Berita Nasional Terkini
Daftar Polisi Aktif yang Masih Duduki Jabatan Sipil Usai Putusan MK, Termasuk Ketua KPK!
MK resmi mengeluarkan putusan baru yang menegaskan bahwa anggota Polri tak lagi diperbolehkan menduduki jabatan sipil
Ringkasan Berita:
- MK resmi melarang polisi aktif menduduki jabatan sipil kecuali mereka mundur atau pensiun, karena dianggap bertentangan dengan prinsip netralitas dan meritokrasi
- Sebelum putusan ini berlaku, sejumlah perwira tinggi Polri mengisi jabatan strategis di banyak kementerian dan lembaga negara
- Pengamat menegaskan bahwa polisi sebenarnya adalah institusi sipil, sehingga perdebatan ini dinilai salah kaprah.
TRIBUNKALTIM.CO - Mahkamah Konstitusi (MK) resmi mengeluarkan putusan baru yang menegaskan bahwa anggota Polri tak lagi diperbolehkan menduduki jabatan sipil kecuali mereka mengundurkan diri atau memasuki masa pensiun.
Putusan ini menandai babak baru dalam relasi antara struktur kepolisian dan birokrasi pemerintahan, sekaligus mengakhiri praktik yang selama ini sangat lazim, yaitu penempatan polisi aktif di kementerian dan lembaga negara melalui mekanisme izin Kapolri.
Putusan MK yang dibacakan dalam perkara nomor 114/PUU-XXIII/2025 ini menguji Pasal 28 ayat (3) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri—sebuah ketentuan yang selama dua dekade menjadi dasar bagi penempatan anggota Polri ke jabatan-jabatan non-kepolisian.
Dengan putusan ini, Mahkamah Konstitusi menegaskan aturan baru yang bersifat final dan mengikat, sehingga seluruh penempatan polisi aktif di jabatan sipil harus ditinjau ulang.
Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan tersebut pada Kamis, 14 November 2025, di ruang sidang pleno MK, Jakarta Pusat. Ia menyatakan, “Amar putusan, mengadili: 1. Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya.”
Baca juga: MK Larang Polisi Rangkap Jabatan Sipil, Respons Praktisi Hukum Balikpapan
Para pemohon—salah satunya Syamsul Jahidin—mengajukan keberatan atas maraknya penugasan perwira Polri di jabatan-jabatan sipil tanpa melalui mekanisme pengunduran diri atau pensiun.
Dalam gugatannya, Syamsul berpendapat bahwa praktik tersebut mengganggu prinsip netralitas aparat negara, merusak meritokrasi dalam birokrasi publik, dan berpotensi merampas hak konstitusional warga sipil yang seharusnya memiliki peluang setara dalam pengisian jabatan publik.
Selain itu, pemohon menilai norma dalam pasal tersebut menciptakan potensi dwifungsi Polri—konsep ketika aparat keamanan menjalankan fungsi ganda (keamanan sekaligus pemerintahan), mirip dengan dwifungsi militer pada masa Orde Baru.
Dwifungsi Polri menjadi perhatian karena polisi semestinya menjalankan tugas keamanan dan ketertiban masyarakat, bukan mengemban fungsi administratif kementerian.
Dalam dokumen permohonan, Syamsul juga menyebut daftar nama anggota Polri aktif yang saat ini menduduki jabatan sipil di berbagai lembaga negara, kementerian, dan lembaga strategis.
Daftar ini kemudian menjadi sorotan publik setelah permohonan dikabulkan MK.
Daftar Polisi Aktif yang Masih Menduduki Jabatan Sipil
Dalam berkas permohonan yang disetujui MK, tercantum sejumlah nama perwira Polri yang mengemban jabatan sipil strategis. Berikut daftar lengkapnya berdasarkan informasi yang disampaikan:
- Komjen Pol Setyo Budiyanto – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
- Komjen Pol Rudy Heriyanto Adi Nugroho – Sekjen Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
- Panca Putra Simanjuntak – bertugas di Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhannas).
- Komjen Pol Nico Afinta – Sekjen Menteri Hukum.
- Komjen Suyudi Ario Seto – Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN).
