Wacana Pemkot Pangkas Tunjangan di Luar Gaji, Ribuan PNS Terancam tak Bisa Bayar Utang

Sudah jadi rahasia umum, kalau mayoritas PNS itu menggadaikan SK-nya untuk beli rumah atau mobil.

Editor: Amalia Husnul A
TRIBUN KALTIM/UDIN DOHANG
Walikota Bontang Neni Moerniaeni (lima dari kiri) saat peluncuran Kelurahan Bontang Kuala sebagai kawasan Kelurahan Bersih Tanpa Sampah (KBTS) di Aula Kelurahan Bontang Kuala, Kecamatan Bontang Utara, Senin (7/11/2016). 

Setiap bulannya gajinya secara otomatis dipotong Rp 3 juta oleh bank tempat meminjam.

Ditambah beban biaya listrik sebesar Rp 500 ribu, air Rp 100 ribu, gas Rp 50 ribu sebulan, maka total gaji pokok sudah terserap habis.

Dengan demikian, biaya hidup bulanan murni bergantung pada TTP yang besarannya kisaran Rp 2,9 juta per bulan.

Tambahan penghasilan ini antara lain digunakan untuk, biaya makan Rp 1,5 juta, biaya pendidikan anak Rp 800 ribu, dan sisanya untuk asuransi keluarga.

"Intinya kalau TPP dihapus atau dikurangi persentasenya secara signifikan, sudah pasti guru yang paling terdampak," katanya.

Baca: Siap-siap, Pemkot Akan Lelang Mobdin, Ini Kriterianya

Dinilai tak Populis

Ketua Forum Diskusi Pegawai, Tyo Senyoto meminta agar pemerintah meninjau ulang rencana pemangkasan belanja pegawai yang tidak dinilai tidak populis.

Sebab, jika dipaksakan akan berdampak bagi kinerja para Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kota Bontang.

Tyo mengatakan sejak wacana itu digulirkan banyak rekannya yang mulai malas-malasan dalam bekerja. Imbasnya pelayanan ke masyarakat akan tidak maksimal.

"Sudah mulai kelihatan teman-teman, ini sangat membahayakan bagi Pemerintan. Semoga ada solusi yang bisa ditawarkan ibu Wali dan pak Wakil (Neni Moerniaeni-Basri Rase)," ungkapanya.

Tyo berharap, Pemkot dapat mencari solusi dengan memaksimal lobi ke pemerintah pusat agar dana perimbangan yang dianggap kurang adil diberikan terhadap Bontang yang notabene sebagai daerah pengola Migas.

Baca: Jangan Lagi Berharap Dana Perimbangan, Datangkan Investor!

Menurutnya, keberadaan sejumlah perusahaan raksasa yang juga Objek Vital Nasional (Obvitnas) penghasil devisa negara di Bontang, harusnya bisa jadi pertimbangan.

Hal ini mengingat, industri semisal Badak LNG dan PT Pupuk Kaltim, mengandung risiko kecelakaan industri.

"Coba kita lihat masyarakat buffer zone perusahaan, banyak masyarakatnya yang kena ISPA (Inspeksi Saluran Pernapasan, Red) dan terkena flek, ini yang harus di perjuangkan dengan Pemerintah juga sebagai bahan acuan agar Pemerintah Pusat mendengar aspirasi masyakat Bontang. Janganlah dipangkas dana perimbangan mana asal keadilannya," tutur Tyo.

Walikota Bontang Neni Moerniaeni mengaku sepenuhnya paham dengan aspirasi dari kalangan PNS, khususnya guru yang meminta agar pemerintah tidak memangkas TPP.

Sumber: Tribun Kaltim
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved