Beda dengan Jakarta, Pejalan Kaki yang Disebut Biang Kemacetan, di London Justru Jadi 'Raja'
Orientasi pembangunan tak lagi soal bagaimana terus membangun jalan lebar untuk kendaraan, melainkan apakah pejalan kaki telah terakomodasi
Saat ini, pejalan kaki berbagi ruang dengan dua jalur lalu lintas.
Itu berarti warga, turis, pembeli, dan pekerja mesti “berperang” dengan arus taksi, mobil pribadi, serta bus.
Dalam desain baru, rute bus akan ditata ulang dan juga tinggi jalanan dibuat sejajar dengan trotoar sehingga memudahkan pengguna kursi roda.
Sementara itu, pesepeda yang acap kali melintas di kawasan itu nantinya bakal dibuatkan rute baru di sisi Jalan Oxford yang lebih sepi.
Dengan dikhususkan untuk pejalan kaki, Jalan Oxford dapat mengakomodasi barisan toko-toko dengan pepohonan, bangku taman, serta 25 titik penyeberangan jalan.
Tingginya kecelakaan
Jika ditilik ke masa lalu, penataan kawasan Oxford menjadi khusus pejalan kaki tak lepas dari padatnya kendaraan bermotor, meningkatnya polusi udara, dan tingginya jumlah tabrakan lalu lintas.
Menurut data pemerintah setempat pada Januari 2012 hingga September 2015, setiap 7 hari terdapat satu pejalan kaki yang tertabrak kendaraan di Jalan Oxford.
Dalam sejumlah kesempatan, Jalan Oxford memang pernah diubah menjadi zona khsusus pejalan kaki.
Utamanya, saat akhir pekan menjelang Natal dan tutup tahun.
Ke depan, dengan membuat zona pejalan kaki secara permanen, diharapkan lebih banyak orang mengunjungi Jalan Oxford.
Pada akhir 2018, pemerintah juga dijadwalkan membuka jalur kereta baru di kawasan tersebut.
Berita ini telah dimuat di Kompas.com dengan judul Beda dengan Jakarta, Pejalan Kaki di London Justru Jadi "Raja"