- Komjen Pol Albertus Rachmad Wibowo – Wakil Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
- Komjen Pol Eddy Hartono – Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
- Irjen Pol Mohammad Iqbal – Inspektur Jenderal DPD RI.
Selain nama-nama tersebut, terdapat pula sejumlah perwira lain yang menduduki jabatan sipil baru dan teknis di kementerian maupun lembaga strategis:
- Brigjen Sony Sanjaya – Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN).
- Brigjen Yuldi Yusman – Plt Direktur Jenderal Imigrasi di Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan.
- Kombes Jamaludin – Kementerian Haji dan Umrah.
- Brigjen Rahmadi – Staf Ahli Kementerian Kehutanan.
- Brigjen Edi Mardianto – Staf Ahli Menteri Dalam Negeri.
- Irjen Prabowo Argo Yuwono – Inspektur Jenderal Kementerian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
- Komjen I Ketut Suardana – Inspektur Jenderal Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
Keberadaan nama-nama ini memperlihatkan betapa luasnya penempatan polisi aktif di berbagai institusi sipil, dari kementerian sektoral hingga lembaga negara independen.
Latar Belakang Gugatan: Netralitas dan Meritokrasi Jadi Masalah
Dalam berkas permohonan, Syamsul Jahidin menilai bahwa banyaknya penempatan polisi aktif ke jabatan sipil merusak prinsip dasar birokrasi sipil—yaitu profesionalisme, netralitas, dan proses seleksi terbuka berbasis meritokrasi (sistem berdasarkan kompetensi, bukan kedekatan instansi atau kewenangan struktural).
Ia menyampaikan argumen bahwa keberadaan perwira aktif dalam jabatan sipil membuat warga negara biasa kehilangan kesempatan untuk mengisi jabatan strategis karena posisi tersebut diisi melalui penunjukan langsung, bukan melalui proses seleksi publik.
Selain itu, ia menilai adanya potensi dwifungsi Polri, karena polisi aktif berperan tidak hanya sebagai aparat keamanan tetapi sekaligus pejabat eksekutif di pemerintahan.
Pandangan Pengamat: Polisi Itu Sipil, Bukan Kombatan
Di tengah perdebatan tersebut, Poengky Indarti, mantan Komisioner Kompolnas yang juga pengamat kepolisian, memberikan pandangan yang sedikit berbeda.
Ia menilai bahwa perdebatan mengenai larangan polisi aktif menduduki jabatan sipil justru menunjukkan adanya salah pemahaman publik mengenai status Polri.
Poengky mengatakan, “Yang saya heran adalah dikotomi polisi dan jabatan sipil. Seolah polisi itu bukan sipil dan ‘memaksakan diri’ duduk di jabatan sipil.”
Ia menjelaskan bahwa sejak Reformasi 1998, Polri telah terpisah dari TNI dan menjadi institusi sipil sepenuhnya. Hal itu diatur dalam TAP MPR Nomor VI Tahun 2000 dan diperjelas kembali dalam UU Nomor 2 Tahun 2002.
Poengky menambahkan, “Polisi itu sipil, bukan militer, bukan kombatan seperti tentara. Polisi juga tunduk pada peradilan umum. Jadi semakin jelas sipilnya.”
Meski demikian, Poengky tetap mengakui bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat, sehingga seluruh struktur Polri harus patuh.
Dengan dikeluarkannya putusan ini, Poengky memprediksi pemerintah perlu menyiapkan skema transisi/
“Dengan adanya putusan MK ini, maka perlu dilakukan upaya untuk melaksanakan putusan tersebut. Kemungkinan akan ada aturan peralihan secara bertahap.”
Ia juga menegaskan bahwa penugasan polisi ke jabatan sipil selama ini biasanya dilakukan bukan atas keinginan Polri, tetapi atas permintaan resmi kementerian atau lembaga yang membutuhkan.
Sumber: https://nasional.kompas.com/read/2025/11/15/11341931/ini-daftar-personel-polri-aktif-yang-masih-duduki-jabatan-sipil
Sumber: https://nasional.kompas.com/read/2025/11/15/17140121/polisi-aktif-dilarang-duduki-jabatan-sipil-pengamat-polisi-itu-sipil-bukan.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kaltim/foto/bank/originals/2025125_penipuan-seleksi-akpol.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.