Menguak Prostitusi Pelajar

Soal Prostitusi Pelajar, PKBI Ungkapkan Anak Menjual Anak

Hasil penelitian itu membuat Sumadi tercengang. Lantaran dari beberapa respoden dideteksi bukan sebagai pelacur, tetapi lebih dari seorang pelacur.

TRIBUN KALTIM/CHRISTOPER DESMAWANGGA
Mucikari diperiksa petugas dari Polsekta Samarinda Utara. Wanita yang menjadi mucikari masih terbilang muda karena baru berusia 22 tahun. 

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Terungkapnya jaringan prostitusi yang melibatkan pelajar, mahasiswi dan anak di bawah umur di Samarinda ternyata sudah pernah diteliti oleh Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Kaltim.

Penelitian dilakukan sejak 2003 silam. Hasil penelitian menunjukkan di era 2003, di Kota Samarinda sudah ada perilaku pergaulan bebas hingga pelacuran di usia remaja, khusus pelajar SLTA.

Hanya saja, PKBI Kaltim tidak menggunakan istilah ABG untuk obyek penelitian, melainkan AYLA (anak yang dilacurkan atau melacurkan). Hampir tiga bulan, PKBI Kaltim melakukan penelitian dengan target sekitar 30 responden di seluruh Samarinda.

Direktur PKBI Provinsi Kaltim Sumadi Atmodiharjo menurunkan tim autreach (penjangkau) untuk melakukan pengamatan dan wawancara mendalam dengan target obyek AYLA di Samarinda.

"Kami melakukan penelitian sudah lama, khusus untuk AYLA. Sebenarnya sama dengan padanan kata ABG (anak baru gede). Cuma ini usia di bawah 18 tahun. Itu pada 2003. Fenomena itu sudah kita dapatkan tahun itu," kata Sumadi ditemui di ruang kerja PKBI Kaltim, Jl Pembangunan, Perumahan Vorfo, Samarinda, Selasa (12/1/2016).

Baca: Bisnis Prostitusi Pelajar Sudah Berlangsung sejak Agustus Tahun Lalu

Hasil penelitian itu membuat Sumadi tercengang. Lantaran dari beberapa respoden dideteksi bukan sebagai pelacur, tetapi lebih dari seorang pelacur yakni mucikari.

"Banyak yang melacurkan diri. Bahkan ada anak yang melacurkan diri dan menjual anak-anak juga (mucikari atau germo)," ungkap mantan tenaga ahli DPRD Kaltim periode 2009-2013.

Hanya saja dari hasil penelitian yang membedakan, para pelanggan atau penjajak seks dari kalangan pekerja perusahaan.

"Kalau saat ini, pelanggannya pejabat. Tahun itu, om-om dari berbagai perusahaan yang datang ke Samarinda pada hari tertentu, Sabtu atau Minggu," katanya.

Bayaran pekerja seks tahun itu berkisar Rp 500 ribu hingga Rp 5 juta. Biasanya untuk bayaran Rp 500 ribu per short time. Untuk tarif Rp 3 juta hingga Rp 5 juta long time (lebih dari 5 jam/menginap).

"Kita tanya, mengapa bisa seharga itu. Menurut dia (AYLA), tergantung gambaran "ayamnya". Yang dipertimbangkan dari segi fisik, usia dan keahlian atau kemampuan pemasaran (mucikari) bernegosiasi. Secara umum tergantung obyeknya (ayam/AYLA)," tutur Sumadi.

Penelitian dengan metode pengamatan dan wawancara mendalam dilakukan selama 3 bulan. Tim autreach berhasil mendapatkan 30 respoden yang masuk kategori AYLA.

Baca: Tersangkut Kasus Prostitusi, Anggota Dewan Gerah. . . Jangan Sampai Satu Berbuat Semua Kena

"Kita melakukan wawacara mendalam. Penelitian ini, bukan sesuatu yang mudah. Cukup panjang dan sering mengalami kegagalan. Contoh, kita mengamati si obyek di sebuah lokasi. Pengamatan mulai dari cara berpakaian. Ketika itu ada indikasi, mencoba melakukan komunikasi," tutur Sumadi.

Sumber: Tribun Kaltim
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved