Sosok Ini Jadi Dokter Wanita Pertama di Indonesia, Begini Perjuangannya Menempuh Pendidikan
Sekolah ini melahirkan dokter-dokter mumpuni yang berjasa bagi dunia kedokteran yang karyanya masih bisa kita nikmati.
TRIBUNKALTIM.CO -- Sejarah kedokteran Indonesia tidak bisa lepas dari Sekolah Pendidikan Dokter Bumiputera atau STOVIA.
Sekolah ini melahirkan dokter-dokter mumpuni yang berjasa bagi dunia kedokteran yang karyanya masih bisa kita nikmati hingga sekarang.
STOVIA juga bukan melulu soal belajar menjadi dokter.
Lebih dari itu, sekolah ini menjadi cikal bakal bangkitnya kesadaran dan kebangkitan semangat perjuangan di kalangan dokter.
Baca: Jokowi dan Prabowo Bakal Head to Head, Amien Rais Tak Yakin Ada Poros Ketiga!
STOVIA bermulaa dari pendirian Sekolah Dokter Djawa pada tahun 1851 yang akhirnya berganti menjadi STOVIA (School Tot Opleiding Van Inlandsche Artsen).
Murid di STOVIA didominasi kaum laki–laki karena untuk wanita banyak ditolak saat mendaftar ke STOVIA.
Kondisi ini akhirnya berubah sejak Aletta Jacobs, dokter perempuan pertama di Belanda membawa perubahan yang cukup besar di kalangan STOVIA pada tahun 1912.
Kala itu, Aletta Jacobs bertemu dengan Gubernur Jenderal A.W.F Idenburg untuk membahas salah satunya mengenai aturan yang menyulitkan wanita mendaftarkan ke STOVIA.
Baca: Warga Inggris Sebut Anak Ketiga Kate Middleton Parasit, Apa Sebabnya?
Setelah pertemuan ini akhirnya wanita bisa menikmati pendidikan di STOVIA tanpa mengalami penolakan.
Lalu siapa dokter pertama yang lulus dari STOVIA yang menjadi dokter wanita pertama dari Indonesi?
Dia adalah Marie Thomas, namanya.
Marie Thomas adalah wanita anak dari pasangan pasangan Adriaan Thomas dan Nicolina Maramis yang lahir di Likupang, Manado, tahun 1896.
Setelah lulus dari Europese Lagere School (ELS), sebuah sekolah khusus anak–anak Eropa dan bumiputera di Manado pada tahun 1911 ia mendaftarkan ke STOVIA.