Menguak Prostitusi Pelajar
Soal Prostitusi Pelajar, PKBI Ungkapkan Anak Menjual Anak
Hasil penelitian itu membuat Sumadi tercengang. Lantaran dari beberapa respoden dideteksi bukan sebagai pelacur, tetapi lebih dari seorang pelacur.
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Terungkapnya jaringan prostitusi yang melibatkan pelajar, mahasiswi dan anak di bawah umur di Samarinda ternyata sudah pernah diteliti oleh Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Kaltim.
Penelitian dilakukan sejak 2003 silam. Hasil penelitian menunjukkan di era 2003, di Kota Samarinda sudah ada perilaku pergaulan bebas hingga pelacuran di usia remaja, khusus pelajar SLTA.
Hanya saja, PKBI Kaltim tidak menggunakan istilah ABG untuk obyek penelitian, melainkan AYLA (anak yang dilacurkan atau melacurkan). Hampir tiga bulan, PKBI Kaltim melakukan penelitian dengan target sekitar 30 responden di seluruh Samarinda.
Direktur PKBI Provinsi Kaltim Sumadi Atmodiharjo menurunkan tim autreach (penjangkau) untuk melakukan pengamatan dan wawancara mendalam dengan target obyek AYLA di Samarinda.
"Kami melakukan penelitian sudah lama, khusus untuk AYLA. Sebenarnya sama dengan padanan kata ABG (anak baru gede). Cuma ini usia di bawah 18 tahun. Itu pada 2003. Fenomena itu sudah kita dapatkan tahun itu," kata Sumadi ditemui di ruang kerja PKBI Kaltim, Jl Pembangunan, Perumahan Vorfo, Samarinda, Selasa (12/1/2016).
Baca: Bisnis Prostitusi Pelajar Sudah Berlangsung sejak Agustus Tahun Lalu
Hasil penelitian itu membuat Sumadi tercengang. Lantaran dari beberapa respoden dideteksi bukan sebagai pelacur, tetapi lebih dari seorang pelacur yakni mucikari.
"Banyak yang melacurkan diri. Bahkan ada anak yang melacurkan diri dan menjual anak-anak juga (mucikari atau germo)," ungkap mantan tenaga ahli DPRD Kaltim periode 2009-2013.
Hanya saja dari hasil penelitian yang membedakan, para pelanggan atau penjajak seks dari kalangan pekerja perusahaan.
"Kalau saat ini, pelanggannya pejabat. Tahun itu, om-om dari berbagai perusahaan yang datang ke Samarinda pada hari tertentu, Sabtu atau Minggu," katanya.
Bayaran pekerja seks tahun itu berkisar Rp 500 ribu hingga Rp 5 juta. Biasanya untuk bayaran Rp 500 ribu per short time. Untuk tarif Rp 3 juta hingga Rp 5 juta long time (lebih dari 5 jam/menginap).
"Kita tanya, mengapa bisa seharga itu. Menurut dia (AYLA), tergantung gambaran "ayamnya". Yang dipertimbangkan dari segi fisik, usia dan keahlian atau kemampuan pemasaran (mucikari) bernegosiasi. Secara umum tergantung obyeknya (ayam/AYLA)," tutur Sumadi.
Penelitian dengan metode pengamatan dan wawancara mendalam dilakukan selama 3 bulan. Tim autreach berhasil mendapatkan 30 respoden yang masuk kategori AYLA.
Baca: Tersangkut Kasus Prostitusi, Anggota Dewan Gerah. . . Jangan Sampai Satu Berbuat Semua Kena
"Kita melakukan wawacara mendalam. Penelitian ini, bukan sesuatu yang mudah. Cukup panjang dan sering mengalami kegagalan. Contoh, kita mengamati si obyek di sebuah lokasi. Pengamatan mulai dari cara berpakaian. Ketika itu ada indikasi, mencoba melakukan komunikasi," tutur Sumadi.
Responden yang diindikasikan AYLA, bermacam-macam tipe. Ada yang terbuka dan tertutup.
"Contoh, kita sudah ketemu dan wawancara di sini sampai jam berapa? Kemudian tiba-tiba dipanggil temannya, diajak jalan, ya lari dan putus ini. Gagal. Ini belum menjadi responden," ujarnya.
Proses pengamatan, tergantung situasional dari obyek.
"Tapi kalau obyek itu sudah pakai pakaian segini (belahan dadanya agak terbuka) dan pakaiannya segini, ya kecenderungan gayanya seperti itu, sudah bisa diajak ngobrol (diwawancarai)," jelas Sumadi sambil meniru gerakannya.
Untuk transaksi seks, Sumadi mengungkapkan, para AYLA dengan penghubung dari teman-temannya. "Ada yang masih SMA. Dia seolah-seolah seperti "mucikari". Dia sebagai penghubung. Bahkan dia mempengaruhi temennya yang masih gadis," ungkapnya.
Untuk proses bisa meyakinkan Sumadi mengungkapkan, dari pertanyaan-pertanyaan yang mengarah aktifitas dan personal. Berbagai pertanyaan mendalam dimulai dengan apakah sering di sini? Apakah tiap hari? Sampai jam berapa? Dengan siapa? Dari proses ini sampai mendalam. Jalan dengan siapa? "Itu sudah face to face wawancara mendalam. Misalnya, kalau jalan-jalan dengan kami mau tidak?" bebernya.
Perilaku ini, menurut dia, memiliki kecenderungannya melakukan aktivitas (atau eksekusi hubungan intim) di losmen atau hotel, khusus yang tergolong AYLA. Sedangkan yang tergolong remaja (mahasiswa) kecenderungannya di hotel. Karena yang menggunakan jasa itu pelanggan yang berduit. (*)