini bukanlah wacana kosong, melainkan kepastian, rasa aman, dan kepemimpinan yang tidak terganggu oleh isu remeh.

"Terus membicarakan pergantian Kapolri sama saja dengan mengundang kekacauan, memberi panggung bagi mereka yang ingin melihat negara ini goyah," imbuhnya.

Jika isu ini tidak segera dihentikan, maka yang terbakar bukan hanya marwah Polri, melainkan juga kepercayaan rakyat terhadap negara. Dan ketika kepercayaan itu hancur, runtuhnya bukan hanya satu institusi, tetapi sendi-sendi kebangsaan kita. 

"Oleh karena itu, hentikanlah. Sudahi. Jangan lagi kita membiarkan rumor ini meracuni percakapan publik.

Hormatilah keputusan resmi negara, percayalah pada kebenaran yang sudah ditegaskan," pinta Haidar Alwi.

Ia mengajak masyarakat biarkan Polri bekerja, biarkan bangsa ini berjalan ke depan tanpa terus dibebani isu yang busuk. Mereka yang terus memelihara isu tersebut akan dicatat sebagai pengganggu stabilitas, sementara mereka yang berani menghentikan adalah penjaga kewarasan bangsa.

"Inilah saatnya masyarakat bersatu untuk mengatakan: cukup, isu pergantian Kapolri harus dikubur, karena negara ini terlalu berharga untuk dipermainkan oleh gosip murahan," pungkas Haidar Alwi. (kps/tribunnews)

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved