Breaking News

Program Makan Bergizi Gratis

Keracunan Massal MBG, Pelanggaran HAM atau Kelalaian Teknis? Ini Kata Dosen UGM dan Natalius Pigai

Polemik keracunan massal MBG, pelanggaran HAM atau kelalaian teknis? Ini penjelasan dosen UGM dan Natalius Pigai.

TribunJabar.id/Rahmat Kurniawan
KERACUNAN MBG - Dalam foto: Korban keracunan menu MBG dirawat di posko kesehatan khusus di Cipongkor, Bandung Barat, Jawa Barat, Senin (22/9/2025). Polemik keracunan massal MBG, pelanggaran HAM atau kelalaian teknis? Ini penjelasan dosen UGM dan Natalius Pigai.(TribunJabar.id/Rahmat Kurniawan) 

TRIBUNKALTIM.CO - Polemik keracunan massal MBG, pelanggaran HAM atau kelalaian teknis? Ini penjelasan dosen UGM dan Natalius Pigai.

Kasus keracunan massal yang menimpa sejumlah siswa di berbagai daerah Indonesia memicu kekhawatiran publik dan memunculkan narasi bahwa insiden tersebut merupakan bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).

Namun, Menteri HAM Natalius Pigai menolak anggapan tersebut dan menyatakan bahwa insiden keracunan tidak serta-merta memenuhi unsur pelanggaran HAM.

Menurut Pigai, pelanggaran HAM hanya dapat dikategorikan jika suatu peristiwa terjadi secara sistematis, disengaja, atau dibiarkan tanpa penanganan.

Baca juga: YLKI Dorong Korban Keracunan MBG Tempuh Jalur Hukum, Pemerintah Evaluasi Sistem Pengawasan

Ia menilai bahwa kasus keracunan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) lebih disebabkan oleh kesalahan teknis dan bukan pelanggaran hak secara struktural.

"Kriteria HAM itu kan harus by design, by omission, atau by commission. Ini kan 0,0017 persen, memang ada (keracunan), satu-dua kasus," ujar Pigai dalam konferensi pers di kantor Kementerian HAM, Rabu (1/10/2025).

Pigai menjelaskan bahwa pelaksanaan program MBG secara umum berjalan baik, dengan tingkat keberhasilan mencapai 99,99 persen.

Berdasarkan pemantauan dari 33 kantor wilayah Kementerian HAM, penyimpangan yang terjadi hanya sebesar 0,0017 persen, yang menurutnya berasal dari kendala teknis seperti proses produksi, distribusi, dan minimnya pengawasan.

"Misalnya satu sekolah yang masaknya kurang terampil, makanannya basi, itu tidak bisa dijadikan pelanggaran HAM," tambahnya.

Ia menekankan bahwa kesalahan dalam pelaksanaan program MBG lebih tepat dikategorikan sebagai kelalaian administratif dan manajerial, bukan pelanggaran HAM yang dapat dipidana.

"Kesalahan masak, penyimpanan makanan yang kurang baik, itu adalah bagian dari fungsi administrasi dan manajemen. Dalam konteks HAM, itu berarti harus diperbaiki, bukan dipidana," jelas Pigai.

HAM MBG - Pandangan HAM kasus keracunan massal program MBG versi Menteri HAM Natalius Pigai dan dosen Fakultas Hukum UGM Herlambang Wiratraman. Beda dengan Menteri HAM Natalius Pigai, dosen hukum UGM Herlambang Wiratraman sebut program MBG merupakan bentuk pelanggaran HAM. (KOMPASTV Jawa Barat/TribunJabar/Gani Kirniawan/Instagram @pandekha.ugm)
HAM MBG - Pandangan HAM kasus keracunan massal program MBG versi Menteri HAM Natalius Pigai dan dosen Fakultas Hukum UGM Herlambang Wiratraman. Beda dengan Menteri HAM Natalius Pigai, dosen hukum UGM Herlambang Wiratraman sebut program MBG merupakan bentuk pelanggaran HAM. (KOMPASTV Jawa Barat/TribunJabar/Gani Kirniawan/Instagram @pandekha.ugm) (KOMPASTV Jawa Barat/TribunJabar/Gani Kirniawan/Instagram @pandekha.ugm)

Pandangan Berbeda dari Akademisi

Berbeda dengan pernyataan Menteri HAM, dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Herlambang Wiratraman, menilai bahwa program MBG justru berpotensi melanggar HAM.

Menurutnya, program tersebut telah mengorbankan hak-hak dasar siswa, khususnya hak atas pendidikan dan kesehatan.

Herlambang menekankan bahwa pelaksanaan program yang berdampak negatif terhadap kondisi fisik dan mental anak-anak, meskipun tidak disengaja, tetap dapat dikritisi sebagai bentuk pelanggaran hak asasi.

Sumber: Tribunnews
Halaman 1 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved