Peristiwa November Balikpapan

Pemberontakan 18 November 1945 di Balikpapan Gagal Total, Pimpinan KIM Menghilang tanpa Jejak

Empat hari setelah aksi besar 13 November dan perundingan 14 November 1945, Balikpapan kembali memanas.

Penulis: Dwi Ardianto | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO/DWI ARDIANTO
REVOLUSI KEMERDEKAAN - Herry Trunajaya bersama dengan buku karangannya, "Balikpapan 13 November 1945". TRIBUNKALTIM.CO/DWI ARDIANTO 
Ringkasan Berita:
  • Setelah granat tidak berhasil memutus listrik, pemberontakan praktis gagal;
  • Abdul Moethalib diungsikan bersama istrinya dan tidak ada kabar lagi tentang keberadaannya;
  • Hilangnya arsip membuat sejarah Balikpapan kurang dikenal generasi muda.

 

‎TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN — Empat hari setelah aksi besar 13 November dan perundingan 14 November 1945, Balikpapan kembali memanas.

Pada 18 November 1945, Komite Indonesia Merdeka (KIM) melancarkan aksi penyerangan umum terhadap tentara NICA Belanda.

‎Aksi yang dipimpin Abdul Moethalib itu dimulai tepat tengah malam.

Tanda dimulainya pemberontakan adalah tiga tembakan pistol ke udara.

‎Target utama mereka adalah sentral listrik di Jalan Asrama Bukit (Askit) yang kini Jalan Riko, Kampung Baru dengan rencana memadamkan listrik sebagai sinyal serangan lanjutan.

Baca juga: Aksi 13 November 1945, Ribuan Warga Balikpapan Tantang Belanda untuk Kibarkan Merah Putih


‎‎Namun seluruh granat yang dilempar pemuda, gagal merusak fasilitas listrik.

Balikpapan tetap terang hingga pagi, membuat rencana aksi lanjutan tidak dapat dieksekusi.

‎“Setelah granat tidak berhasil memutus listrik, pemberontakan praktis gagal. Setelah itulah Moethalib semakin diburu,” ujar sejarawan Herry Trunajaya kepada TribunKaltim.co, Sabtu (15/11/2025). 

‎Hingga hari ini, sosok Abdul Moethalib tetap misterius. Tidak ada satu pun arsip pemerintah, keluarga, maupun foto dokumentasinya yang dapat ditemukan.

‎“Bahkan selembar foto pun tak ada. Ia diduga bukan orang asli Balikpapan. Kemungkinan dari Palembang,” kata Herry.

‎Ia dikenal cerdas, fasih bahasa Belanda, Jepang, dan Inggris, serta dihormati para pemuda.

Abdul Moethalib bahkan pernah ditangkap oleh tentara Belanda (NICA) saat berpidato di podium dalam rapat umum di Karang Anyar, Balikpapan, yang bertujuan menyatakan dukungan kemerdekaan.

Namun setelah 18 November 1945, Abdul Moethalib diungsikan bersama istrinya dan tidak ada kabar lagi tentang keberadaannya.

Baca juga: 13 November: Sejarah, Makna, dan Cara Merayakan Hari Kebaikan Sedunia

‎Foto-foto aksi massa 13 November yang diambil tentara Australia pernah diserahkan kepada pejuang Samarinda, Junaid Sanusi.

Namun ketika dipinjam oleh seorang pemuda bernama Helda Helen dari Kuala Kapuas, arsip itu lenyap dibawa ke Jakarta.

‎“Hilangnya arsip membuat sejarah Balikpapan kurang dikenal generasi muda,” ujar Herry.

‎Herry berharap generasi muda tetap belajar mengenai sejarah lokal Balikpapan.

‎“Balikpapan punya sejarah perlawanan. Kemerdekaan di sini diperjuangkan, bukan datang begitu saja,” pesannya. (*)

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved