SALAM TRIBUN

Suara dari Talisayan

Talisayan adalah kampung di pesisir timur Kaltim yang dipilih sebagai tempat pembangunan PLTN karena aman dari gempa

zoom-inlihat foto Suara dari Talisayan
ACHMAD BINTORO_SALAM

Salam Tribun

SUARA DARI TALISAYAN

Oleh ACHMAD BINTORO

Judul itu saya adopsi dari sebuah buku nonfiksi "Voice from Chernobyl"  karya jurnalis kawakan asal Belarus, Svetlana Alexievich (67). Aslinya ditulis dalam bahasa Rusia: Tchernobylskaia, Molitva.

Terbit kali pertama tahun 1997, berkat perestroika. Namun baru diketahui dunia delapan tahun kemudian, setelah dialihbahasakan oleh Keith Gessen.

Membaca kembali buku itu saya segera teringat Talisayan, sebuah kampung di pesisir timur Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, yang telah dipilih sebagai tempat pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Gubernur Awang Faroek Ishak merasa haqul yakin PLTN akan aman di sana karena jauh dari jalur gempa.

Loh, kok seakan-akan ancaman itu datang hanya dari bencana alam. Kita mungkin lupa bahwa kecelakaan di Reaktor Chernobyl Unit 4 lebih karena faktor manusia. Bukan bencana alam. Dalam Seminar Nasional Keselamatan Nuklir 2009 di ITB Bandung, terungkap adanya pelanggaran prosedur kerja, keahlian operator yang  kurang memadai, dan rendahnya budaya  keselamatan di lingkungan kerja.

Awang Faroek juga mengklaim masyarakat setempat sudah setuju.

"Mulai kepala desa, warga, sampai Bupati (Berau)-nya datang memberikan persetujuan," ujarnya. "Tinggal Pak Jokowi, jika Presiden setuju maka kita langsung mulai."

Sesimpel itu?

"Suara dari Talisayan" dan "Voice from Chernobyl" memiliki kesamaan. Sama-sama bicara nuklir. Yang satu tentang rencana akan membangun energi nuklir agar menjadi solusi bagi ketersediaan listrik di Kaltim yang selama ini byar-pet.

Kecamatan Talisayan di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur
Kecamatan Talisayan di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur (Googlemap)

Sedang buku Alexie bercerita mengenai kengerian dan derita yang dialami warga setempat akibat meledaknya reaktor Chernobyl, 26 April 1986.

Memang sudah banyak tulisan yang mengulas Chernobyl. Yang menarik, Alexie menggunakan genre baru dalam penulisan jurnalisme -- lazim disebut sebagai jurnalisme sastra -- untuk merangkai fakta demi fakta berikut suara-suara para korban ledakan nuklir itu. Kita layaknya sedang menikmati sebuah nobel: ada tokoh, konflik, plot, dialog, dan klimaks.

Simaklah bagaimana piawainya Alexie mengawali bukunya mengenai kengerian bencana nuklir yang disebut-sebut paling parah dalam sejarah itu. Begitu menyentuh. Ia gunakan teknik sudut pandang orang pertama untuk menguras apa yang dirasakan para korban.

Narasinya ia mulai dari kerisauan seorang istri dari pasangan muda yang bingung dan panik mendengar ledakan keras dari mes pekerja pada pukul 01.23. Ia belum tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi. Ia makin cemas suaminya belum juga kembali setelah beberapa jam.

Halaman
123
Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved