Penutupan Lokalisasi
Ada Oknum yang Nggak Bayar Malah Mengadu, Ibu Asuh Berharap Pemerintah Lebih Serius
Perempuan-perempuan seksi yang biasanya mangkal di wisma juga tak terlihat batang hidungnya. Beberapa warung masih buka, namun tak ada pembeli.
Penulis: tribunkaltim | Editor: Amalia Husnul A
Laporan wartawan Tribun Kaltim.co, Cornel Dimas Satrio Kusbinanto dan Nevrianto Hardi Prasetyo
TRIBUNKALTIM.CO - Sepi, itulah gambaran yang terlihat di Lokalisasi Bayur, Sempaja Utara, Samarinda, Senin (30/5/2016). Rumah -rumah bordil sudah tak terdengar lagi suara musik yang biasanya ramai tiap sore.
Perempuan-perempuan seksi yang biasanya mangkal di wisma juga tak terlihat batang hidungnya. Beberapa warung masih buka, namun tak ada pembeli.
Hanya ada satu aktivitas mencolok di tengah lapangan, yakni tenda yang sudah berdiri gagah.Tenda itu dipersiapkan untuk penyelenggaraan seremonial penutupan lokalisasi serentak di Kaltim 1 Juni esok.
"Anak-anak sudah pada pulang kampung. Kan sebentar lagi puasa, mereka nggak boleh kerja di bulan puasa, jadi ya pulang kampung. Masuk aja ke dalam Mas, kalau nggak percaya sudah kosong wismanya," ucap warga bernama Yani.
BACA JUGA: Penghuni Lokalisasi Ditawari Jadi Transmigran
Menyusuri setiap wisma dan bilik di lokalisasi itu, Tribun tak menemukan seorang pun yang masih tinggal. Di salah satu wisma ada seorang muncikari yang menamakan dirinya Tika.
Dari perawakan tubuhnya, perempuan tersebut kira-kira berusia 35 tahun berkulit sawo matang. Ia bercerita mengenai susahnya menggantungkan hidup di lokalisasi.
Ia memiliki lebih dari 10 PSK yang disebutnya anak asuh. Tika mau tak mau harus siap kehilangan mata pencaharian yang sudah 5 tahun digarapnya itu.
Jelang penutupan lokalisasi serentak, Tika mengaku tak tahu bagaimana nasib anak asuhnya kelak. Saat ini mereka telah pulang ke kampung halamannya masing-masing. Kebanyakan berasal dari Jawa.
BACA JUGA: Tempat Terindikasi Lokalisasi Ditutup 1 Juni, Ini Titik yang Termonitor
Dalam hati kecilnya, Tika sepakat dengan program pemerintah membersihkan Indonesia dari praktik prostitusi. Namun di sisi lain, selama ini ia tak melihat keseriusan pemerintah mencari solusi dan alternatif pekerjaan lainnya.
Bahkan hingga sekarang, pemerintah di rasa belum pernah berdialog intensif dengan para penghuni lokalisasi guna membahas masa depan mereka.
"Sekarang ini masih nggak jelas kayak apa biayanya. Apakah dipulangkan atau dikasih pelatihan. Pelatihannya di mana dan kapan, itu juga belum jelas. Kalau tidak ada kepastian, gimana bisa bilang itu serius," ujarnya dengan nada tinggi.
Ia menyadari profesi yang dijalani bersama anak asuhnya itu adalah haram. Namun tidak ada pilihan lain mempertahankan hidup selain menjual tubuh untuk dinikmati pria hidung belang.