Ramadhanku

Masjid Nurul A'la, Dulunya Tempat Mejeng Para Meneer Belanda

Masjid Nurul A'la, salah satu masjid tertua di Balikpapan berdiri di bukit Jl Klamono, kawasan Komplek Pertamina Gunung Pipa.

TRIBUN KALTIM/JINO PRAYUDI KARTONO
Masjid Nurul A la di Jalan KLamono, Gunung Pipa, Balikpapan. 

TRIBUNKALTIM.CO - Masjid Nurul A'la, salah satu masjid tertua di Balikpapan berdiri di bukit Jalan Klamono, kawasan Komplek Pertamina Gunung Pipa.

Masjid ini sudah beberapa kali mengalami renovasi. Terlihat dari lantai dan menara masjid yang dilapisi keramik warna hijau mengkilat. Yang menarik di masjid ini, muadzin saat mengumandangkan adzan harus naik menara masjid.

Dulu, area Masjid Nurul A'la sebelumnya tempat tangki air perusahaan minyak milik Belanda Bataafsche Petroleum Maatschapi (BPM).

Di tempat itu juga sering digunakan untuk mejeng para Meneer (sebutan Tuan) Belanda menghabiskan waktu. Terlebih saat malam hari cahaya lampu di Kota Balikpapan terlihat terang benderang.

"Kalau orang dulu bilangnya seperti melihat Hongkong," ujar Yasir Labire, pengurus Masjid Nurul A'la yang juga masih aktif sebagai imam masjid.

Baca: Masjid Nurul Ibadah Jadi Benda Cagar Budaya di Kabupaten Ini

Seingat Yasir, pembangunan masjid membutuhkan waktu kurang dari setahun. Hingga akhirnya sekitar tahun 1956, Masjid Nurul A'la berfungsi untuk kegiatan beribadah umat Islam di daerah Klamono. Sayang, Yasir tak begitu ingat waktu berdirinya masjid.

"Kalau tanggal saya kurang tahu persis, namun tahun berdirinya dan mulai digunakan untuk kegiatan keagamaan sekitar tahun 1956," ucap pria berusia 74 tahun ini.

Dikemukakan, Nurul A'la memiliki arti yaitu Bukit Cahaya. "Yang memberi nama masjid ini pimpinan dari BPM zaman itu kalau tidak salah Salman Jumril," ingat Yasir.

Masjid dulu masih berdinding tanah liat, namun dinding pintu utama tersusun kerikil penghias masjid. Atas usaha Salman Jumril, para jemaah pun silih berganti datang melaksanakan shalat di masjid yang berada di atas bukit. Para meneer tidak terganggu saat para jemaah yang mayoritas warga pribumi melaksanakan shalat.

Baca: Inilah Masjid dengan Menara Tertinggi di Eropa

Bahkan para warga tidak melarang orang Belanda masuk ke masjid untuk sekadar menikmati suasana pemandangan alam.

"Kadang warga Belanda gelar tikar di depan masjid sembari menikmati suasana puncak Balikpapan. Para jemaah pun tidak risih bahkan terus melakukan ibadah," ucapnya.

Menurut Yasir, jamaah yang datang tidak hanya dari sekitar Klamono, bahkan dari luar daerah juga ikut melaksanakan shalat berjamaah. "Ada yang dari Gunung Samarinda, Manggar, dan Rapak juga datang," tutur Yasir.

Sayang, saat ini beberapa peninggalan yang menjadi saksi bisu sejarah di Masjid Nurul A'la ada yang hilang. Menurut Yasir, dulu mimbar khotib terdapat tongkat dan kain surban yang dikenakan oleh para khatib berkhotbah.

"Padahal dulu tongkat sering digunakan para khotib di mimbar. Karena direnovasi tongkat tersebut hilang entah kemana," ucapnya.

Peninggalan yang tersisa dari masjid seluas 13x15 meter persegi hanya menyisakan bentuk bangunan masjid yang masih asli.

Atap menara masjid dari awal pembangunan hingga sekarang berupa alumnium hanya sedikit ditambah keramik di bagian dinding menara. Pintu masuk menuju menara dan tangga belum ada perubahan.

"Hanya catnya saja yang ganti," ujarnya. Ditambah para muazin di zaman dulu harus menaiki menara setinggi 20 meter untuk mengumandangkan azan.

Bagi para pelancong yang ingin menikmati pemandangan Balikpapan dari Masjid Nurul A'la. Mungkin sekaligus merasakan nikmatnya shalat di tempat ini. (*)

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved