Milisi Abu Sayyaf

Cemas Pikirkan Nasib Suami Disandera Abu Sayyaf, Sa’diah Sakit

Penculik, yang diduga anggota kelompok Abu Sayyaf dari Filipina selatan, memberi batas waktu hingga Jumat (8/4/2016).

banjarmasinpost/m fadly setia rahman
Halimatus Syadiah (28), istri Suriansyah (32) salah satu anak buah kapal (ABK) tugboat Brahma 12 yang disandera kelompok Abu Sayyaf 

TRIBUNKALTIM.CO, BANJARMASIN - Batas waktu bagi PT Patria Maritim Line dan pemerintah Indonesia untuk membayar tebusan 50 juta peso atau sekitar Rp 14,3 miliar bagi 10 awak Tugboat Brahma 12 telah berlalu.

Penculik, yang diduga anggota kelompok Abu Sayyaf dari Filipina selatan, memberi batas waktu hingga Jumat (8/4/2016).

Namun hingga kemarin, tidak ada kepastian mengenai pembayaran dan keselamatan anak buah kapal (ABK) tersebut.

Hal ini membuat Halimatus Sa'diah, warga Jalan Tembus Mantuil Gang Ganda Magfirah RT 22 RW 2 Kelurahan Kelayan Selatan, Kecamatan Banjarmasin Selatan sedih.

Dia bahkan sakit akibat memikirkan suaminya, Suriansyah (32), yang turut diculik di perairan Filipina selatan pada 26 Maret 2015.

Ketika dijenguk, kemarin, Sa’diah mengenakan jaket jeans. Dia mengaku demam dan pusing.

"Sedikit panas dan pusing. Mungkin terbawa keadaan," ujarnya.

Perempuan, yang dihadiahi seorang anak setelah menikahi dengan Suriansyah tersebut, mengatakan perusahaan pernah memberi kabar suaminya dalam kondisi selamat. Kendati demikian, Sa’diah tetap khawatir.

Baca: Inilah Bukti Sadisme Kelompok Abu Sayyaf, Tidak Segan Penggal Kepala Sandera

"Jumat ini belum ada kabar dari perusahaan. Kamis lalu perwakilan perusahaan bernama Mega mengatakan sebenarnya tidak ada batas waktu dari penculik," ujarnya.

Mega berusaha meyakinkan Sa’diah bahwa perusahaan dan pemerintah terus berupaya melakukan negosiasi dengan pembajak Brahma 12, yang saat itu menarik Tongkang Anand 12.

Pembajakan terjadi pada 26 Maret 2016 saat kedua kapal berada di perairan Filipina selatan.

Ketika itu, kapal yang membawa 7.600 metrik ton batu bara dari Sungai Puting Kabupaten Tapin, menuju Batangas, Filipina selatan.

Tongkang dan tugboat kemudian dilepaskan pembajak. Sedang awaknya dibawa ke darat.

Beberapa waktu terakhir, Sa'diah mengaku khawatir terhadap keselamatan Suriansyah karena putra mereka Abdul Rohman (1) makin rewel. "Entah mengapa belakangan ini anak saya rewel. Saya berharap berdoa agar tidak terjadi apa-apa," ujarnya.

Charlos Barahama (64) dan Sopitje Salemburung (60) juga berharap perusahaan dan pemerintah bisa menyelamatkan putra mereka, Peter Tonsen Barahama, nakhoda Brahma 12.

Baca: Wapres Tidak Minat Tawaran Mantan Napi Terorisme Umar Patek Bantu Bebaskan 10 WNI Tersandera

"Harapan kami agar perusahaan tetap berusaha memenuhi apa yang diminta penyandera. Kami juga berharap pemerintah dapat membebaskan anak kami," ujar Sopitje, kemarin.

Mereka juga terus berdoa. Apalagi setelah mendengar penculik berencana mengeksekusi tiga sanderanya.

Mereka adalah dua warga Kanada yakni John Ridsdel dan Robert Hall, serta seorang warga Norwegia yakni Kjartan Sekkingstad.

Selain 10 warga Indonesia, penculik menyandera sejumlah warga negara lain. Dua lainnya adalah warga Belanda dan Norwegia.

Dalam sebuah rekaman yang dipublikasikan pada Maret 2016, ketiga sandera itu memohon kepada pemerintahnya agar membayar uang tebusan.

Jika tidak maka Jumat, 8 April 2016, mereka akan dieksekusi. Belum diketahui apakah ancaman tersebut terjadi atau tidak.

Juru bicara angkatan bersenjata Filipina, Brigjen Restituto Padilla, Rabu lalu mengatakan sandera tersebut belum termasuk empat warga Malaysia, yang diculik pada di pantai timur Sabah pada 1 April 2016.

Presiden Joko Widodo mengatakan, pemerintah terus melakukan komunikasi dengan Filipina terkait upaya pembebasan 10 warga Indonesia.

"Terus dilakukan komunikasi, diplomasi antarnegara dan komunikasi dengan yang menyandera," kata Presiden Joko Widodo.

Meski sudah melakukan komunikasi, Jokowi enggan membeberkan perkembangannya.

"Kita tidak bisa membuka apa yang kita lakukan karena ini masih dalam proses-proses semuanya," tuturnya.

Mengenai kondisi sandera, Jokowi pun enggan membeberkannya.

"Tidak bisa saya sampaikan," kata Jokowi.

Di hari terakhir batas waktu pembayaran tebusan, Wakil Presiden Jusuf Kalla, memanggil Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno LP Marsudi, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Mulyono serta sejumlah pejabat Kementerian Pertahanan (Kemenhan).

Pertemuan berlangsung Jumat siang.

Retno belum mau membocorkan isi pertemuan. Namun Sekretaris Kabinet Pramono Anung memastikan jika Filipina tidak bisa membebaskan 10 warga Indonesia, pemerintah siap melakukan operasi militer. Apalagi Indonesia mempunyai teknologi untuk mendeteksi lokasi penyanderaan.

Kendati demikian, Pramono mengatakan pemerintah tetap mengedepankan pendekatan kemanusiaan, yakni negosiasi. (lis/pan/rvc/zul/kps/wly)

***

Perbarui informasi terkini, unik, dan menarik melalui medsos.

Join BBM Channel, invite PIN BBM C003408F9, Like fan page Facebook TribunKaltim.co, follow Twitter @tribunkaltim serta tonton video streaming Youtube TribunKaltim

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved