Berita Nasional Terkini

Mahfud MD Usul Pengangkatan Kapolri dan Panglima TNI Tak Perlu Meminta Persetujuan DPR

Mantan Menko Polhukam Mahfud MD mengusulkan agar pengangkatan Kapolri dan Panglima TNI tidak lagi memerlukan persetujuan DPR RI.

Kompas.com/Irfan Kamil
PEMILIHAN KAPOLRI - Mantan Menko Polhukam Mahfud MD mengusulkan agar pengangkatan Kapolri dan Panglima TNI tidak lagi memerlukan persetujuan DPR RI. (Kompas.com/Irfan Kamil) 

TRIBUNKALTIM.CO - Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengusulkan agar pengangkatan Kapolri dan Panglima TNI tidak lagi meminta persetujuan dari DPR RI.

Pernyataan ini disampaikannya dalam program "Sapa Indonesia Malam" di Kompas TV, Rabu (29/10/2025).

“Kalau saya berpikir, secara strukturalnya mungkin satu saja, kedepannya Kapolri itu tidak usah dimintakan persetujuan DPR untuk pengangkatannya,” ujar Mahfud.

Mahfud menjelaskan, selama ini praktik jual-beli politik dan uang untuk jabatan yang diseleksi DPR sudah berlangsung sejak lama.

Baca juga: Mahfud MD Ungkap Alasan Ragu Luhut Binsar Pandjaitan Terlibat Dugaan Korupsi Proyek Whoosh

“Yang langsung Presiden aja yang ngangkat, saya kan pernah di Komisi 3 jual-beli politiknya, bukan hanya jual-beli politik, jual-beli uang juga ya untuk jabatan-jabatan yang diseleksi di DPR itu sejak saya itu sudah ada,” katanya.

Menurut Mahfud, transaksi politik kerap melibatkan pemberian amplop berisi uang kepada anggota DPR, yang kemudian berujung pada pembagian jatah di institusi Polri.

“Sehingga di Polri sendiri kemudian timbul jatah-jatahan kan. Kalau ada penerimaan 100 orang, sekian persen ini jatah Kapolri, yang boleh mengangkat berdasar haknya sendiri, untuk apa, karena Kapolri punya relasi-relasi politik yang sulit ditolak,” ucapnya, seperti dilansir Kompas.tv.

Ia menekankan, kesalahan ini tidak hanya terjadi pada individu, tetapi juga partai politik yang terlibat.

Karena itu, menurut Mahfud, pemilihan Kapolri dan Panglima TNI sebaiknya langsung menjadi kewenangan presiden.

Selain itu, Mahfud MD turut menyoroti kondisi institusi Polri.

Baru-baru ini, ia bertemu dengan 10 purnawirawan jenderal Polri yang mendorong perbaikan internal institusi.

“Semuanya, termasuk jenderal-jenderal yang datang kemarin ke saya itu, dari polisi itu juga mengakui, mengatakan bahwa inilah saat atau periode dimana prestasi Polri itu sangat jeblok, sangat buruk sepanjang sejarah. Ini mereka yang bilang, sepanjang sejarah kepolisian inilah yang terburuk,” tuturnya.

Berikut rangkuman proses resmi pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR) untuk jabatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) berdasarkan regulasi dan praktik di Indonesia — lengkap dengan mekanisme dan landasan hukumnya.

1. Pemilihan Tentara Nasional Indonesia (TNI) – Jabatan Panglima TNI

Landasan Hukum

Dikutip dari dari Kompas.tv, pengangkatan dan pemberhentian Panglima TNI diatur dalam Undang‑Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI). 

Selain itu seperti dilansir Kompas.tv, Pasal 13 ayat 2 UU 34/2004 menyebut bahwa Panglima TNI diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas persetujuan DPR. 

MK menyatakan bahwa keterlibatan DPR dalam pengangkatan Panglima TNI bukan penyimpangan presidensial tetapi bagian dari mekanisme checks and balances. 

Baca juga: Viral Video SBY Tak Salami Kapolri di Acara HUT TNI 2025, Begini Tanggapan Petinggi Partai Demokrat

Mekanisme Umum

1. Presiden mengajukan satu calon Panglima TNI melalui Surat Presiden (Surpres) kepada DPR. 

2. DPR menerima surpres, lalu pimpinan DPR menggelar rapat Pimpinan DPR dan Badan Musyawarah (Bamus) untuk menugaskan komisi yang berwenang (biasanya Komisi I). 

3. Komisi I DPR melakukan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) terhadap calon. 

4. DPR dalam rapat paripurna memberikan persetujuan atau penolakan terhadap calon Presiden. Persetujuan harus disampaikan paling lambat 20 hari sejak surpres diterima, tidak termasuk masa reses DPR. 

5. Jika DPR menyetujui, Presiden melantik Panglima TNI. Jika ditolak, Presiden harus mengajukan calon lain. 

2. Pemilihan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) – Jabatan Kapolri

Landasan Hukum

  • Dikutip dari Kompas.tv, pemilihan Kapolri diatur dalam Undang‑Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri). 
  • MK menegaskan otoritas DPR dalam proses persetujuan pengangkatan Kapolri sebagai bagian dari sistem pemerintahan yang sehat.

Mekanisme Umum

1. Presiden mengajukan calon Kapolri melalui surpres ke DPR. 

2. DPR akan memproses melalui rapat Pimpinan, Bamus, lalu Komisi III yang melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon. 

3. Hasil uji kelayakan kemudian dibawa ke rapat paripurna DPR untuk persetujuan akhir.

4. Jika DPR menyetujui, Presiden melantik Kapolri. Jika DPR menolak, Presiden dapat mengusulkan calon lain. (prosedur serupa dengan Panglima TNI)

Catatan

  • Proses untuk Panglima TNI biasanya diberi batas waktu sekitar 20 hari sejak surpres diterima DPR untuk pengambilan keputusan. *
  • Untuk Kapolri, meskipun tidak selalu disebut angka 20 hari dalam UU khusus, praktik DPR menyebut bahwa seluruh mekanisme internal harus ditempuh seperti yang diatur DPR.
  • Kegiatan seperti pengusulan, fit and proper test, dan rapat paripurna merupakan rangkaian tetap dalam mekanisme. 
  • Penolakan DPR terhadap calon berarti Presiden harus mencari dan mengusulkan calon pengganti.

Baca juga: Ada Sutarman dan Idham Azis, Daftar Eks Kapolri yang Berpeluang Jadi Anggota Komite Reformasi Polri

Ikuti berita populer lainnya di saluran berikut: Channel WA, Facebook, X (Twitter), YouTube, Threads, Telegram 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved