Dua Tahun Molor, Kini Eksekusi Aset Rp 4,4 Triliun Milik Yayasan Pimpinan Soeharto Tunggu Ini

Eksekusi sedianya dilakukan pada 28 Januari 2016. Namun, berkas asetnya bolak-balik antara Kejagung dan PN Jaksel

Mantan Presiden Soeharto 

Namun, perlawanan kembali dilakukan pihak Yayasan Supersemar. Gugatan pun diajukan ke PN Jakarta Selatan. Kemudian, pada Juni 2016, PN Jakarta Selatan mengabulkan sebagian gugatan Yayasan Supersemar terkait jumlah uang yang diterima dalam putusan MA.

Pengadilan memutuskan bahwa aset yang patut dieksekusi hanya sekitar Rp 309 miliar hingga Rp 706 miliar.

Tak terima dengan putusan itu, Kejaksaan Agung melayangkan kasasi ke MA pada Juli 2017. Putusan kasasi tersebut keluar pada 19 Oktober 2017 lalu dengan hasil mengabulkan gugatan Kejaksaan Agung.

Tiga bulan lalu pun Kejagung masih intens mendesak PN Jaksel yang belum kunjung mengeksekusi Yayasan. Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun), saat itu, Bambang Setyo Wahyudi, sampai mengatakan dirinya telah menyurati PN Jaksel untuk segera mengeksekusi.

“Bukan surat lagi, sudah kita uber-uber (kejar-kejar),” kata Bambang, di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, (18/7/2017) lalu seperti dikutip Faktanews.

Molornya eksekusi disebut Humas PN Jaksel, Made Sutrisna, lantaran terkendala beberapa hal teknis. Salah satunya karena kekosongan tidak adanya Ketua PN Jaksel. Barulah saat Ketua PN Jaksel yang baru, Aroziduhu Waruwu ditunjuk, titik terang mulai terlihat.

Hingga akhirnya MA mengabulkannya. “Amar putusan kabul,” demikian pernyataan panitera MA dalam putusannya, Selasa (31/10).

Perkara nomor 2003 K/PDT/2017 antara Kejaksaan Agung yang diwakili HM Prasetyo melawan Yayasan Supersemar dengan ketua umum Arisetyanto Nugroho. Putusan itu diketok oleh ketua majelis I Gusti Agung Sumantha dengan anggota Ibrahim dan Maria Anna Samiyati.

[Kompas.com/Berbagai sumber]

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved