Karier
Anda Bos? Perhatikan 6 Hal Ini Agar tak Dibenci Karyawan
Menjadi atasan dari tim yang hasil kerjanya tidak memuaskan, bahkan cenderung malas memang bisa membuat stres.
TRIBUNKALTIM.CO -- Menjadi atasan dari tim yang hasil kerjanya tidak memuaskan, bahkan cenderung malas memang bisa membuat stres.
Mengeluarkan kekesalan dengan bersifat kasar mungkin dapat memudahkan pekerjaan, tapi hanya sementara.
Ternyata perilaku merendahkan dan menurunkan moral akan berdampak pada kesehatan mental—tepat sepekan setelah perilaku tersebut.
Perilaku menjengkelkan mungkin juga bisa ‘menghemat’ energi seorang atasan karena emosinya disalurkan lewat sikap kasar serta memberikan pemulihan, menurut penelitian Michigan State University pada pekerja Amerika Serikat dan China.
Tapi sepekan dari peristiwa tersebut, bawahan biasanya akan menunjukkan kurangnya kepercayaan, dukungan serta produktivitas.
Baca: Begini Hiruk-pikuk Jelang Kedatangan RI 1, PLN pun Ganti Kabel Listrik
Baca: Sewot dengan Kinerja KPK, Direktur Pokja Minta Isran Noor Ikut Stand Up Comedy
Baca: Gregetan! 4 Hari Listrik Padam Seharian, Ternyata Begini Alasan PLN
“Pelajaran moralnya adalah meskipun perilaku kasar dapat bermanfaat bahkan pemulihan mental atasan dalam jangka pendek, namun dalam jangka panjang akan kembali menghantui mereka,” kata co-author studi dan pakar psikologi kerja Russel Johnson.
Jadi, bagaimana agar menjadi atasan yang tidak dibenci oleh bawahan?
1. Pahami mengapa penting untuk tidak menjengkelkan
Berperilaku kasar terhadap bawahan dalam situasi penuh tekanan mungkin dianggap melegakan dan atasan percaya bahwa kemarahan mereka memiliki tujuan karena frustasi dengan kinerja bawahan yang buruk, menurut Dorie Clark, kata soerang profesor di Duke University’s Fuqua School of Business.
“Atasan membenarkan perilaku kasar mereka dengan mengatakan bahwa perilaku tersebut terjadi otomatis,” kata Clark kepada Moneyish.
“Tapi sebenarnya, siapapun, apakah membesarkan anak atau atasan bertanggungjawab terhadap bawahan— umumnya akan merasa lebih baik, ketika mereka dalam lingkungan yang mendukung dibanding lingkungan kritis.”
2. Ubah perilaku