Pemangkasan Dana Transfer Daerah

Bupati Kukar, Aulia Rahman Basri: 10 Kepala Daerah di Kaltim akan Datangi Kemenkeu Perjuangkan DBH

Bupati Kukar Aulia Rahman Basri sebut 10 Kepala Daerah di Kaltim bakal mendatangi Kemenkeu untuk perjuangkan Dana Bagi Hasil atau DBH.

Penulis: Tribun Kaltim | Editor: Amalia Husnul A
Tangkap layar www.kemenkeu.go.id
PEMANGKASAN DBH - Ilustrasi Dana Bagi Hasil dari laman resmi Kementerian Keuangan. Dana Bagi Hasil dipangkas Pusat, deretan respons Walikota dan Bupati di Kaltim. Bupati Kukar Aulia Rahman Basri sebut 10 Kepala Daerah di Kaltim bakal mendatangi Kemenkeu untuk perjuangkan Dana Bagi Hasil atau DBH. (Tangkap layar www.kemenkeu.go.id) 

TRIBUNKALTIM.CO - Bupati Kutai Kartanegara (Kukar), Aulia Rahman Basri menyebut 10 kepala daerah (Walikota dan Bupati) di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) bakal mendatangi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk memperjuangkan Dana Bagi Hasil (DBH).

Rencana Pemerintah Pusat memangkas Dana Bagi Hasil atau DBH yang termasuk bagian dari dana Transfer ke Daerah (TKD) menjadi perhatian Walikota dan Bupati di Kaltim. 

Kebijakan Pemerintah Pusat memangkas dana TKD yang tentunya termasuk Dana Bagi Hasil (DBH) ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 56 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pelaksanaan Efisiensi Belanja dalam APBN yang berlaku sejak 29 Juli 2025.

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kukar menghadapi tantangan serius pemangkasan DBH oleh Kemenkeu. 

Baca juga: Kepala Daerah di Kaltim Kompak Minta Pemerintah Pusat Tinjau Ulang Pemotongan DBH

Menyikapi hal itu, Bupati Kukar, Aulia Rahman Basri, menegaskan pihaknya segera melakukan langkah strategis dengan menjalin komunikasi langsung ke pemerintah pusat.

Langkah ini diambil sebagai upaya menjaga stabilitas fiskal daerah, mengingat DBH merupakan sumber utama pendapatan yang menopang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

“Kita sudah berkoordinasi di tingkat Provinsi Kaltim.

Kebetulan kemarin kita kumpul para kepala daerah dipimpin oleh Pak Gubernur Kaltim (Rudi Masud).

Rencananya, kami bersama 10 kepala daerah akan datang ke Kemenkeu untuk memperjuangkan DBH,” ujar Bupati Kukar Aulia Rahman Basri, Jumat(13/9/2025).

Diketahui, Provinsi Kaltim terdiri dari 7 Kabupaten dan 3 Kota.

Tujuh Kabupaten di Kaltim yakni Berau, Kutai Timur (Kutim), Kutai Kartanegara (Kukar), Kutai Barat (Kubar), Mahakam Ulu (Mahulu), Penajam Paser Utara (PPU) dan Paser.

Tiga Kota di Kaltim meliputi, Balikpapan, Samarinda (ibukota) dan Bontang.

Menurut Bupati Aulia Rahman Basri, tahun 2026 Kukar hanya akan menerima transfer DBH sebesar Rp 1,3 triliun, atau sekitar 23 persen dari alokasi normal yang biasanya mencapai Rp 5,7 triliun.

“Tahun 2026 itu kita cuman dapat 1,3 karena hanya 23 persen yang disalurkan, nah ini yang kita coba perjuangkan,” sebutnya.

Bupati Aulia menegaskan, penurunan drastis DBH akan berdampak pada pembangunan dan roda perekonomian masyarakat.

