Kejeniusannya Membuat Stephen Hawking Justru Menjadi Ateis, Bagaimana dengan Einstein?
"Kita akan tahu pikiran Tuhan, artinya kita akan tahu apa yang Tuhan tahu. Itu kalau Tuhan ada, tapi Tuhan tidak ada. Saya ateis."
Namun, benarkah demikian? Atau, apakah dia sama seperti Hawking?
Apa yang sebenarnya dipercayai oleh Einstein?
Pada Januari 1936, seorang gadis yang masih duduk di sekolah dasar menulis surat untuk Einstein.
Phyllis, nama gadis itu, bertanya pada Einstein apakah ilmuwan bisa percaya pada sains dan agama sekaligus.
Surat yang ditulis Phyllis saat kelas sekolah minggu itu, juga mempertanyakan apa yang ilmuwan doakan.
Beberapa hari kemudian Einstein pun membalas surat dari gadis kelas enam tersebut.
Dalam surat balasannya, Einstein mengatakan ilmuwan percaya bahwa setiap kejadian terjadi karena hukum alam.
Oleh karena itu, ilmuwan tidak bisa percaya jika peristiwa terjadi karena dipengaruhi doa atau terwujud secara supranatural.
Meski begitu, ia juga mengakui bahwa pengetahuan ilmuwan tentang kekuatan dunia ini tidak sempurna. Dengan demikian, orang masih harus bergantung dengan yang namanya "iman".

Einstein juga menyebutkan orang yang serius mengejar ilmu pengetahuan juga percaya bahwa beberapa "roh" terwujud dalam hukum alam yang jauh lebih unggul dari manusia.
Dengan begitu, pengejaran ilmu pengetahuan mengarah pada perasaan religius atau spiritualitas yang istimewa.
Ia juga menambahkan perasaan religius ini berbeda dengan religiusitas kebanyakan orang.
Secara eksplisit, dalam surat tersebut Einstein memberikan isyarat bahwa ia penganut panteisme, yang gagasan utamanya "Tuhan adalah segalanya".
Hal tersebut senada juga sempat ia ekspresikan pada seorang rabbi bernama Herbert S. Goldstein.
"Aku percaya pada Tuhannya Spinoza, yang mengungkapkan dirinya dalam harmoni alam semesta, bukan Tuhan yang memperhatikan dirinya sendiri dengan takdir dan perbuatan manusia," katanya seperti yang dikutip dalam Big Think, Jumat (29/9/2017).