Membangun Mimpi di Tepian Mahakam
Pengusaha sekaliber Jos Sutomo tentu punya alasan kuat kalau hampir tidak pernah menjejakkan kakinya di taman Tepian Mahakam, sekedar untuk kongko.
SALAM TRIBUN
Membangun Mimpi di Tepian Mahakam
Oleh ACHMAD BINTORO, bintoro130@gmail.com
Pengusaha sekaliber Jos Sutomo tentu punya alasan kuat kalau hampir tidak pernah menjejakkan kakinya di taman Tepian Mahakam, sekedar untuk kongko. Meski ia gandrung setengah mati dengan keindahan sungai ini.
Sungai pernah menjadi bagian penting dalam perjalanan panjang hidupnya -- sejak ia memulai usaha kayu gelondongan dari kampungnya di Senyiur, Muara Ancalong, Kabupaten Kutai Timur hingga tumbuh besar seperti sekarang. Sehingga tidak mungkin ia melupakan Tepian. Tepian adalah terminologi yang menunjuk pada kawasan sepanjang empat kilometer di pinggir sungai, dari bekas Pelabuhan Samarinda hingga Jembatan Mahakam.
Begitu pula bagi pengamat kondang seperti Aji Sofyan Effendi. Bukan karena alergi jika ia jarang sekali berplesir ke Tepian. Aji pun ingin seperti masyarakat urban umumnya. Menikmati capucino saat rembang petang. Atau menghabiskan malam, menjamu relasi dengan secangkir ronde (bukan vodka lho), sambil mendengarkan alunan "A Whiter Shade of Pale"-nya Procol Harum. Tapi tidak di lounge hotel.
Ia ingin suasana nyaman di lounge itu juga dapat tercipta di Tepian. Tepian Mahakam terlalu sayang untuk diabaikan. Sudah belasan tahun kita membuang waktu, sejak relokasi besar-besaran ratusan rumah dari bibir Mahakam itu, dengan membiarkan kawasan itu tanpa sentuhan yang berarti. Tanpa gerakan yang masif, nyata dan komprehensif untuk menata dan membangunnya kembali sebagai ikon wisata yang menarik.
Jos berkisah, bagaimana kawan-kawannya dari Jawa sampai berteriak terpukau begitu melihat sungai ini kali pertama. Mereka bilang Mahakam adalah anugerah terindah yang dimiliki Kaltim, terutama Samarinda yang kotanya terbelah dua oleh sungai sepanjang 920 kilometer itu.
Potensinya disebut-sebut lebih besar dari Chao Phraya, sungai yang membelah Bangkok di Thailand. Bahkan tidak kalah eksotik dari Clarke Quay di Singapura yang tidak pernah sepi dari wisatawan. Kawasan di tepi sungai Sungapura seluas 23.000 m2 itu kini menjadi salah satu ikon pariwisata yang kesohor. Padahal, dulu hanya menjadi tempat penumpukan barang saja.
Di sinilah pusatnya wisata kuliner, perbelanjaan, dan hiburan. Ada restoran dan kafe-kafe berkelas dengan tenda-tenda cantik yang berjajar di sepanjang tepi sungai. Ada kios cinderamata dan barang antik, juga klub-klub musik dari yang keras hingga jazz.
Berharap Tepian menjadi seperti Clarke Quay memang masih sebatas mimpi. Ini menjadi mimpi Jos Sutomo, Aji Sofyan Effendi, dan kita semua. Tugas Gubernur Kaltim Awang Faroek dan Walikota Samarinda untuk mewujudkan mimpi bersama itu. Tidak boleh ada lagi kata nanti atau menunda- nunda sesuatu yang baik.
Memang setahun terakhir sudah mulai terlihat perubahan di Tepian. Ada beberapa taman lampion yang dibangun oleh Pemkot Samarinda. Di samping SPBU dibuat taman Teluk Lerong Garden. Di dekat masjid Darun Ni'mah dibuat Mahakam Lampion Garden. Lumayan sih. Tetapi, lumayan saja tidak cukup.
Tepian harus dibangun spektakuler. Sejatinya, konsep Samarinda River Park yang ditunjukkan Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak dua tahun lalu di gubernuran, patut diacungi jempol. Konsep yang dapat disaksikan dalam format video animasi itu kita yakini akan mampu membuat kaum urban kelak bisa betah berlama-lama kongko di Tepian.
Orang sekelas Jos Sutomo misalnya mungkin kelak pada akhirnya akan lebih sering datang ke Tepian. Mengajak relasi bisnisnya, menikmati olahan patin sungai di kafe yang bersih, nyaman dan aman. Dengan perahu wisata, bisa dalam bentuk perahu tambangan yang dimodifikasi, sebagaimana Singapura masih memakai bumboat -- perahu tradisional yang sudah dikenal sejak abad XVI -- lalu menyusuri sejumlah landmark kota Samarinda.
Sekali lagi, tinggal diperlukan kesungguhan gubernur untuk mengarahkan semua daya yang tersedia di Kaltim guna mewujudkan mimpi itu. Jangan beralasan karena APBD cekak. Toh selama ini kita bisa mewujudkan mimpi membangun sesuatu yang megah seperti Stadion Palaran, Convention Hall di Sempaja, dan bahkan gedung perpustakaan termegah di Indonesia.