PEMANGKASAN ANGGARAN - Bupati Kukar Aulia Rahman Basri mengatakan, dari Rp3 triliun yang seharusnya diterima, daerah hanya mendapatkan Rp1,5 triliun. Aulia memastikan, anggaran untuk pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial tidak akan tersentuh efisiensi. (TRIBUNKALTIM.CO/PATRICK VALLERY SIANTURI)
PEMANGKASAN DBH - Bupati Kukar Aulia Rahman Basri ketika ditemui beberapa waktu lalu. Bupati Kukar menyebut 10 kepala daerah di Kaltim bakal datangi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk perjuangkan Dana Bagi Hasil atau DBH. (TRIBUNKALTIM.CO/PATRICK VALLERY SIANTURI) (TRIBUNKALTIM.CO/PATRICK VALLERY SIANTURI)

Pasalnya, APBD menjadi motor utama pergerakan ekonomi di daerah.

“Kalau APBD berkurang, kita khawatir roda perekonomian di Kukar juga akan terganggu.

Inilah titik tekan kita dalam memperjuangkan hak daerah,” imbuhnya.

Ia pun berharap, dengan adanya Menkeu baru, arah kebijakan fiskal dapat lebih berpihak kepada daerah, sehingga pembangunan dan layanan publik di Kukar tetap berjalan optimal.

“Dengan adanya Menkeu baru, kita berharap ada perubahan kebijakan fiskal yang lebih berpihak kepada daerah,” katanya.

Respons Kepala Daerah di Kaltim

Kepala daerah lainnya di Kaltim juga memprotes kebijakan pemangkasan DBH.

Berikut pernyataan Walikota dan Bupati maupun wakilnya di Kaltim Lainnya:

  1. Walikota Balikpapan, Rahmad Masud

 "Alokasi awal dana transfer ke daerah (TKD) sekitar Rp900 miliar.

Jika dipotong hingga 75 persen, mungkin hanya tersisa Rp200 miliar.

Ini akan sangat berdampak pada pembangunan di Kaltim," ujar Walikota Balikpapan, Rahmad Masud.

Sikap Rahmad Masud:

  • Menolak pemangkasan drastis karena berdampak signifikan pada APBD.
  • Memastikan program prioritas (pendidikan, kesehatan, infrastruktur) tidak boleh diganggu.
  • Siap memangkas kegiatan non-prioritas (seremonial, bimtek, perjalanan dinas).

Polemik rencana pemotongan Dana Bagi Hasil (DBH) dari pemerintah pusat disesalkan sejumlah kepala daerah di Kalimantan Timur.

2. Walikota Bontang, Neni Moerniaeni

Walikota Bontang, Neni Moerniaeni, menegaskan regulasi hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah sudah diatur jelas melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022, sehingga tidak bisa dilakukan pemotongan secara sepihak.

Menurut Neni, daerah pengolah memiliki hak sebesar 1 persen sesuai undang-undang, sehingga pemotongan DBH hingga 50 persen jelas tidak adil.

"Tidak bisa serta-merta pemerintah pusat memotong begitu saja, karena ada regulasinya," tegas Neni ditemui sela-sela Rapat Koordinasi Pemberantasan Korupsi Daerah Kaltim di Balikpapan, Rabu (10/9/2025). 

Ia menyebutkan bahwa pemerintah daerah, termasuk melalui Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi), telah menyuarakan persoalan ini hingga ke Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI.

Neni juga menyinggung kondisi Kota Bontang yang diapit oleh dua perusahaan besar, namun justru tidak mendapatkan porsi pajak yang seimbang.

Ia menjelaskan bahwa seluruh kantor pusat perusahaan berada di Jakarta, sehingga Pajak Penghasilan (PPh) termasuk PPh 21 masuk ke ibu kota negara.

Dalam pertemuan dengan pemerintah pusat, Wakil Menteri Keuangan disebut telah menyampaikan rencana pengembalian PPh 21 ke daerah, termasuk Bontang.

Jika pemotongan DBH benar-benar diterapkan, Neni menilai akan ada dampak langsung terhadap program yang sudah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). 

3. Bupati Paser, Fahmi Fadli

Menurut Bupati Paser, Fahmi Fadli pemotongan DBH akan sangat berdampak terhadap jalannya pemerintahan di daerah.

"Jika ada pemotongan DBH, maka kami akan menyusun ulang kembali perencanaan yang sudah kami susun," katanya.

4. Bupati Kutai Timur, Ardiansyah

Bupati Kutai Timur, Ardiansyah mengatakan pemangkasan DBH merugikan bagi daerahnya. 

Oh, sangat merugikan sekali itu," kata Ardiansyah singkat. 

Menurut Wakil Bupati (Wabup) Paser, Ikhwan Antasari estimasi Dana Alokasi Umum (DAU) tahun 2026 untuk Kabupaten Paser diangka Rp370 miliar lebih dari tahun 2025 Rp443 miliar lebih.

Sedangkan DBH tahun 2026 diangka Rp415 miliar lebih dari sebelumnya di tahun ini Rp1,7 triliun lebih.

Pemkab Paser mengharapkan agar pemangkasan TKD oleh pemerintah pusat tidak terlalu besar.

"Untuk TKD tahun 2026, kami mengharapkan agar pemangkasan ini tidak terlalu besar," terang Ikhwan saat ditemui di Gedung Baling Seleloi, Sekretariat DPRD Paser, Kamis (11/9).

Sejauh ini, Pemkab Paser juga masih sangat bergantung pada DBH dari pemerintah pusat.

"Kita masih bergantung pada DBH, tahun ini saja transfer DBH mencapai Rp1,7 triliun lebih. Hampir sebagian besar belanja modal kita dari transfer DBH," tambahnya.

Sementara untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Paser masih berada dikisaran Rp300 miliar lebih, yang masih sangat jauh nilainya dari DBH pemerintah pusat.

Pembangunan yang dilakukan Pemkab Paser saat ini, sambung Ikhwan tidak terlepas dari DBH yang diterima daerah.

"Untuk isu pemangkasan sekitar 80 persen DBH, semua masih estimasi. Kita tunggu saja, saya tidak ingin terlalu banyak berbicara soal ini.

Yang pastinya, kami di pemerintah daerah meminta tolong agar TKD ini jangan terlalu besar dipangkas.

Karena bagaimanapun, kita sebagai daerah-daerah penghasil ini tentu sangat bergantung transfer dari pusat," kata Ikhwan.

5. Bupati Penajam Paser Utara (PPU), Mudyat Noor

 Bupati PPU Mudyat Noor menyatakan pemangkasan ini merupakan tantangan besar, terutama bagi daerah yang masih sangat bergantung pada transfer pusat,untuk membiayai pembangunan infrastruktur dan pelayanan dasar.

“Kalau memang ini terjadi, kita harus siap. Jangan sampai keterbatasan anggaran membuat kita berhenti berinovasi,” ungkapnya Kamis (28/8/2025).

Saat ini, total APBD PPU berada di angka sekitar Rp2,7 triliun.

Dengan potensi pengurangan signifikan, Mudyat meminta seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) tidak hanya mengandalkan APBD, tetapi mulai mencari terobosan kreatif dalam penggalangan dana pembangunan.

Menurutnya, peluang kerja sama lintas instansi baik dengan kementerian, pemerintah provinsi, maupun sektor swasta harus dimaksimalkan.

Ia mencontohkan, program pengadaan fasilitas pendidikan dan rekrutmen tenaga relawan, bisa diakses langsung melalui kementerian tanpa membebani anggaran daerah.

“Kalau SKPD aktif, anggaran yang terbatas bisa tetap menghasilkan pembangunan yang besar.

Jangan hanya datang ke acara tapi tidak membawa pulang hasil,” tegasnya.

Selain menjalin komunikasi intensif dengan instansi vertikal, Mudyat Noor juga mendorong pelibatan organisasi masyarakat seperti PKK, untuk mendukung program-program pelayanan dasar.

Ia menekankan pasca peringatan HUT ke-80 RI, pemetaan kebutuhan prioritas harus segera dilakukan, terutama di sektor pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.

“Yang penting adalah manfaat nyata bagi masyarakat. Kalau kita bisa menarik bantuan sampai ratusan miliar tanpa APBD, itu luar biasa,” katanya.

6. Wakil Bupati Berau, Gamalis

Wakil Bupati Berau Gamalis mengkhawatirkan pembangunan Berau kedepannya dengan pemangkasan DBH

Apalagi, APBD Berau sebesar kurang lebih 60 persen masih bergantung pada dana transfer.

