Lebih Enak Mana? Segini Loh Gaji dan Uang Operasional Gubernur Anies, Bandingkan Saat Jadi Menteri
Kepala Biro Kepala Daerah dan Kerjasama Luar Negeri DKI Jakarta Muhammad Mawardi mengatakan dana operasional Anies-Sandi sudah disalurkan.
TRIBUNKALTIM.CO, JAKARTA - Selain gaji, setiap bulan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wakil Gubernur Sandiaga Uno menerima dana operasional. Dana operasional tersebut diambil dari pendapatan asli daerah (PAD).
Kepala Biro Kepala Daerah dan Kerjasama Luar Negeri DKI Jakarta Muhammad Mawardi mengatakan dana operasional Anies-Sandi untuk Oktober sudah disalurkan.
"Dan (dana operasional) untuk Oktober kemarin, besarannya masih sama dengan yang sebelumnya. Karena kan ini masih 2017, masih melanjutkan format yang lama," ujar Mawardi di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Selasa (22/11/2017).
Artinya, lanjut Mawardi, dana operasional masih diambil 0,13 persen dari PAD. Adapun, besar 0,13 persen ini merupakan pilihan pemerintahan sebelumnya yaitu Basuki Tjahaja Purnama. Mawardi mengatakan 0,13 persen dari PAD nilainya sebesar Rp 4,5 miliar.
"Rp 4,5 miliar itu total Gubernur dan Wagub. Untuk pembagiannya juga masih sama kaya dulu yaitu 60:40," kata Mawardi.
Dana operasional dibagi dua, Anies mendapatkan 60 persen, Sandiaga mendapatkan 40 persen. Tepatnya, dana operasional Anies sebesar Rp 2,7 miliar dan Sandi Rp 1,8 miliar setiap bulannya.
Untuk apa?
Mawardi mengatakan dana operasional itu menjadi wewenang Anies dan Sandiaga. Namun, penyaluran rutin kepada jajaran di bawah masih terus dilakukan. Pada era Ahok, dana operasional juga dibagi untuk Sekda, Wali Kota, dan Bupati. Hal itu juga diteruskan oleh Anies-Sandi.
"(dana operasional) untuk Sekda sampai saat ini masih Rp 100 juta per bulan, Wali Kota Rp 50 juta, dan Bupati Kepulauan Seribu Rp 30 juta per bulan," kata Mawardi.
Di luar penyaluran untuk Sekda, Wali Kota, dan Bupati, dana operasional dipakai untuk apa?
Saat Ahok menjabat, Ahok mengaku dana operasionalnya seringkali digunakan untuk bantuan masyarakat. Misalnya untuk membantu menebus ijazah sekolah warga, membayar biaya rumah sakit, membeli karangan bunga, membeli makan siang untuk pekerja harian lepas di lingkungan Balai Kota, hingga untuk menggaji staf.
Saat ditanya apakah Anies juga menyalurkannya seperti itu, Mawardi tidak menjawab dengan spesifik.
"Itu kewenangan Pak Gubernur, pak Gubernur akan bantu masyarakat tergantung usulan masyarakat. Misal ada permohonan bantuan untuk ijazah kayak gitu," kata Mawardi.
Namun, Mawardi yakin dana operasional itu juga digunakan untuk membantu warga. Mawardi tidak tahu pasti pembagian dana operasional di luar penyaluran ke pejabat DKI.
Sebab, dana tersebut diatur orang yang ditunjuk Anies-Sandi sebagai bendahara.
"Buat memudahkan penyaluran (dana operasional), Pak Gubernur dan Pak Wagub menunjuk seseorang untuk mengelola uang itu," kata Mawardi.
Saat menjabat di Balai Kota, Anies dan Sandiaga juga membawa staf-staf yang melekat pada mereka. Apakah staf-staf digaji dengan dana operasional, Mawardi juga tidak tahu pasti.
"Saya kurang paham. Mungkin dari Pak Gubernur ya," kata Mawardi.
Untuk tahun 2018, Mawardi mengaku belum ada arahan dari Anies ataupun Sandi mengenai dana operasional.
Dia belum tahu presentase dana operasional sebesar 0,13 persen pada 2018 akan berubah atau tidak. Kata Mawardi, hal itu tergantung pada kepastian target PAD saat pengesahan APBD 2018 nanti.
Bandingkan dengan Menteri
Gaji menteri besarannya di bawah presiden dan wakil presiden, yakni Rp 5.040.000, tunjangan sebesar Rp13.608.000, keseluruhan Rp18.648.000. Itu masih di luar anggaran operasional menteri yang sebesar Rp 120-150 juta per bulan.

Menurut Uchok Sky Khadafi, pengamat Anggaran Politik, menilai gaji menteri sebesar Rp.19 juta perbulan itu sudah besar. Belum lagi, kata dia, negara harus mengalokasi atau mendukung macam-macam anggaran operasional atau anggaran Tunjangan lainnya.
"Jadi, sebenarnya, negara sudah terlalu mahal untuk membayar seorang menteri. Dimana, seorang menteri bukan hanya memperoleh Gaji untuk kebutuhan pribadinya. Tetapi, Negara harus membayar seperti ada yang namanya tunjangan operasional sebesar Rp.1.2 milyar, atau perbulan akan mendapat 100 juta, dan perhari akan belanja 3.3 juta," kata Uchok melalui keterangan persnya, Minggu (7/9/2014).
Selain itu, kata Uchok, negara juga harus memberikan anggaran operasional dan tunjangan seperti, operasional kantor dan pimpinan sebesar Rp.1,5 miliar, Operasional perkantoran dan pimpinan sebesar Rp.3.6 milyar, pengadaan sarana dan prasarana Pimpinan Rp.150 juta dan Pengadaan Kelengkapan Ruang kerja menteri Rp.240 juta.
Lalu, lanjut Uchok, Biaya Tol ke bandara soetta dan PK halim Rp.15 juta, biaya angkut barang perjalanan menteri Rp.78 juta, operasional penerimaan Tamu menteri Rp.960 juta, Pendukung operasional menteri Rp.960 juta, dana operasinal fasilitas Pimpinan Rp.3.6 milyar, serta Dana operasional kunjungan kerja menteri Rp.5 milyar.
"Jadi, setiap tahun, kalau dirata-ratai atau disimulasikan, menteri itu secara total akan memperoleh penghasilan menimal sebesar Rp.17,5 miliar untuk pribadi dia sebagai penunjang kinerja dia. Setiap bulan akan memperoleh sebesar Rp 1,4 miliar, dan Rp 48,7 juta per hari. Penghasilan sebesar Rp.48,7 juta perhari sudah terlalu mahal, dan menguras uang pajak rakyat," kata Direktur FITRA tersebut.
Apalagi, kata Uchok, kalau dibandingkan gaji antara DPR, dengan dengan menteri sangat jomblang, bagai bumi dan langit. Dimana, Perbulan gaji DPR berserta tunjangannya ( harus banyak ikut rapat). Akan memperoleh sebesar Rp.57.6 juta perbulan.
"Jadi dari gambaran diatas, pemerintah tidak usah menaikani Gaji seorang menteri karena pendapatan seorang Menteri sudah dapat mengalahkan anggota dewan, dan ini menandakan bahwa pendapatan menteri dari dana kebutuhaan yang tercatat dalam apbn saja sudah melimpah ruah," kata Uchok.
Karena itu, tegas Uchok, kalau masih meminta dinaiki gaji seorang menteri, itu sama saja keserakah yang tidak bisa dimaaf.
"Masa sudah dapat rata-rata sebesar Rp.1.4 milyar perbulan, dan 48.7 juta perhari masih dianggap minim dan kecil sih. Kalau masih dianggap kecil tidak usah jadi menteri, memang siapa yang suruh anda jadi menteri. Sudah tau, gaji kecil kok mau jadi menteri," imbuhnya.
Untuk gaji Gubernur DKI Jakarta (gaji pokok dan tunjangan) sebesar Rp8,4 juta. Itu diatur berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 68 tahun 2001, gaji dari Kepala Daerah Tingkat satu atau Gubernur sebesar Rp 3 juta.
Sementara untuk tunjangan jabatan yang diatur melalui Keppres No 59 tahun 2003, tunjangan jabatan seorang Gubernur sekitar Rp 5,4 juta. Artinya, total gaji yang diterima Gubernur DKI mencapai Rp 8,4 juta.
Sedangkan untuk gaji pokok Wakil Gubernur sekitar Rp 2,4 juta. Tunjangan untuk Wakil Gubernur hanya Rp 4,32 juta. Dengan demikian, total gaji yang diterima Wakil Gubernur setiap bulan sebesar Rp 6,72 juta.
Di luar itu, gubernur mendapatkan uang operasional. Gubernur DKI Jakarta Djarot Syaiful Hidayat, menurut Sekda DKI Syaefullah, mendapat uang operasional yang besarannya didasarkan pendapatan asli daerah. Untuk kali ini Gubernur Djarot mendapatkan Rp4 miliar, ini untuk empat bulan (Juli-Oktober), berarti tiap bulan Rp1 miliar. Jadi sedikit lebih kecil dari yang diterima Gubernur Anies Sandi.
Nah, kamu sudah tahu berapa besar yang diterima Anies saat menjadi Gubernur DKI dan ketika masih menjadi Menteri Kabinet Kerja Jokowi. Anies diketahui pernah menjadi Menteri Pendidikan Nasional.
[KOMPAS.Com/TRIBUNNEWS]