Berita Nasional Terkini

Hakim MK Saldi Isra Heran DPR Sepakat dengan Gugatan Hasto soal Pasal Obstruction of Justice

Hakim MK Saldi Isra heran DPR RI sepakat dengan gugatan Hasto Kristiyanto soal pasal Obstruction of Justice di UU Tipikor.

Tribunnews.com/Mario Christian Sumampow
JUDICIAL REVIEW UU TIPIKOR - Sidang perkara nomor 136/PUU-XXIII/2025 di Mahkamah Konstitusi (MK) dalam agenda mendengar keterangan Presiden dan DPR, Rabu (1/10/2025). Hakim MK Saldi Isra heran DPR RI sepakat dengan gugatan Hasto Kristiyanto soal pasal Obstruction of Justice di UU Tipikor. (Tribunnews.com/Mario Christian Sumampow) 

TRIBUNKALTIM.CO - Sidang uji materi Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) di Mahkamah Konstitusi (MK) menghadirkan dinamika tak biasa.

Dalam sidang perkara nomor 136/PUU-XXIII/2025 yang digelar Rabu (1/10/2025), Hakim Konstitusi Saldi Isra mengaku terkejut karena DPR RI, sebagai pihak pemberi keterangan, justru menyatakan sepakat dengan permohonan pemohon.

Baca juga: Kekhawatiran Hasto Kristiyanto Usai Sebut Korupsi Bukanlah Kejahatan Kemanusiaan

“Ini memang agak jarang-jarang suasananya terjadi, ada pemberi keterangan yang setuju dengan permohonan pemohon,” ujar Saldi dalam persidangan.

Biasanya, dalam sidang pengujian undang-undang, Presiden dan DPR RI cenderung mempertahankan konstitusionalitas regulasi yang diuji.

Namun kali ini, Anggota Komisi III DPR RI, I Wayan Sudirta, menyatakan bahwa Pasal 21 UU Tipikor bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945—sejalan dengan permohonan yang diajukan oleh Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto.

Melihat kesamaan pandangan antara pemohon dan DPR, Saldi menyarankan agar tim kuasa hukum Hasto langsung mengajukan revisi ke DPR tanpa perlu melalui MK.

“Kalau kuasa hukum pemohon cerdas, sudah saatnya ini datang ke DPR. Biar DPR saja yang mengubahnya, tidak perlu melalui Mahkamah Konstitusi. Biar komprehensif sekalian,” tegasnya.

Baca juga: KPK Ungkap Alasan HP Hasto Kristiyanto Masih Disita, Terkait Kasus Donny Tri dan Harun Masiku

DPR: Pasal 21 Harus Dimaknai Secara Kumulatif

Dalam keterangannya yang disampaikan secara daring, Wayan menjelaskan bahwa Pasal 21 UU Tipikor seharusnya hanya berlaku jika tindakan merintangi proses hukum dilakukan secara sengaja dan melawan hukum, melalui cara-cara seperti kekerasan fisik, ancaman, intimidasi, intervensi, atau janji keuntungan yang tidak semestinya.

DPR juga meminta MK menegaskan bahwa frasa “penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan” harus dimaknai secara kumulatif.

Artinya, tindakan obstruction of justice baru bisa dikenakan jika dilakukan di seluruh tahapan proses hukum, bukan hanya salah satu.

“Kata sambung ‘dan’ dalam frasa tersebut memiliki arti kumulatif. Tindakan mencegah, merintangi, atau menggagalkan harus dilakukan dalam semua tahap: penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan,” jelas Wayan.

Latar Belakang Permohonan Hasto

Permohonan uji materi ini diajukan oleh Hasto Kristiyanto pada 24 Juli 2025, sehari sebelum MK membacakan putusan perkara dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI dan perintangan penyidikan yang menjerat dirinya.

Hasto sebelumnya pernah dijerat Pasal 21 UU Tipikor oleh KPK dalam kasus dugaan suap Harun Masiku kepada mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan.

Ia juga diduga menyiapkan dana Rp400 juta untuk mendukung proses tersebut.

Dalam permohonannya, Hasto meminta MK mengubah ancaman pidana dalam Pasal 21 yang saat ini berbunyi “paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun” menjadi “paling lama 3 tahun”.

Ia juga meminta penafsiran ulang terhadap frasa “penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan” agar dimaknai secara kumulatif, bukan alternatif.

Baca juga: Resmi! Hasto Kristiyanto Kembali Jadi Sekjen PDIP 2025–2030, Ini Struktur Lengkap Pengurus DPP PDIP

Mengenal Pasal 21 UU Tipikor

Pasal 21 UU Tipikor, yang telah diperbarui melalui UU No. 20 Tahun 2001, mengatur tentang tindak pidana obstruction of justice atau perintangan proses hukum. Bunyi pokok pasal tersebut adalah:

“Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta.”

Frasa “langsung atau tidak langsung” mencakup berbagai bentuk perbuatan, seperti:

  • Mengancam atau menyuap saksi
  • Menyebarkan disinformasi
  • Melakukan tekanan sosial atau politik melalui perantara

Tujuan utama pasal ini adalah memastikan tidak ada pihak yang menghambat jalannya proses penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi.

Pasal ini kerap digunakan dalam kasus-kasus besar untuk menjerat pihak yang mencoba mempengaruhi saksi atau mengganggu proses hukum. (*)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Hakim MK Heran, DPR Justru Sepakat dengan Hasto yang Sebut Pasal 21 UU Tipikor Inkonstitusional

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved