Breaking News

Pilgub DKI Jakarta

Munculnya Konflik Ke-Indonesiaan dan Ke-Islaman Akibat Pilkada DKI

Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, Salahudin Wahid mengungkapkan munculnya gejala konflik ke-Indonesiaan dan ke-Islaman.

(Kompas.com/Robertus Belarminus)
Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, Salahudin Wahid pada acara Seminar Pemikiran Hardatus Syaikh KHM Hasyim Asyari, di gedung Nusantara V, MPR RI, Senayan, Jakarta, dalam tema Ke-Islaman dan ke-Indonesiaan Aktualisasi Pemikiran dan Kejuangan Hadratus Syaikh KHM Hasyim Asyari, di Gedung Nusantara V, MPR RI, Senayan, Jakarta. Sabtu (6/5/2017). 

TRIBUNKALTIM.CO, JAKARTA - Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, Salahudin Wahid mengungkapkan munculnya gejala konflik ke-Indonesiaan dan ke-Islaman. Salah satunya yang belakangan ini terjadi dalam Pilkada DKI Jakarta 2017.

Gejala itu terdapat di dua kelompok pendukung pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama- DjarotSaiful Hidayat dan Anies Baswedan- Sandiaga Uno.

Sebab, dari dua kelompok itu muncul pandangan kalau kelompok yang satu merasa paling Indonesia dan kelompok lainnya merasa paling Islam.

Yang memilih Ahok- Djarot, lanjut Salahudin, dianggap non Islam dan munafik. Sedangkan yang memilih Anies-Sandi dianggap anti Indonesia dan intoleran.

Namun, adik Presiden ke-empat RI Abdurrahman Wahid itu mengatakan, semua pandangan tersebut adalah kekeliruan.

Baca: Ketika Ahok dan Fahri Hamzah Kompak Ingin Pensiun di Dunia Politik

Baca: Ini Keputusan Ahok Mau Kemana setelah tak Lagi Menjabat Gubernur

"Anggapan itu sungguh keliru," kata pria yang kerap disapa Gus Sholah ini, Sabtu (6/5/2017).

Hal tersebut disampaikannya dalam sambutan pada acara Seminar Pemikiran Hardatus Syaikh KHM Hasyim Asyari, di gedung Nusantara V, MPR RI, Senayan, Jakarta, dalam tema "Ke-Islaman dan ke-Indonesiaan Aktualisasi Pemikiran dan Kejuangan Hadratus Syaikh KHM Hasyim Asyari".

Gus Sholah menyebutkan, kalaupun ada pandangan seperti itu, tidak boleh sampai diucapkan. Apalagi, menghakimin sesamanya.

"Anggapan itu cukup diri kita sendiri tapi tidak boleh diucapkan untuk menghakimi orang lain," ujar Salahudin.

Pertentangan yang muncul, lanjut dia, sebenarnya bukan antara umat Islam dan non muslim. Malahan terjadi di antara umat Islam sendiri, antara yang mendukung mencalonkan pemimpin non muslim dan yang menolak.

Hal itu, lanjut dia, terjadi karena perbedaan pandangan masing-masing kelompok tentang penafsiran surat Al Maidah ayat 51.

Baca: Menag Tegaskan Rumah Ibadah Jangan Dijadikan Pemicu Konflik Sesama Muslim

Baca: Tak Ingin Ada Konflik Horisontal, Ahok Tolak Pasukan dari Relawan

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved