Opini
Anak Muda, Media Sosial, dan Politik: Menggerakkan Partisipasi Pemilih Pemula
Selain daripada itu semua, dalam menggunakan medsos yang paling terpenting adalah murah.
Oleh Dedy Pratama
Mahasiswa Magister (Komunikasi Penyiaran Islam) IAIN Samarinda
Lingkar Studi Peradaban
dhepta90@gmail.com

Dedy Pratama, Mahasiswa Magister (Komunikasi Penyiaran Islam) IAIN Samarinda, Lingkar Studi Peradaban. (HO-Dok Pribadi)
BILA ada pertanyaan untuk kita semua. Barang apakah yang paling sering berada bersama kita? Barangkali kita harus bersepakat menyebut gadget.
Kenapa demikian? Benda ini selalu menemani hampir setiap rutinitas keseharain kita, dari bangun tidur, menjalani aktivitas, hingga ingin tertidur kembali, kita tidak terlepas dari yang namanya gadget.
Tidak bisa kita hitung seberapa sering kita memantengi layar kacanya. Gadget menyimpan banyak kecanggihan diantaranya adalah media sosial yang paling sering kita gunakan.
Media sosial (medsos) menawarkan banyak kemudahan berinteraksi dengan orang yang jauh, tapi tidak untuk orang yang dekat.
Sehingga menggunakan medsos bisa membuat orang yang dekat, menjadi jauh dan orang jauh, menjadi dekat.
Baca: Astaga. . . Dokter Bedah Unggah Foto Telanjang Pasien di Meja Operasi ke Medsos
Cukup dengan sentuhan di layar kaca, kita sudah bisa berfantasi ke tempat yang kita inginkan dan mencari beragam informasi.
Itulah kemudahan ketika kita mampu menguasai media sosial. Namun akhir-akhir ini di dalam beranda medsos selalu diramaikan dengan postingan tentang Pemilihan Gubernur (Pilgub) di Jakarta.
Meskipun sebagian daerah di luar Jakarta tidak mengikuti pesta demokrasi tersebut, namun semua mata tertuju pada Ibu Kota Indonesia, Jakarta.
Jika kita amati viral medsos, yang sedang hangat sampai ke daerah kita adalah, adanya kasus mengenai tudingan penistaan agama yang dilakukan oleh pasangan calon gubernur.
Namun penulis tidak ingin memasuki wiliyah itu, wilayah yang sangat sensitif, selalu menjadi perdebatan di medsos. Bahkan menjadi ajang perdebatan antar sesama komunitas di grup medsos.
Baca: Jual Barang Curian di Medsos, Aldy Dadali Diringkus Polisi
Dalam tulisan ini penulis ingin membedah tentang pasrtisipasi anak muda, media sosial, dan politik. Jika dahulu disaat orde baru, kita menjadi masyarakat yang gaptek, lelet informasi.
Dikarenakan minimnya alat informasi yang kurang memadai.
Namun di era reformasi saat ini di mana keterbukaan publik dibuka lebar, sosial media menjadi akses informasi, kita dapat semakin cepat untuk mendapatkan dan memberikan informasi.
Hal ini bisa kita amati pada orang-orang yang berada di sekitar kita, baik di jalan, tempat bekerja, tempat hiburan, bahkan tempat ibadah sekalipun, kita bisa menyaksikan orang-orang yang mesra dengan gadget-nya.
Setiap dari kita pasti tidak ingin kehilangan informasi sedikit pun, karena setiap informasi pastilah bernilai penting.
Baca: Kecam Eksploitasi Lumba-lumba Berkedok Edukasi, #StopSirkusLumba Ramai di Medsos
Melalui medsos kita bisa melirik apa yang terjadi di luar sana, termasuk pertarungan Pilgub di DKI Jakarta.
Media sosial telah menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat.
Dari kalangan anak-anak sekolah dasar yang saat ini telah akrab dengan medsos, sampai orang tua yang sepuh sekalipun. Bahkan tren pengguna sosial media di Indonesia mengalami peningkatan di tahun 2015.
Hal ini didukung penelitian yang dikeluarkan lembaga riset marketing sosial We Are Social pada tahun 2015.
Lembaga ini melansir ada 72 juta pengguna aktif media sosial, di mana 62 persen penggunanya mengakses media sosialnya menggunakan gadget.
Jumlah pengguna media sosial di Indonesia meningkat 16 persen, sedangkan pengguna yang mengakses dari perangkat gadget meningkat 16 persen.
Baca: Begini Caranya Bikin Baterai Gadget Tahan Lama
Selain itu We Are Social menyebutkan, bahwa media sosial yang masih banyak digunakan di Indonesia adalah Facebook. Kemudian WhatsApp menjadi aplikasi chatting yang paling banyak digemari di Tanah Air.
