Korupsi Desain Besar Olahraga Nasional

Isran Noor Diperiksa Kejati Kaltim dari Pukul 10.00 Wita, Pengamat Unmul: Jauhkan Nuansa Politis

Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur memeriksa mantan Gubernur Kaltim, Isran Noor terkait kasus korupsi Desain Besar Olahraga Nasional (DBON).

Kolase Tribun Kaltim / Fairus
ISRAN NOOR DIPERIKSA - Isran Noor diperiksa Kejati Kaltim, Senin (22/9/2025). Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur memeriksa mantan Gubernur Kaltim, Isran Noor terkait kasus korupsi Dana Besar Olahraga Nasional (DBON). (Kolase Tribun Kaltim / Fairus) 

“Kalau konteksnya seperti itu menurut saya pemeriksaan Pak Isran itu sudah wajar, karena bagian dari struktur DBON. Kemudian kalau apakah juga berpotensi ditetapkan sebagai tersangka, itu tentu nanti melihat seperti apa perannya gubernur pada saat itu,” ujar Syaiful saat dihubungi TribunKaltim (22/9). 

Ia menjelaskan, posisi mantan gubernur pada saat itu bisa saja aman jika kebijakan penganggaran DBON memiliki dasar hukum yang jelas.

Namun, jika kebijakan tersebut tidak memiliki landasan normatif, maka tanggung jawab tertinggi bisa saja diarahkan ke posisi gubernur.

“Tentu nanti akan ada banyak pertanyaan dari kejaksaan, kenapa sampai terbentuknya DBON itu, kemudian apa yang menjadi landasan yuridisnya, landasan aturannya, dan seterusnya. Kalau posisinya aman dari sisi aturan, Pak Isran berpotensi tidak ditersangkakan. Tapi kalau tidak ada, tentu masih berpotensi,” jelasnya.

Syaiful menambahkan, kasus DBON tidak hanya berkaitan dengan Dispora dan pengurus DBON, tetapi juga berpotensi menyeret pihak lain dalam struktur, termasuk KONI Kaltim.

Hal itu karena DBON Kaltim terhubung dengan berbagai organisasi olahraga di daerah.

“Kalau saya lihat dari sisi struktur organisasinya, semua bagian itu dilibatkan di situ, ada gubernur, wakil gubernur, Dispora, dan juga KONI Kaltim. Bahkan berkembang informasinya, tahun 2023 KONI Kaltim dapat Rp4,3 miliar, ada juga KORMI, BPOMI, dan lain-lain. Itu juga bersumber dari anggaran yang dikoordinir DBON kepada para pihak tadi,” bebernya.

Ia menegaskan, kejaksaan harus mengungkap secara transparan apakah dugaan kerugian negara muncul dari mark up, fiktif, atau kesalahan prosedural.

“Sekali lagi, kejaksaan mestinya sudah bisa mem-publish, apa sih poinnya itu, seperti di mana letak kerugian anggarannya, atau di mana perbuatan melawan hukumnya, sehingga menetapkan tersangka. Minimal harus ada dua alat bukti yang ditemukan,” lanjutnya.

Harus Bersih dari Nuansa Politis

Syaiful juga memberi catatan penting agar proses hukum ini tidak dicampuri kepentingan politik.

Menurutnya, DBON Kaltim yang pertama dan satu-satunya di Indonesia memang memiliki struktur rumit dan melibatkan banyak tokoh penting, sehingga rawan dimaknai sebagai bagian dari dinamika politik.

“Saya berharap kasus ini tidak bernuansa politis, artinya tidak menjadi pembersihan rezim lama. Karena DBON ini potensial, diisi banyak tokoh dan pejabat Kaltim sebelumnya. Idealnya penanganan kasus ini murni karena ditemukan kerugian negara, bukan karena kepentingan politik,” tegasnya.

Ia menekankan, publik juga perlu mengetahui apakah penyelidikan Kejati Kaltim berangkat dari hasil audit lembaga resmi seperti BPK, BPKP, atau Inspektorat.

Menurutnya, hal itu penting untuk memperkuat kepercayaan publik bahwa proses hukum benar-benar objektif, sehingga menjauhkan kesan politis dalam pemeriksaan Isran Noor.

“Kalau sumbernya jelas dari audit lembaga resmi, maka lebih fair, lebih meyakinkan publik bahwa kasus ini murni soal dugaan kerugian negara, bukan politik,” pungkas Syaiful. (Tribun Kaltim / Gregorius / Sintya)

Sumber: Tribun Kaltim
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved