Peristiwa November Balikpapan
Mengenang 3 Peristiwa Heroik Bulan November di Balikpapan, Merah Putih Disembunyikan di Balik Baju
Aksi massa 13 November 1945 di Balikpapan jadi simbol perlawanan rakyat melawan Belanda, meski upaya pengibaran Merah Putih gagal.
Ringkasan Berita:
- Aksi massa 13 November 1945 di Balikpapan jadi simbol perlawanan rakyat melawan Belanda, meski upaya pengibaran Merah Putih gagal.
- Tokoh KIM dan pemuda diburu setelah serangan umum 18 November, sementara banyak dokumen sejarah hilang.
- Pemkot dan sejarawan mendorong pelestarian sejarah Balikpapan yang dinilai vital namun masih kurang dikenal generasi muda.
TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Pagi itu, 13 November 1945, Lapangan Buruh Minyak BPM Karang Anyar berubah menjadi lautan manusia.
Dari lima pintu masuk kompleks, ribuan warga Balikpapan, Kalimantan Timur bergerak seperti arus tak terbendung, membawa teriakan merdeka dan bendera yang disembunyikan di balik baju.
Debu jalan terbang setiap kali rombongan baru tiba, dan di tengah hiruk-pikuk itu, para pemuda naik ke panggung darurat sebelum ditarik paksa oleh tentara Belanda menandai awal dari hari paling tegang dalam sejarah perlawanan Balikpapan.
Delapan puluh tahun telah berlalu, namun gema perjuangan rakyat Balikpapan pada November 1945 tetap hidup dalam ingatan warganya.
Baca juga: Dosen dari Unmul Samarinda Berikan Tips Melek Ilmu Sejarah Bagi Kaula Muda
Di kantor LVRI Balikpapan, Max Lumintang, salah satu veteran operasi Dwikora, kembali menghidupkan cerita yang diwariskan orang-orang tua di tengah gelora kemerdekaan.
“Orang tua kami itu sangat senang mendengar kabar Indonesia merdeka,” kenang Max Lumintang, Ketua Cabang LVRI Kota Balikpapan saat ditemui Tribun Kaltim.co, Senin (17/11).
Meski bukan pejuang 1945, ia tumbuh dalam kota yang menjadi salah satu titik paling diperebutkan setelah Proklamasi.
Pendudukan Jepang belum sepenuhnya berakhir, sementara Belanda kembali mencoba menancapkan pengaruh lewat NICA untuk menguasai fasilitas minyak BPM.
Kabar kemerdekaan yang menjalar dari Jawa membangkitkan pergerakan pemuda di hampir seluruh wilayah Balikpapan.
Mereka membentuk kelompok perlawanan, bergerak diam-diam, dan menjalin komunikasi dengan tokoh Komite Indonesia Merdeka (KIM).
Puncak ketegangan meledak pada 13 November 1945. Ribuan warga Balikpapan bergerak ke Lapangan Buruh Minyak BPM Karang Anyar, Pandansari, dalam aksi massa terbesar pasca-Proklamasi.
Mereka datang dari Samboja, Balikpapan Kota, hingga Balikpapan Seberang yang kini masuk wilayah PPU.
“Pemuda Balikpapan baru mengetahui Indonesia sudah merdeka beberapa waktu sebelumnya. Berita dari Jawa membakar semangat mereka,” ujar sejarawan Herry Trunajaya, penulis Balikpapan 13 November 1945.
Tokoh KIM seperti Abdul Moethalib, Husein Yusuf, dan M. Yahya mencoba berorasi, namun diturunkan paksa oleh tentara Belanda. Mereka ditahan bersama puluhan pemuda lainnya. Upaya pengibaran Merah Putih pun gagal.
Bendera yang dibawa Abdul Gani hilang jejak setelah disembunyikan, dan hingga kini belum ditemukan kembali.
Baca juga: Dosen Sejarah Unmul Sebut Balikpapan jadi Rebutan Dunia dalam Sejarah Nasional
Lima Tuntutan KIM
Sehari setelah demonstrasi ricuh itu, KIM menghadap NICA di kantor kampung Baru.
Dipimpin Abdul Moethalib, mereka menyampaikan lima tuntutan, pengakuan pengibaran Merah Putih, pembentukan perwakilan Pemerintah RI, pengembalian uang rakyat yang disita Jepang, pembukaan komunikasi Kalimantan–Jawa, serta pembebasan tahanan politik.
Menurut Herry, “Perundingan itu merupakan langkah diplomasi rakyat setelah aksi tidak membuahkan hasil.”
Belum ada kesepakatan, namun peristiwa itu menandai keberanian rakyat Balikpapan menyatakan diri bagian dari Republik.
Sinyal Perlawanan
Situasi memanas kembali empat hari kemudian. Tengah malam 18 November 1945, KIM melancarkan serangan umum terhadap tentara Belanda.
Tiga tembakan pistol ke udara menjadi tanda dimulainya aksi.
Target utama adalah sentral listrik di Jalan Asrama Bukit (Askit). Pemadaman listrik direncanakan sebagai sinyal perlawanan lanjutan.
Namun lemparan granat pemuda gagal merusak fasilitas. Balikpapan tetap terang hingga pagi, membuat rencana lanjutan tidak dapat dijalankan.
“Setelah listrik tidak padam, pemberontakan praktis gagal. Sejak itu Moethalib semakin diburu,” kata Herry.
Sosok pemimpin KIM itu kemudian hilang tanpa jejak. Tidak ada arsip, keluarga, atau foto yang tersisa tentangnya.
Baca juga: Cerita Peristiwa Bersejarah Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 di Kota Balikpapan
Hilangnya dokumen sejarah termasuk foto-foto aksi yang dibawa tentara Australia dan sempat dipinjam seorang pemuda dari Kuala Kapuas membuat banyak kisah heroik lokal tenggelam dari ingatan generasi baru.
Herry berharap generasi muda tetap belajar mengenai sejarah lokal.
"Balikpapan punya sejarah perlawanan. Kemerdekaan di sini diperjuangkan, bukan datang begitu saja," pesannya.
Kini semangat perjuangan itu dijaga oleh para veteran. Max Lumintang, yang pernah bertempur di perbatasan Indonesia–Malaysia pada masa Dwikora, menjadi salah satu penjaga ingatan kolektif itu.
Setiap tahun ia menghadiri upacara kenangan bersama veteran Australia, membicarakan pertempuran besar yang pernah terjadi di Balikpapan.
“Kita selalu mengenang perjuangan rakyat Balikpapan supaya sejarah ini tidak hilang,” ujar Max.
Peristiwa November 1945 menjadi bukti bahwa kemerdekaan di Balikpapan tidak datang begitu saja. Ia direbut melalui aksi massa, diplomasi, hingga pemberontakan yang mempertaruhkan nyawa rakyatnya.
Serius Bangun Cagar Budaya
Wakil Wali Kota Balikpapan, Bagus Susetyo, menegaskan pentingnya pelestarian sejarah lokal sebagai bagian dari pendidikan generasi muda.
Keberadaan Kota Balikpapan tidak dapat dilepaskan dari era kolonial, khususnya sejak ditemukannya Sumur Mathilda yang menjadi titik awal perkembangan kawasan ini.
Bagus Susetyo mengatakan, momentum tersebut bersinggungan erat dengan masuknya kolonial Belanda dan kemudian Sekutu ke Kalimantan melalui Balikpapan.
Karena itu, sejarah lahirnya kota perlu dinarasikan ulang secara lebih utuh, terutama bagi anak cucu dan generasi penerus.
“Sebenarnya kita ingin membuat Cagar Budaya di Kota Balikpapan supaya generasi penerus paham perjuangan kota ini dan mengenang para pahlawan,” ujar Bagus.
Ia menyampaikan, beberapa waktu lalu Kodam sempat menyerahkan informasi mengenai pahlawan yang gugur dalam perlawanan terhadap Belanda ketika masuk ke Balikpapan.
Data tersebut disebut sangat penting untuk diangkat kembali dan disosialisasikan.
“Kita harus Jasmerah, jangan sekali-kali meninggalkan sejarah. Generasi muda perlu mengetahui heroiknya para pahlawan yang mempertahankan kemerdekaan,” tegasnya.
Baca juga: Sejarah Kaltim, Jejak Perlawanan Rakyat di Balikpapan, 3 Momen Penting di Bulan November
Bagus menjelaskan, sejumlah arsip sejarah Balikpapan tersimpan di Perpustakaan Daerah. Di sisi lain, banyak lokasi bersejarah yang masih ada hingga kini, seperti Goa Jepang di kompleks Pertamina.
Ke depan, Pemkot berencana mengusulkan program pengembangan cagar budaya jika kondisi anggaran kembali stabil.
“Kalau keuangan sudah normal, akan ada program yang kita usulkan, mulai dari pembangunan tugu hingga kawasan cagar budaya,” katanya.
Sebagai kota jasa, Pemkot juga berencana memperbanyak destinasi wisata sejarah untuk memperkaya pilihan wisatawan.
Terkait perhatian kepada veteran, Bagus memastikan Pemkot tetap memberikan dukungan, terutama bagi veteran disabilitas.
Pada peringatan Hari Pahlawan, Pemkot Balikpapan menyerahkan bantuan langsung. Selain itu, veteran juga menerima layanan BPJS Kesehatan gratis.
“Kita terus pikirkan bagaimana lansia dnn veteran mendapat perhatian, termasuk bantuan jasa. Selama ini pemerintah sudah memberikan layanan kesehatan gratis melalui BPJS Kesehatan,” ujarnya.
Minder Narasi Sejarah
Balikpapan kerap terkenal dengan sebutan kota minyak. Karena sejarahnya yang sangat lekat dengan industri dan produksi minyak bumi.
Namun, kota Balikpapan nyatanya memiliki peran strategis dalam sejarah nasional sebagai salah satu kota yang jadi rebutan dunia.
Akademisi Sekaligus Dosen Program Studi Sejarah Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, Sainal A mengatakan, Balikpapan memiliki peran vital sejak awal abad ke-20.
Terutama terkait dengan perebutan sumber daya minyak oleh kekuatan kolonial dan negara-negara besar dalam Perang Dunia II.
"Balikpapan itu sebenarnya sudah cukup dikenal masyarakat dunia, di awal abad 20 dalam perang dunia. Kaitannya dengan sumber daya alam yang ada, terutama minyak yang sangat dibutuhkan terutama di perang dunia kedua sekitar tahun 1942 hingga 1945," jelasnya, Minggu (16/11).
Menurutnya, posisi Balikpapan sebagai salah satu kota yang memproduksi minyak tersebut membuat kota tersebut menjadi incaran dunia, termasuk Belanda dan Jepang.
Terlebih, saat itu, sumber daya alam seperti minyak sangat dibutuhkan dalam perang dunia dua untuk persenjataan maupun perkapalan.
"Makanya kota Balikpapan menjadi penting. Bahkan negara yang terlibat dalam perang dunia kedua ini mereka masing-masing membutuhkan minyak untuk mesin perangnya. Sehingga Balikpapan cukup menjadi rebutan," ungkapnya.
Meski begitu, tokoh-tokoh masyarakat dan para pejuang yang tergabung dalam Badan Pembela Republik Indonesia (BPRI) berhasil mengusir penjajah dan memastikan Balikpapan tetap dalam NKRI.
Dengan begitu, kota Beriman memiliki peran penting dalam sejarah nasional Indonesia.
Namun sayangnya, sejarah ini tak begitu 'menggema' di tengah masyarakat.
Bahkan, terbilang jauh tertinggal dibanding sejarah kota lain di pulau jawa.
Sebab menurut Sainal, rasa minder akan narasi sejarah yang dianggap tak cukup penting menjadi alasan cerita ini tak banyak dibahas dan diangkat ke level nasional.
Padahal, menurutnya, Balikpapan bukan hanya pintu minyak, melainkan juga pintu strategi pertahanan yang terhubung dalam rute perang.
"Strategi serangan-serangan udara ataupun serangan laut itu dikontrol melalui Balikpapan dan Pontianak. Makanya posisinya penting," tuturnya.
Terlebih, kata dia, tak banyak pula akademisi ataupun tokoh-tokoh tertentu yang membahas sejarah kota Balikpapan lebih mendalam dan mengangkatnya ke level nasional.
Hal ini juga terjadi seiring dengan sedikitnya minat anak muda Balikpapan dalam mempelajari serta menelusuri sejarah kota tercintanya.
Termasuk juga, mempublikasikannya ke publik dengan memanfaatkan kemajuan teknologi.
"Jadi karena mindernya orang-orang Kaltim untuk mengangkat sejarahnya ke level nasionalnya, juga kurang banyak diskusi tentang itu sehingga itu belum terlalu 'terdengar'," pungkasnya. (*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kaltim/foto/bank/originals/20251118_h-tribun-katim.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.