Meningkatnya jumlah pengguna medsos, mejadi terobosan baru bagi partai politik untuk menggunakan ruang tersebut.
Jika dahulu, kita hanya bisa menyaksikan kandidiat calon kepala daerah, bermunculan menjelang pemilihan saja. Namun saat ini jauh hari sebelum menjadi calon atau dicalonkan menjadi politisi sekalipun.
Mereka bisa memanfaatkan media sosial untuk mem- branding diri sendiri agar dikenal oleh masyarakat luas.
Hal ini tidak terlepas dari pencitraan positif para politikus dalam menggunakan layanan media sosial yang bisa dijangkau dan dilihat oleh masyarakat luas.
Baca: Muda, Berprestasi dan Punya Pekerjaaan tapi tak Bisa Lepas dari Gadget
Selain daripada itu semua, dalam menggunakan medsos yang paling terpenting adalah murah. Anak muda dan politisi juga semakin dekat dan akrab dalam bertegur sapa.
Mereka dapat menyampaikan aspirasinya dan politisi juga dapat menyiarkan program kerjanya melalui medsos.
Media Sosial Sebagai Sarana Politik
Hampir semua parta politik saat ini memiliki akun media sosial. Hal ini dikarenakan lebih mudah bagi partai politik dalam menginformasikan kegiatan yang dilakukan.
Selain itu melalui medsos, politisi berharap dapat lebih dekat dengan partisipan anak muda. Mengingat pengguna media sosial lebih dekat dengan anak-anak muda berusia 17 -25 tahun.
Di usia mereka cenderung mendukung parpol yang bersesuaian dengan jati diri anak muda. Semisal dalam medsos di waktu Pilpres tahun lalu, terdapat gerakan #JariTengahBiru yang digerakkan Wanda Hamidah.
Baca: Anies Sebut Masih Banyak yang Merasa Sekarang Pilpres 2014
Dengan gerakan itu Wanda berhasil menggerakan anak muda yang apatis untuk berpartisipasi dalam Pilpres.
Terbukti saat itu gerakan #JariTengahBiru mampu menjadi viral di medsos, dengan foto yang memperlihatkan jari berwarna biru.
Menurut Djayadi, Direktur SMRC, followers medsos lebih banyak digunakan oleh anak-anak berusia muda, meskipun yang tua juga banyak.
Ada sekitar 50 persen jumlah pemilih muda di Indonesia, hal ini cukup potensial jika digarap secara maksimal. Melalui media sosial partai politik dapat melakukan edukasi politik sejak dini.
Mengenalkan program partai kepada anak-anak muda dan juga masyarakat urban. Cara ini sangat efektif bila terus dilakukan oleh partai politik.
Baca: Ini Nih Enam Tentara Ganteng yang Followernya hingga Ribuan
Selain murah, aman, dan cepat dalam mempengaruhi anak muda melalui media sosial.
Dari sisi lain banyaknya followers partai politik di media sosial akan cukup berpengaruh terhadap preferensi pemilihan pada Pemilu 2019 mendatang.
Dengan catatan jika partai politik itu bisa merawat jumlah followers-nya di akun media sosial.
Akhir pekan lalu juga, Institute for Transformation Studies (INTRANS), mempublikasikan jumlah followers partai politik di media sosial seperti, Facebook fans, Twitter followers, Instagram followers, Google+ followers, dan YouTube subscribers.
Intrans menempatkan Partai Gerindra sebagai partai yang mempunyai paling banyak pengikut sebanyak 3,8 juta followers.
Baca: Pengundian Nomor Urut Cagub Pilkada DKI Jakarta Diramaikan Kehadiran Artis Ternama
Disusul PDIP dengan 1,6 juta pengikut, berikutnya partai pendatang baru Partai Solidaritas Indonesia 1,1 juta pengikut.
Selain itu terdapat pula, Partai Hanura 555 ribu, PKS 250 ribu, Demokrat 189 ribu, PAN 143 ribu, Golkar 104 ribu, Perindo 48 ribu, NasDem 47 ribu, PPP 16 ribu, dan PKB 13 ribu.
Namun demikian riset diatas bukan berarti membuat partai politik berada di atas awan. Jumlah yang banyak bukan menjadi alasan si pengikut bisa setia sampai pemilihan tiba.
Tapi dalam hal ini yang harus dilakukan adalah pengelolaan media yang dilakukan oleh parpol harus masif. Dalam menggunakan medsos sesungguhnya dapat memberikan dampak lebih bagi penyebaran informasi.
Apalagi dalam penggunaan medsos dapat menjalankan peran anak muda dengan baik.
Mampu memanfaatkan media sosial yang ramah serta murah untuk memberikan informasi yang edukatif kepada anak muda. Sebagai upaya ruang informasi dalam menggerakan partisipasi pemilih pemula. (*)