Opini
Tak Sekadar Menahan Lapar dan Dahaga, Mengukuhkan Solidaritas Sosial saat Puasa
Ibarat taman sari, puasa Ramadhan menyimpan banyak pesona yang menarik untuk dimaknai lebih dalam.
Nurcholis Madjid, mengemukakan bahwa dengan kedekatan dan intensitas berkomunikasi dengan Allah, sebuah proses penetrasi dan internalisasi sifat dan nilai Ilahiah dalam diri seseorang diharapkan akan terjadi.
Spirit rabbaniyah atau taqwa kepada Allah, jika cukup tulus dan sejati, akan memancar dalam semangat perikemanusiaan, yaitu semangat insaniyah atau basyariyah, dimensi horizontal hidup manusia, hablum minannas.
Selanjutnya, pada urutannya, semangat perikemanusiaan itu memancar dalam bentuk hubungan pergaulan sesama manusia yang penuh budi luhur.

Umat Muslim berdoa sebelum berbuka puasa di hari pertama Ramadhan di Masjid Niujie Mosque, Beijing. (EPA)
Sebagaimana ditegaskan oleh Nabi sendiri bahwa intisari tugas suci beliau adalah untuk menyempurnakan keluhuran budi manusia.
Masyarakat berbudi luhur atau berakhlak mulia itulah masyarakat berperadaban, masyarakat madani, civil society (Ulumul Quran No.2 vii/1996).
Solidaritas Sosial
Sebagaimana disinggung di awal, selain aspek religiusitas yang lebih individual, puasa juga merupakan jalan menuju kesehatan baik secara mental, fisik maupun sosial.
Berbagai kajian ilmiah menunjukkan, dampak puasa amat positif bagi kesehatan dan pembinaan mental. Diharapkan pula dari sini personal-personal yang demikian untuk kemudian membangun jaringan kesalehan sosial.
BACA JUGA: Begini Caranya Berat Badan Tak Bertambah Saat Puasa
Kesalehan sosial yang juga bisa mengimplementasikan solidaritas, kejujuran, toleransi, maupun welas asih, mampu meredam konflik-konflik individual maupun komunal.
Hidup menjadi demikian indah dan bermakna bila terhimpun individu-individu yang tingkat kaselahan sosialnya tidaklah payah.
Nyatalah kemudian bahwa kita berpuasa mengejawantahkan bukan semata linear urusan vertikal transendental, juga horisontal sosial.
Dalam ibadah puasa, ada tiga aspek yang fundamental, yaitu pendekatan diri kepada Allah, penyucian diri, dan membangun kesalehan sosial.
BACA JUGA: Ini Dia Lokasi Penukaran Uang Pecahan Kecil di Samarinda
Dalam kacamata Toto Suparto (2008) memetakan ciri utama mereka yang bisa disebut saleh adalah orang yang baik, unggul, dan mampu berbuat baik terhadap sesama serta memperbaiki lingkungan sekitar.