Hari Guru Nasional

Mengabdi di Pedalaman, Para Guru Ini Terkejut Melihat Kondisi Anak-anak

Pria berusia 51 tahun ini tergelak tatkala mengisahkan saat pertama kali menginjakkan kaki di Papua untuk menjadi guru di sekolah dasar.

Kompas/Laraswati Ariadne Anwar
Beberapa anggota Paguyuban Guru-Guru Jawa Timur berpose di Nabire, Papua, setelah memperingati 30 tahun keberadaan mereka di Papua. Pada tahun 1985, sebanyak 715 guru-guru muda dari Jawa Timur dikirim ke Papua untuk mendidik anak-anak setempat. Sebagian dari mereka masih tinggal dan bekerja sebagai guru di Papua. 

TRIBUNKALTIM.CO - Pria berusia 51 tahun ini tergelak tatkala mengisahkan saat pertama kali menginjakkan kaki di Papua untuk menjadi guru di sekolah dasar. 

”Saya takut melihat murid-murid. Mereka pun takut melihat saya,” kata Kuncahyo.

Kuncahyo adalah salah satu dari 715 guru muda dari Jawa Timur yang khusus didatangkan Gubernur Irian Jaya (saat itu) Izaac Hindom tahun 1985. Mereka disebar ke sejumlah sekolah di pedalaman Papua untuk mendidik anak-anak.

Senin (16/11/2015) siang pekan lalu, Kuncahyo duduk di ruang tamu rumahnya di Nabire, Papua, ditemani Sugeng, sesama guru dari Jatim. Mereka mengenang, tahun 1985 itu, rata-rata baru satu tahun lulus dari sekolah pendidikan guru. Mereka berusia 20-21 tahun.

Kuncahyo masih ingat, suatu hari, di kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar, Jatim, terpampang poster ajakan kepada guru muda untuk pergi ke Irian Jaya. Tawaran itu tidak menarik karena dia punya kesibukan dan penghasilan yang lumayan.

Baca: Haru dan Santun Ketika Jokowi Berlutut dan Cium Tangan Gurunya

”Gaji guru honorer Rp 4.000 per bulan, ditambah gaji sebagai tukang sablon Rp 15.000 per bulan. Saya juga punya band yang lumayan menambah pemasukan,” ujarnya.

Keadaan berbeda bagi Sugeng yang saat itu menjadi guru honorer di Kabupaten Probolinggo, Jatim, yang belum dimasuki jaringan listrik. Keluarganya juga tidak mampu membiayainya untuk melanjutkan kuliah.

”Tawaran ke Irian adalah kesempatan berharga,” katanya.

Tawaran itu menjadi menarik bagi Kuncahyo ataupun Sugeng, juga sejumlah guru muda lain, karena mereka dijanjikan langsung diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Padahal, proses normal menjadi PNS butuh waktu bertahun-tahun.

Mereka juga dijanjikan bakal dimutasikan kembali ke Pulau Jawa setelah empat tahun mengabdi. Seingat Sugeng, ada 1.500 orang yang melamar.

”Selama satu hari penuh mengikuti persiapan pengiriman di Gelanggang Olahraga 10 November di Surabaya,” ujar Sugeng.

Di sana, mereka diberi satu koper yang berisi seragam Korps PNS, peralatan memasak, dan sembilan bahan pokok. Di hari itu juga diputuskan, mereka akan dikirim ke Jayapura pada 10 Desember 1985.

Baca: Wah, 500 Guru Honorer di PPU Masih Lulusan SMA

Satu bulan masa menunggu ternyata membuat ciut nyali sebagian peserta. Sebagian mengundurkan diri. Bahkan, ada yang nekat melompat dari bus yang membawa mereka ke Bandara Juanda, Surabaya.

Sumber: Kompas.com
Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved