Mendesak Pembangunan LPKA
Kisah Kehidupan Belasan Napi Anak Penghuni Lapas, Nasi Satu Bakul Kami Habisin Rame-rame
Di figura tersebut tampak gambar kumpulan anak dengan senyum merekah sambil bergandeng tangan.
Penulis: Muhammad Fachri Ramadhani | Editor: Amalia Husnul A
"Kalau sama mereka (napi dewasa) biasa aja sih Kak. Ada yang memang sudah kenal dari luar, ada yang kenalnya baru di sini. Selama di sini. Alhamdulillah aman aja," kata warga Baru Tengah, Balikpapan Barat ini.
Ketika disinggung kasus yang menimpanya, seketika raut wajahnya berbeda dari sebelumnya.Remaja yang dulunya berprofesi sebagai motoris speedboat sejak berusia 13 tahun itu mengaku menyesal terjerumus dalam lingkaran narkoba di lingkungan tempat tinggalnya.
"Mulai 2010 saya makai, berarti usia saya 13 tahun. Tahun 2015 bulan 9 saya ditangkap sehabis membeli sabu paket kecil harga seratus ribu. Saya menyesal sekali, saya dipengaruhi teman kalau make itu (sabu) bisa lebih semangat," urainya sambil menyapu matanya yang basah.
BACA JUGA: Ekspresi Atlet Renang Ini Lebay Banget. . . tapi Itulah Kepolosannya yang Menuai Banyak Pujian
Seminggu sekali, biasanya Sabtu, ibunya menjenguk Deni di lapas. Setiap datang selain membawa makananan, tak lupa nasihat keluar dari bibir ibunya. Hal itu yang membuatnya bertekad menjadi manusia yang lebih baik lagi ketika keluar dari lapas.
"Gak kasihan kamu lihat kakak sama mamak? Itu kata-kata yang paling saya ingat terus. Pokoknya saya mau lanjutkan sekolah sebisa mungkin, kemudian mau kerja jadi pelaut untuk membanggakan ibunya," kata remaja lulusan SD tersebut.
Sekompaknya mereka mesti ada saja pertengkaran terjadi, biasanya disebabkan karena bercanda terlalu berlebih. Hal itu diungkapkan Reza (18), napi anak yang divonis 1 tahun 4 bulan gara-gara kasus pidana perlindungan anak pada 2015 silam.
"Biasanya olok-olokan eh keterusan, tapi ya gitu aja ntar baik sendiri," kata Reza.
BACA JUGA: Aksi Damai Berujung Ricuh, Anjing Laika Bantu Kapolresta dan Dandim Mengamankan Situasi
Berbeda dengan napi dewasa yang berdesakan di dalam satu kamar. Saat kamar ditutup sekitar 17.00 Wita, mereka masih bisa tidur dengan leluasa pasalnya kamar mereka cukup luas untuk menampung 14 orang.
"Meskipun dingin, tapi kita masih bisa tidur gaya bebas kak. Gak kaya di kamar dewasa yang berdesakan," ucapnya.
Televisi, gitar, catur dan kipas angin menemani malam mereka setiap harinya di dalam sel.
Rasa kebersamaan yang mereka bangun di kamar sekitar 6x5 meter tersebut barangkali menjadi gambaran, betapa ada kisah manis yang mereka lakukan di tengah gambaran menyeramkan tentang Lapas itu sendiri oleh orang kebanyakan. (*)
***