Pengusaha Elektronik Mulai Mengeluh, Waduh Dollar Tembus Rp 14.000
Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat berdampak bagi pelaku industri di tanah air.
TRIBUNKALTIM.CO, JAKARTA - Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat berdampak bagi pelaku industri di tanah air. Sebab, komponen seperti bahan baku yang diimpor dari luar negeri menggunakan mata uang dolar AS. Dalam catatan Bloomberg, secara year to date, pelemahan rupiah sudah menyentuh level 2,59 persen.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Elektronik (Gabel) Ali Subroto mengatakan, melemahnya nilai tukar rupiah berdampak naiknya ongkos impor komponen. Selain itu, kata dia dengan naiknya komponen elektronik, otomatis harga jual produk elektronik pun akan ikut naik.
Dia mengungkapkan, kelesuan industri elektronik, sudah terasa di kuartal I 2018, sebab pertumbuhan industri elektronik di kuartal I 2018 masih tercatat turun. "Kalau rupiah melemah atau dolar AS menguat, costnya naik baik yang diimpor maupun produksi dalam negeri, dan otomatis harga jual harus dinaikkan," kata Ali.
Baca: Kisah Derita dari Tradisi Unik Bacha Poshi di Afghanistan, Perempuan jadi Laki!
Ali menambahkan, pelemahan nilai tukar rupiah tersebut dinilainya pasti akan berdampak negatif bagi industri, sebab seperti biasanya, pelaku industri memerlukan waktu untuk mencapai titik kesetimbangan baru dengan harga baru maupun model baru. Selain itu, pelaku industri juga tetap harus menghitung kerugian selama mencapai titik kesetimbangan baru itu.
"Dampak terhadap industri maupun importir barang elektronika adalah negatif, biasanya membutuhkan waktu untuk mencapai equilibrium baru dengan harga baru atau model baru, dan menghitung kerugian selama mencapai equilibrium yang baru tadi," ujar dia.
Lebih lanjut dia menambahkan, setiap terjadi pelemahan nilai tukar rupiah, pelaku bisnis selalu pusing mengitung kerugian. Biasanya, kata dia, yang justru diuntungkan dalam kenaikan dolar AS adalah pelaku usaha yang mengekspor komoditas sumber daya alam, karena costnya menggunakan rupiah sedang harga jualnya dolar AS.
Baca: Ratna Sarumpaet Kena Bully Setelah Komentari Pengakuan Gibran Sebagai Pemilik Grab
Pada penutupan perdagangan sore kemarin, Dolar Amerika Serikat (AS) semakin mendekati Rp 14.000. Kian perkasa, dolar tembus level Rp 13.988. Dikutip dari data Reuters, pada perdagangan kemarin level tertinggi dolar AS ada di Rp 13.988, dan terendah di Rp 13.955.
"Setiap terjadi pelemahan Rupiah maka pelaku bisnis selalu pusing menghitung kerugian, Yang menikmati hanya mereka yang mengekspor sumber daya alam, costnya rupiah harga jualnya dolar AS," imbuh dia.
Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta. Dia berpendapat, pelemahan nilai tukar rupiah secara langsung berdampak bagi industri ritel, sebab saat ini industri ritel masih mengimpor bahan baku dengan menggunakan dolar AS. "(Pelemahan rupiah) ini memang sulit, karena ini terkait dengan kebutuhan impor kita," kata Tutum.
Dia menjelaskan, seiring dengan melemahnya rupiah, ongkos impor bahan baku akan ikut terkerek. Selain itu, kata dia dengan naiknya bahan baku, otomatis harga jual produk ritel pun akan ikut naik. Tutum mengharapkan, pelemahan tersebut tidak terjadi secara jangka panjang.
Baca: Kapal Asing Masuk Sebatik, Peluang Nunukan Tingkatkan Pendapatan
Dia pun berharap, nilai tukar rupiah kembali stabil. Aprindo juga optimistis, penjualan sektor ritel diprediksi meningkat hingga 25 persen pada Lebaran tahun ini. "Yang terpenting nilai tukar rupiah harus stabil," kata dia. (tribun network)