Arsitektur

Siapa Bilang Bangun Gedung Hijau Biayanya Lebih Tinggi?

Banyak anggapan yang beredar bahwa membangun gedung hijau ramah lingkungan membutuhkan biaya tinggi.

www.designboom.com
Gedung ini memiliki pemanas alami yang didapat melalui pompa panas bumi, didukung oleh panel surya, dan pembakaran kayu dari sisa-sisa hasil kebun. Selain itu, kualitas udara di dalam gedung ini dikendalikan melalui saluran distribusi bawah tanah yang juga mengusir panas. 

TRIBUNKALTIM.CO, JAKARTA - Banyak anggapan yang beredar bahwa membangun gedung hijau ramah lingkungan membutuhkan biaya tinggi. Director Center for Sustainable Buildings and Construction Authority of Singapore Jeffrey Neng justru membantah pemikiran tersebut.

"Tahun lalu, kami (Singapura) mendemonstrasikan bagaimana mendesain bangunan tanpa mengeluarkan biaya tinggi. Tentu desainer atau arsitek harus mengetahui apa yang harus dilakukan," ujar Jeffrey di Jakarta, Rabu (29/7/2015).

Menurut Jeffrey, pengembang atau arsitek bisa membuat standar tertentu tanpa biaya tambahan. Ia menjelaskan, selama kurang dari sepuluh tahun upaya Singapura menciptakan bangunan hijau, paling tidak kelebihan biaya yang ditemukan saat konstruksi adalah 3-5 persen.

Namun, kelebihan biaya ini akan kembali kepada pengembang atau pengelola gedung. Pengembalian ini setidaknya terjadi dalam kurun waktu 8-10 tahun setelah gedung beroperasi.

Baca: Rahmat Gobel Ingin Kukar jadi Kota Ramah Lingkungan

"Tolong bedakan antara cost (biaya) dan investasi. Kalau biaya, berarti uang Anda keluar begitu saja. Tapi, kalau investasi, uang Anda akan kembali," tutur Jeffrey.

Pada 2006, Singapura menyiapkan 20 juta dollar Singapura atau sekitar Rp 196 miliar. Dana ini adalah investasi yang diberikan kepada pengembang swasta untuk membangun gedung-gedung ramah lingkungan.

Menjaga lingkungan dan energi di dalam gedung, menurut Jeffrey, sama saja menjaga aset. Tahun-tahun berikutnya bisa menjadi tantangan bagi gedung tersebut. Harga akan terus naik yang disebabkan biaya perawatan juga tinggi. Dengan demikian, transformasi gedung sangat penting khususnya untuk menjaga keberlanjutan gedung itu sendiri.

Tentu saja,menurut Jeffrey, gedung hijau seharusnya lebih tahan lama dan tidak  cepat rusak dibandingkan gedung non-hijau. Ia menambahkan, saat ini, Singapura tengah membantu negara-negara berkembang sekitarnya, misalnya Thailand dan Myanmar, dalam mewujudkan kota-kota yang memiliki gedung hijau.

"Kami ingin menggunakan dan membagi pengalaman selama 10 tahun terakhir. Dengan begitu, negara-negara lain, seperti Indonesia, bisa mengurangi masa mempelajari membangun gedung hijau," jelas Jeffrey. (Arimbi Ramadhiani)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved