Kaltim Kurang Optimal Gunakan Dana Reboisasi, Ini Sebabnya
Sebagai daerah produksi kayu, Pemprov Kaltim berhak mendapatkan Dana Bagi Hasil-Dana Reboisasi (DBH-DR) dari pemerintah pusat.
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Sebagai daerah produksi kayu, Pemprov Kaltim berhak mendapatkan Dana Bagi Hasil-Dana Reboisasi (DBH-DR) dari pemerintah pusat.
Dana ini merupakan sumberdaya fiskal yang potensial untuk mendorong pembangunan hutan berkelanjutan di bumi etam, termasuk untuk membiayai perhutanan sosial.
Hal ini, termaktub dalam pasal 2 PMK no.230/PMK.07/2017. Sayangnya, hingga September 2018, perhutanan sosial di Kaltim baru mencapai 118 ribu hektare, atau 32 persen dari target, 326,9 ribu hektere.
• Sudah Keluarkan Rp 95,4 Miliar untuk Kampanye, Sandiaga Uno Mengaku Masih Bingung Cari Dana Saksi
• Jelaskan Soal UU ITE di Era Era SBY, Mahfud MD Diprotes Keras Andi Arief: Keliru Prof
• Sidang Perdana Hari Ini, Berikut Profil Ratna Sarumpaet, Mantan Suami Pernah Dirikan Diskotek Tertua
DBH-DR awalnya diperuntukan sebagai dana rehabilitasi hutan dan lahan dan dituangkan dalam PP 35/2002.
Namun, karena di kabupaten dan kota dana itu kerap mengendap, karena kesulitan mendapatkan areal yang dipersayarakat, maka dana itupun, akhirnya dilimpahkan pengelolaannya ke pemerintah provinsi.
Dana ini pula dapat diperuntukan untuk penggunaan lainnya, seperti penanganan kebakaran hutan, dan perhutanan sosial di Kabupaten.
Diutarakan Program Officer Pusat Telaah dan Informasi Regional (Pattiro), Ramlan Nugraha, perhutanan sosial yang terdiri dari lima bentuk yakni, hutan desa, kemasyarakatan, tanaman rakyat, kemitraan kehutanan dan hutan adat sangat penting bagi masyarakat.
Sebab, lewat skema ini, masyarakat diberi hak izin mengelola resmi hutan hingga 35 tahun dan kedudukannya dengan dengan perusahaan.
Hal ini, lanjut Ramlan berdampak pada peningkatan indeks pembangunan manusia dan pendapatan masyarakat di sekitar hutan.
Selain itu, dia menilai, jika masyarakat dilibatkan dalam perhutanan sosial, masyarakat bisa menjaga hutan berkelanjutan.
Sebab, masyarakat yang diberi hak kelola, melalui kelompok tani, bisa mengelola bahkan ribuan hektare kawasan perhutanan sosial untuk ditanami berbagai tanaman disesuaikan dengan kondisi daerahnya.
"Kalau dibarengi dengan perhutanan sosial, reboisasi ini akan dijaga masyarakat di sekitar hutan yang diberdayakan," ujarnya, Selasa (26/2/2019).
Namun selama ini, menurutnya, banyak kejadian, rehabilitasi hutan, hanya bersifat proyek, setelah ditanam tak dirawat.
• Berat Badan Kurang dari 20 Kilogram, Dinkes PPU Jamin Makanan Tambahan bagi Kakak Beradik Gizi Buruk
• Bangkitkan Industri Kayu di Kaltim yang Lesu, Saran Gubernur Isran Kita Perlu Cari Dukun
• Tabung LPJ 3 Kg Langka di PPU, Ini Penyebabnya
Walaupun sudah diberikan izin mengelola, masih ada pekerjaan rumah lain yang harus diselesaikan oleh pemerintah, yakni pengembangan masyarakat.