Ia pun, telah berkomunikasi dengan Gubernur Kaltim Rudy Masud secara langsung terkait wacana pemangkasan transfer ke daerah

“Sudah ada info dari pak Gubernur, pemangkasan untuk kabupaten besarannya bisa sampai 50 persen, termasuk diantaranya Berau juga,” ungkapnya kepada Tribun Kaltim, Kamis (11/9/2025).

Saat ini, Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk Berau nol.

Menurut Gamalis, kehilangan DAK saja sudah sangat berpengaruh. Apalagi dana transfer harus dikurangi hingga 50 persen.

Saat ini APBD Berau TA 2025 mencapai Rp 5,2 Triliun. Jika dipangkas hingga 50 persen bisa jadi proyeksi APBD Berau hanya mencapai RP 3-4 Triliun. 

Menurut Gamalis, Pendapatan Asli Daerah (PAD) memang menjadi opsi untuk membantu keuangan daerah, meskipun, untuk peningkatan PAD memerlukan kerja yang ekstra.

Sebab, belum ada setengah dari PAD  menyumbang untuk keseluruhan APBD Berau. 

Sikap Gamalis:

  • Pemkab Berau juga tidak bisa langsung memberatkan beban keuangan kepada rakyat.
  • Meminta untuk kerja sama seluruh elemen pemerintahan terutama untuk bisa menentukan prioritas pembangunan di Kabupaten Berau tahun depan. 
  • Memprioritaskan usulan di Muserenbang seluruh kecamatan. 
  • Mendukung penuh jika seluruh kepala daerah di Kaltim untuk protes langsung kepada kebijakan pemangkasan dana transfer, jika wacana tersebut dilaksanakan. 

Respons Gubernur Kaltim, Rudy Masud

Sebelumnya Gubernur Kaltim,  Rudy Mas’ud mengakui pemangkasan DBH tentunya berdampak pada anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) Kaltim.

Mulanya ia memprediksi pengurangan dana paling sedikit Rp4,5 triliun, atau bisa diatas Rp5 triliun. Hal itu terhitung dari existing di tahun 2024-2025.

Namun, dari rancangan APBD Kaltim 2025-2026, alokasi dana bagi hasil diproyeksikan mengalami penurunan signifikan hingga 50 persen. Tepatnya hanya tersisa sekitar Rp1,4 triliun.

“Tentu akan berdampak, karena selama ini ada dana melalui bantuan keuangan (Bankeu) dan bantuan langsung (BL).

Sehingga adanya ini sudah harus siap-siap untuk mengantisipasi apabila hal itu tidak ada bantuan,” ujar Rudy Mas’ud, Rabu (10/9/2025).

Kondisi ini menuntut Pemprov Kaltim lebih cerdas dalam mengelola APBD.

Rudy menyatakan komitmennya untuk menjalankan visi pembangunan daerah. Khususnya pembangunan bersifat konkuren yang merujuk dalam standar pelayanan dan minimum (SPM).

Seperti pada sektor pendidikan, kesehatan, infrastruktur dasar, termasuk perumahan, pemukiman, juga lapangan pekerjaan.

Begitu juga dengan kesejahteraan, ketentraman, ketenangan, dan sosial.

“InsyaAllah saya rasa itu tetap akan berjalan. Kita akan bagi dengan anggaran yang ada, dan memang kita harus berhemat,” kata Rudy.

Pihaknya berupaya melakukan lobi ke pemerintah pusat melalui Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam agenda Rapat Koordinasi Pemberantasan Korupsi Daerah Wilayah Kalimantan Timur.

“Ini salah satu upaya kita agar aspirasi tersampaikan ke pusat,” pungkasnya.

Baca juga: Pengamat Unmul Soroti Sikap Pasif Pemprov Kaltim Soal Pemangkasan DBH

(TribunKaltim.co/Patrick Vallery Sianturi/Ary Nindita Intan RS/Renata Andini Pangesti/Syaifullah Ibrahim)\

Ikuti berita populer lainnya di Google NewsChannel WA, dan Telegram.

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved