Viral Tepuk Gempa hingga Tepuk Pajak untuk Edukasi Masyarakat, Apakah Efektif?

Tentunya, konten-konten edukasi ini tak lepas dari respons beragam dari warganet di media sosial.

Ketika Tepuk Gempa dirilis BMKG pada platform X (sebelumnya Twitter), banyak warganet yang menyambut baik konten ini karena dinilai lebih bermanfaat dan ramah anak.

"Sangat ramah anak. Bravo! Saran saja, next bisa bikin tepuk atau yel-yel untuk bencana lainnya seperti tsunami, banjir, atau gunung meletus. Biar anak-anak bisa belajar juga terutama cara menyelamatkan diri. Lagu simpel begini biasanya lebih mudah diingat," tulis seorang pengguna akun.

"Dibanding tepuk sakinah, menurutku ini lebih bermanfaat. Soalnya ngasih edukasi tentang mitigasi gempa. Indonesia negara rawan bencana tapi pemahaman mitigasinya masih kurang."

"Saya lebih setuju ini. Lebih BERMANFAAT apalagi dengan pendekatan lagu serta background di belakangnya, sehingga anak-anak tahu harus berbuat apa saat terjadi gempa," tambah yang lainnya.

Namun, respons yang berbeda justru terjadi pada Tepuk Pajak. Di tengah sistem Coretax yang sering bermasalah dan sulit diakses, peluncuran "tepuk" ini lantas mendapatkan cibiran dari warganet.

"Kalau tepuk Coretax, erornya ilang gak?" ucap seorang warganet.

"Tepuk coretax gak bikin webnya tiba2 jadi bener atau bikin pengemplang pajak tiba2 taat bayar pajak," timpal seorang lainnya.

Baca juga: Kepala KUA Tenggarong Naryanto: “Tepuk Sakinah” Inovasi Agar Bimbingan Perkawinan Lebih Menarik

Hingga saat ini, konten-konten "tepuk" tersebut telah dilihat lebih dari ratusan ribu pengguna media sosial dan masih terus diperbincangkan. (*)

Sebagian dari artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Setelah Tepuk Sakinah, Muncul Tepuk Gempa hingga Tepuk Pajak: Efektif untuk Edukasi?"